EMPAT PULUH SATU

27 0 0
                                    

Author pov.

5 Tahun Kemudian.

Seperti biasa, rumah sakit Ujerin dengan segala kesibukannya. Terlebih di ruangan IGD, terdapat sebuah situasi darurat dimana seorang pria berumur kisaran 35 tahun sedang mengancam beberapa orang dengan senjata tajam. Bersamaan dengan kedatangan seorang perempuan dengan celana jeans dan kaos putih dilapisi blazer berwarna coklat dengan motif kotak kotak. Menghampiri seorang perempuan yang sedari tadi gemetar melihat situasi darurat ini.

"Atika?" bisik perempuan itu pada dirinya sendiri memastikan bahwa perempuan yang sedang berada dalam ancaman itu adalah seseorang yang ia kenal.

"Ibu Atika dalam bahaya, mba." jawab orang disampingnya.

"Departemen mana yang tangani?"

"Untuk sementara departemen kesehatan jiwa."

"Jelaskan sama saya informasi dari pasien itu." yang diperintahkan menatap asal suara dengan bingung. Karena merasa ditatap dengan kebingungan ia segera mengambil id card dikantongnya dan memperlihatkan pada perempuan yang bingung itu.

Dr. Alaena Deolinda Fawnia M.Psi, Psikolog.
-Psikolog, departemen kesehatan jiwa-

"Maaf bu, saya gak tau. Pasien itu kabur dari rumah sakit jiwa, untuk sementara ini belum ada informasi apa apa."

"Rumah sakit jiwanya sudah tau pasienya disini?"

"Sudah, mereka sedang dalam perjalanan."

"Butuh berapa lama mereka sampai?"

"10 menit."

"Jelaskan situasi ini sama dokter Irhan. Perintahkan untuk segera kesini."

"Tapi saya gak berani perint.."

"Bilang dari Alaena."

Setelah itu Alaena mengikat rambutnya dan mempersiapkan dirinya untuk menangkap pasien yang sedang membahayakan banyak orang itu. Ketika ingin melangkah, langkahnya terhenti karena teriakan laki laki yang sangat ia kenali suaranya itu.

"Ibu Alaena sejak kapan disini, udah bu saya aja yang urus pasien itu." ucap Farhan

"Emangnya berani?"

"B...b.. berani kok."

"Yaudah silahkan." yang dipersilahkan justru melangkah dengan ragu kemudian kembali dengan tawa.

"Saya aja. Saya udah berpengalaman soal ini, percaya sama saya." setelah meyakinkan Farhan, perempuan itu melangkah yakin ditengah kerumunan. Pisau yang semula mengarah pada Atika, kini berubah menjadi arah Alaena. Beberapa orang berteriak ketakutan.

Bagaimana tidak seorang perempuan dengan tangan kosong akan menghadapi laki laki bersenjata, sehingga semua orang disekeliling menatap cemas dan khawatir. Termasuk Alfi, laki laki yang sejak tadi mendengar suara yang sangat ia rindukan itu terucap berhasil membuat buminya berhenti berotasi. Suara yang berasal dari seseorang yang telah membawa jauh perasaanya, seseorang yang telah membuatnya tak bisa mengakhiri cerita karena tokohnya sedang pergi.

"Turunin pisaunya."

"Saya gak mau, saya cuman mau sembunyi disini. Jangan larang saya. Menjauh!!!" teriak lelaki itu sembari menodong pisau kearah wajah Alaena, namun yang tak disangka. Alaena justru bisa mengendalikan ancaman itu, menghindar kemudian mengambil pisau tersebut tanpa menyakiti siapapun. Tak lupa dengan sedikit atraksi bela diri yang sempat ia pelajari selama diluar negeri, untuk menahan agar pasien ini tak memberontak.

Butuh tenaga yang ekstra, namun beberapa menit kemudian Irhan datang sambil menyuntikkan sesuatu membuat pasien itu berhenti berontak. Memerintahkan pada bawahanya untuk segera memindahkan pasien ini hingga pihak rumah sakit jiwa tempatnya berada sebelumnya menjemputnya kembali. Semua orang disekeliling bertepuk tangan melihat lincahnya seorang Alaena menangani situasi berbahaya tadi.

Atika yang senang karena setelah beberapa tahun tak bertemu segera memeluk kencang wanita yang menyelematkanya, meski tak berlangsung lama karena harus menyelesaikan tugasnya. Irhan menawarkan bantuan untukku bangun.

"Perkenalkan saya kepala departemen kesehatan jiwa, dokter Irhan. Maaf karena telah membiarkan kamu menangani situasi berbahaya." ucap Irhan dengan nada yang dibuat buat pada sahabatnya itu.

"Tidak masalah, saya Alaena. Mulai hari ini resmi bekerja sebagai Psikolog di rumah sakit ini. Semoga bisa bekerja sama dengan baik, dokter Irhan." Irhan menatap tak percaya, Alaena segera menujukkan id card yang baru ia dapat beberapa menit lalu pada Irhan. Dan benar saja sangking senangnya lelaki itu segera menarik Alaena dalam pelukan lalu menggendongnya. Mereka tak tau bahwa sedari tadi ada yang menatap kearah mereka, dengan tatapan yang sulit ditafsirkan.

***

Setibanya dirumah sakit, Alaena segera kembali mengerjakan banyak pekerjaan. Terlebih sekarang pekerjaanya bukan hanya ini, Alaena sekarang juga menjadi seorang pembicara di seminar seminar internasional, mengajar disalah satu universitas sebagai dosen pengajar dan masih banyak kesibukan semenjak ia kembali di Indonesia. Juga sering berkunjung disekolah yang ia buat diatas tanah pemberian Rayhan.

Selama beberapa tahun terakhir sembari kembali menata hati, dan membiasakan diri perempuan itu juga mewujudkan semua mimpinya, termasuk membuat taman bermain.

Dan malam ini seperti biasa, ini sudah menjadi malam ketiga perempuan itu tak tidur karena kesibukan. Berjalan dengan setelan blazer berwarna coklat pastel yang atasanya sudah ia ganti dengan sweater oversize berwarna putih berjalan menuju vending machine untuk meminum kopi, ia sudah mengganti pakaian formalnya sejak beberapa jam yang lalu setelah menyelesaikan semua proses konseling dengan klien.

Ia duduk disebuah kursi dengan pemandangan koridor yang diisi dengan kesibukan para tenaga medis berlalu lalang karena pekerjaan. Alaena memijit pelan lehernya, juga kaki yang kelelahan karena selalu menggunakan heels. Sembari terus memijat pelan kakinya, aktivitasnya terhenti ketika ada seorang laki laki yang menundukkan badanya dihadapan perempuan itu.

Laki laki yang sejak beberapa minggu terakhir tak pernah lepas memandangi wanita yang ia rindukan itu, sudah lelah menahan untuk membiarkan wanita itu terus kelelahan. Melepaskan heels Alaena kemudian menggantikanya dengan sendal khas operasi miliknya yang tampak kebesaran di kaki perempuan itu.

Alaena memandang kaget dan bingung atas kejadian yang tiba tiba ini, tubuhnya kaku dan tak bisa bergerak terlebih ketika lelaki dihadapanya ini memijat pelan kakinya sembari berkata.

"Udah berapa kali aku bilang, berhenti bikin Alfi khawatir, Na."

Suara itu adalah suara yang terdengar seperti mimpi dikuping Alaena, suara yang bahkan bertahun tahun lamanya tak pernah ia dengar masih memiliki kemampuan untuk membekukan sebuah ruang di hatinya. Perempuan ini tahu betul apa yang terjadi dalam kehidupan Alfi selama 5 tahun terakhir, mulai dari batalnya acara pernikahan itu. Semua hal tentang Alfi ia tahu, termasuk alasan kenapa waktu itu Alfi menyakiti hatinya, kebohongan Eva. Bagaimana kebiasaanya selama ini, bahkan hingga detik ini laki laki itu selalu sendiri karena menunggunya, ia paham.

Jika kalian bertanya darimana ia mengetahui semua itu jawabanya dari sahabat Alfi. Irhan, lelaki itu memberi tahu semua hal tentang Alfi. Karena semenjak kepergian Alaena mereka ternyata sangat dekat, meskipun perempuan itu menyuruh Irhan untuk berbohong agar Alfi tak menanyakan tentangnya.

Ingin sekali rasanya perempuan itu menghentikan waktu agar bisa memeluk laki laki yang sedari tadi fokus memijat pelan kakinya. Tapi ia urungkan karena menikmati wajah yang selama ini ia rindukan, ia menangis, air mata Alfi menetes dikaki Alaena. Sewaktu Alaena ingin bertanya semua terhalang bersamaan dengan panggilan darurat yang membuat Alfi segera berlari meninggalkan Alaena.

Tatapanya tak beralih sampai tubuh Alfi tak terlihat dari pandanganya, sendal khas operasi milik Alfi yang sering membuat laki laki itu hampir terjatuh. Beberapa tahun tidak bertemu ternyata membuat wajah laki laki itu semakin tampan, membuat Alaena berterima kasih dalam hati karena sang pemilik wajah itu memilih menunggunya.

"Senang bisa ketemu kamu lagi, Fi." batin Alaena sambil tersenyum dalam hati.

t e m uTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang