EMPAT

27 3 0
                                    

"Ibu Alaena, saya udah kirim email untuk hasil wawancara sesi terakhir" aku membuka mata mendengar suara samar memanggilku.

Hal terakhir yang aku ingat adalah aku tertidur didepan komputer karena sedang mengerjakan analisis wawancara sesi konseling kemarin, anehnya pada saat terbangun aku sudah berada disalah satu sofa ruangan kerjaku dengan balutan snelli putih sebagai pengganti selimut.

Mentari kembali menampakkan sinarnya setelah beristirahat panjang membiarkan bulan menemani langit, menginap dikantor karena setumpuk pekerjaan adalah sesuatu yang biasa aku lakukan. Terkadang jika beberapa hal memang benar benar mendesak aku memilih untuk menginap di kantor ketimbang harus kembali ke apartement.

"Kayaknya gue bener bener harus pindah kesini deh" candaku. Aku melihat roti dan susu kemasan berada pada meja dihadapanku, tak lupa ada surat kecil yang ditahan agar tidak tertiup AC ruangan.

Perbannya udah gue ganti pas lo tidur, sengaja gak gue bangunin abis tidur lo nyenyak banget. Ini makanan buat lo, kata Atika hari ini lo banyak klien kan? Makanya jangan lupa sarapan. Snelli nya nanti gue ambil. -dari, Alfi.

Ternyata ini milik laki laki aneh itu, ia menyelimutiku dengan snelli nya. Hal ini terbukti dari nama lengkap yang berada pada snelli tersebut. Perban yang melapisi luka gores ditanganku sudah berganti, tidak ada tulisan dengan spidol hitam seperti sebelumnya.

Bagaimana bisa dia mengganti semua perban dan mengobati luka ditanganku tanpa membuatku terbangun, sehebat itukah dia dalam hal mengurus luka? Tapi jika dia hebat harusnya tidak ada pasien yang lari dari ruanganya ketika ingin diobati. Aku selalu tertawa jika mengingat kejadian kemarin, bahkan seusiaku saja akan menghindar jika diperlihatkan suntikan sebesar itu.

"Dasar Alfi" gumamku sambil tersenyum tak habis pikir.

Hari ini aku akan melakukan psikoterapi dan konseling seperti jadwal yang sudah disusun sebelumnya. Yang harus aku lakukan saat ini adalah bekerja dengan baik seperti biasanya. Masih ada waktu 1 jam sebelum sesi pertama dimulai, ternyata aku benar benar tertidur selama itu.

Akhirnya aku memutuskan untuk mengambil pakaian yang memang sudah kusiapkan sebelumnya, karena aku yakin akan lebih sering menghabiskan waktu di Rumah Sakit oleh sebab itu memiliki persediaan yang cukup seperti pakaian sebagai antisipasi adalah hal tepat untuk dilakukan. Setelah semuanya siap, aku dengan kemeja berwarna pastel dilapisi dengan setelan blazer senada tak lupa dengan polesan make up tipis sudah siap bekerja dan berinteraksi dengan beragam karakter klien hari ini.

Sebagai seorang psikolog menjaga penampilan agat terlihat rapi merupakan sebuah keharusan, bagaimana tidak? Mereka akan mempertaruhkan hidupnya dengan berbagi kepercayaan untuk menyelesaikan permasalahan hidup mereka pada seorang yang bahkan belum mereka kenal sebelumnya dan cara pertama untuk membuat mereka percaya adalah penampilan yang meyakinkan.

Semuanya berjalan dengan lancar, hari ini mahasiswa magang yang menjadi asisten untuk membantuku bekerja bukan Atika melainkan seorang laki laki bernama Farhan, ia sama terampilnya dengan Atika hanya saja Farhan lebih sedikit memiliki sisi humoris yang terkadang tidak kupahami. Atika akan kembali nanti malam seperti jadwal piket yang memang sudah diatur sebelumnya.

"Sekarang waktunya istirahat ibu Alaena, nanti sesi selanjutnya akan dilanjutkan jam setengah tiga sore." jelas Farhan dengan nada ramahnya seperti biasa.

"Baik, jangan lupa hal hal yang harus disiapkan sebelum nanti lanjut sesi" ia mengangguk.

"Oh iya Ibu, tadi dokter Alfi mampir."

t e m uTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang