DUA PULUH TIGA

6 0 0
                                    

Alfi pov

Setelah makan siang dan menghabiskan waktu bersama dengan keluarga aku memutuskan untuk mengajak Alaena ke tempat rahasiaku. Ini adalah salah satu tempat yang memiliki sudut pandang paling indah terlebih untuk melihat matahari tenggelam.

"Kita mau kemana, Alfi?" tanyanya yang berada dibelakangku.

"Bentar lagi sampe" aku terus mengenggam tanganya agar tak berada jauh dariku.

Tak butuh waktu yang lama akhirnya kami tiba pada tempat yang kumaksud, tempat ini tak jauh dari kebun teh yang ada didepan villa keluarga kami. Namun karena harus mendaki sebentar sehingga beberapa dari anggota keluargaku malas untuk pergi kesini. Padahal dari atas sini kita dapat melihat pemandangan matahari terbenam, dengan angin yang sejuk menambah rasa nyaman ketika berada disini. Ada sebuah batu besar yang dapat menampung beberapa orang, itu adalah tempat yang biasa kugunakan untuk duduk dan menjernihkan fikiran dari kejenuhan aktifitas yang kulalukan di ibu kota.

"Dari dulu banget gue selalu ngabisin waktu disini untuk liat sunset. Tapi keluarga gue gak ada yang mau diajakin kesini, katanya pemandanganya biasa aja. Tapi karena gue tau lo pasti akan suka makanya gue ajakin." jelasku pada wanita yang sedang merentangkan tanganya sambil memejamkan mata. Aku memeluknya dari belakang, meskipun ia sempat terkejut namun ia tersenyum dan memegang kedua tanganku.

"Seneng gak?"

"Banget, makasih ya Alfi."

"Sama sama, Na."

Tak pernah terlintas di benakku bahwa aku akan berdiri ditempat ini bersama Alaena. Wanita yang benar benar ku berikan seluruh hidupku hanya untuknya, memeluknya dari belakang sembari menyaksikan matahari terbenam ternyata semembahagiakan ini.

"Seandainya aja dari awal gue tau, kalau bareng bareng sama lo bisa sebahagia ini. Kenapa gak dari dulu aja kita ketemu, Na."

"Justru gue bisa sesayang ini sama lo lewat pertemuan tanpa rencana itu. Kalau kita ketemu dari dulu, gak akan ada kita yang sekarang Alfi." mendengarnya mengucapkan kata kita, lagi lagi berhasil membuatku merasa menjadi laki laki paling sempurna.

"Ya tapi kan kalau misalkan ketemu sama lo dari dulu, gue bahagianya bisa lama lama."

"Kalau gitu kita bisa bahagia lebih lama kedepanya. Pokoknya selamanya dan akan lebih bahagia dari hari ini"

"I love you, Na."

"Alfi, lo udah ngomong ini berapa kali."

"Kan emang sayangnya berkali kali." wanita itu hanya tersipu malu mendengar perkataanku ditelinganya. Masih dengan posisi yang sama aku memutuskan untuk bertanya satu hal yang benar benar membuatku penasaran.

"Na, sejak kapan lo sayang sama gue?"

"Sejak lo meluk gue diparkiran malam itu."

"Berarti gue duluan yang sayang sama lo." ia berbalik arah menatap wajahku, ternyata ia penasaran setelah mendengar pernyataaanku yang mengatakan bahwa aku lebih dulu mencintainya.

"Beneran? Emangnya kapan?"

"Sejak Rara nanya ke gue lo itu malaikat atau bukan."

"Emang Rara beneran pernah nanya itu?"

"Iya beneran, waktu kita ke festival bareng."

"Terus lo jawab apa?"

"Gue gak jawab, tapi gue langsung sayang sama lo."

"Kok bisa gitu?"

"Ya karena lo emang beneran malaikat, Na. Malaikat yang dikirim tuhan buat gue. Dan semuanya tau itu tanpa perlu ditanya" ia tersenyum

t e m uTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang