LIMA

28 2 0
                                    

Seperti dugaanku sebelumnya, makan malam dengan keluarga Alfi berjalan lancar. Hal hal yang aku takutkan seperti jawaban dari pertanyaan pertanyaan tak terduga dan belum aku persiapkan pun tidak terjadi. Makan malam ini benar benar makan malam keluarga, sudah lama rasanya aku tidak makan malam dengan suasana kekeluargaan seperti ini.

Ya, aku anak rantauan. Keluargaku berada di Bandung, ayah ibu dan kedua adikku. Semua pusat aktifitas mereka bertempat disana, oleh sebab itu mereka menetap. Meskipun jarak bisa ditempuh menggunakan kendaraan pribadi, terkadang kesibukan dan setumpuk pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan membuat jarak tersebut menjadi sukar ditempuh. Untung saja mereka memahami keadaanku jadi mereka mengerti, sebab jika ada waktu luang aku pasti akan pulang.

"Ini foto foto Alfi waktu kecil. Dia dari dulu suka baca buku, kalau anak anak lain pergi bermain selepas sekolah Alfi justru malah belajar. Mama aja kadang suka heran" ucap mama Alfi. Seusai makan malam dan bercengkrama sebentar, beliau mengajakku untuk melihat kamar anak laki lakinya itu. Menceritakkan hal hal lucu yang pernah terjadi dalam hidupnya, aku selalu tertawa mendengar tingkah laku konyolnya yang ternyata dari dulu sudah melekat erat dengan karakter Alfi.

"Dulu banyak rumor yang bilang kalau Alfi pacaran sama wanita tidak baik baik. Makanya dia gapernah mau ngenalin pacarnya ke keluarga, pas mama tau dia mau ngelamar itu bikin mama bener bener deg degan, karena mama gak tau siapa perempuanya. Apalagi pas nungguin kamu di halaman mall waktu itu. Rasanya jantung mama mau berhenti." tanganya tidak pernah lepas mengenggam tanganku meskipun ia sedang bercerita.

"Tapi pas mama tau orangnya kamu, mama bersyukur sekali. Bahkan hasil check up kesehatan mama kemarin tidak pernah sebaik ini sebelumnya. Mama lega sayang, anak bungsu kesayangan mama jatuh di tangan yang tepat seperti kamu. Jagain Alfi ya, sayang" aku mengangguk pelan mendengar permintaan itu.

"Alaena akan berusaha sebaik mungkin kok tante buat jagain Alfi" ia menghela nafas lega sembari tersenyum. Yang bahkan senyum itu tidak pernah lepas dari tadi selama berbicara denganku.

"Jangan panggil tante. Mulai sekarang panggil, mama" aku tertawa pelan kemudian mengangguk mengiyakan. Sebelum acara makan malam hari ini berakhir, aku diberikan salah satu foto masa kecil milik Alfi untuk aku simpan. Dengan senyum lebarnya bersama setumpuk buku, ia tampak menggemaskan meskipun hanya dalam foto dengan kualitas gambar yang rendah khas beberapa tahun lalu.

"Terima kasih nak Alaena sudah datang." ucap pak Darmono yang sangat aku kenali suaranya itu.

"Alaena kalau sudah sampai rumah kabarin mama. Alfi hati hati nyetirnya." ucap mama Alfi kemudian aku melambaikan tangan pada sepasang suami istri yang mengantarkan kami sampai didepan gerbang setelah Alfi membukakan pintu mobilnya untukku.

"Sejak kapan manggil mama?" tanyanya diperjalanan begitu kami meninggalkan rumah.

"Barusan banget, emangnya aneh ya?" tanyaku sembari menatapnya yang kemudian ia balas dengan menatapku dan tersenyum.

"Enggak kok, gue suka"

"Bagus deh" aku menghela nafas lega lalu kembali menyenderkan tubuhku. Sudah lama aku tidak berada dikursi penumpang, setelah bertahun tahu kemanapun selalu menyetir sendiri. Rasanya nyaman juga ya, tidak perlu fokus, bisa sambil memejamkan mata.

"Tadi mama ada nanya yang aneh aneh gak pas kalian berduaan?" tanya Alfi lalu aku menggelengkan kepalaku pelan sebagai jawaban.

"Ketawa ketawa dikamar tadi ngebahas apaan sih, pasti mama ngomongin yang enggak enggak kan tentang gue?" ucapnya lagi dengan wajah paniknya.

"Lo tuh dari dulu emang anaknya galak yah, gabisa basa basi. Pantesan aja anak kecil pada lari, Fi." aku tertawa jika kembali mengingat cerita yang disampaikan mama tadi. Terlalu banyak cerita lucu yang tidak kusangka seorang Alfi yang terkenal sebagai dokter karismatik ternyata punya banyak pengalaman konyol.

t e m uTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang