TIGA BELAS

17 1 0
                                    

Aku sudah menghabiskan waktu sekitar empat hari dirumah sakit, karena minggu ini adalah minggu yang melelahkan. Semenjak posisi psikiater terisi, pasien dan klien mulai berdatangan. Bahkan beberapa pasien rujukan dari rumah sakit lain yang harus kita terima membuat semuanya semakin sibuk, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa semenjak kedatanganya bebarapa pekerjaanku menjadi lebih ringan. Aku turut membantu Irhan karena ia mungkin akan mengalami kesulitan dalam menangani pasien sendirian tanpa ada dokter residen membantu.

Seperti biasa aku selalu tertidur didepan komputer dengan Irhan yang berada di sampingku karena kita menghabiskan waktu semalaman untuk mengurus pendataan pasien rujukan rumah sakit lain. Dan pagi ini aku bangun dalam keadaan diselimuti snelli nya.

"Selamat pagi yang keempat di kantor, Al." aku tertawa mendengar ucapanya, dia selalu mengucapkan hal yang sama setiap pagi. Membuat hari melelahkan ini semakin terasa.

"Kamu gak pulang?" tanyaku padanya yang melihat ia sudah siap dengan bajunya yang rapih, kemeja berwarna biru malam dan celana jeans.

"Iya aku mau istirahat di apart sebelum siang balik kesini lagi." aku mengangguk pelan mengiyakan penjelasannya.

DARURAT RUANGAN 4440 DEPKES JIWA!!!
DARURAT RUANGAN 4440 DEPKES JIWA!!!
DARURAT RUANGAN 4440 DEPKES JIWA!!!

Aku sangat benci mendengar panggilan darurat itu dihari sepagi ini, aku dan Irhan saling bertatapan dan aku yakini dengan maksud yang sama.

"Ready?" aku tersenyum mendengar ajakanya, kemudian mengangguk pelan.

"Go" seruku kemudian kami berdua berlari menuju ruangan yang dimaksud, sepanjang perjalanan beberapa orang memandang kaget kearah kami yang berlari kencang, aku hampir terjatuh karena belum bisa menjaga keseimbangan. Bagaimana tidak aku dalam keadaan baru bangun dan sudah ada panggilan darurat sepagi ini. Untung Irhan membantu dengan meraih pinggangku yang sempat goyah, kemudian kami melanjutkan perjalanan yang melelahkan itu terlebih karena harus berlari.

Selama kami berlari Irhan menjelaskan padaku tentang kondisi pasienya, mysophobia ketakutan berlebihan dan tidak masuk akal terhadap kontaminasi bakteri, kotoran, debu, kuman dan risiko infeksi penyakit. Seperti yang disampaikan oleh beberapa perawat, pasien ini berteriak ketakutan ketika dihampiri untuk minum obat bahkan ia mengancam orang disekitar. Dan benar saja sesampainya kami diruangan ia sedang mengamuk, Irhan langsung menenangkannya dan pasien itu menurut karena Irhan merupakan seseorang yang ia percaya selain keluarganya.

"Kenapa bisa sampe ngamuk pasienya?" tanyaku pada beberapa perawat yang ketakutan akan sikap pasien tadi, sementara Irhan sedang membujuk pasien untuk kembali tenang.

"Tadi pas saya mau kasih obat dan suntikan dia langsung teriak teriak bu" jelasnya padaku.

"Kalian langsung masuk ruangannya?"

"Sudah ngetok tadi terus gak ada orang jadi kita masuk ternyata pasien lagi tidur" aku mengangguk mendengar penjelasan mereka, wajar jika mereka kaget dari reaksi berlebihan yang ditimbulkan pasien.

"Next time, kalau mau kasih obat atau tindakan apapun konfirmasi sama dokter Irhan atau keluarganya dulu yah." perintahku yang langsung mereka setujui. Setelah pasien berada dalam kondisi tenang keluarganya datang berlarian karena panik, Irhan menghampiriku.

"Biasanya ada keluarganya yang stay disini, cuman tadi mereka lagi keluar makanya jadi kaya gitu. Aku berencana untuk tingkatin kualitas ruanganya dulu supaya gak ngancem keselamatan tenaga kerja yang lain." ia menjelaskan padaku

"Udah ada tindakan?" tanyaku

"Baru konsultasi pertemuan pertama, masih asesmen."

"Kalau gitu bisa ditingkatin kualitas ruangan seperti yang kamu bilang supaya pasienya nyaman dan perawat kamu semua butuh adaptasi aku rasa sementara waktu, sampai kamu melakukan terapi atau pengobatan." kataku setuju dengan penjelasan Irhan barusan.

t e m uTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang