DELAPAN BELAS

9 0 0
                                    

Alfi, pov.

Setelah memeriksa beberapa kondisi pasien di IGD aku melihat Riska keluar dari salah satu ranjang yang tertutup tirai, pasien darurat apa yang ia tangani dan tidak lapor denganku selaku atasannya.

"Pasien darurat? Kok saya gak tau?"

"Dokter Irhan sakit dok, Alaena yang bawa kesini." jawabnya kemudian kembali melanjutkan pekerjaanya. Berarti perempuan itu sedang berdua bersama Irhan didalam ruangan, lelaki yang kehadiranya selalu berhasil mengusik pikiran dan ketenanganku.

Semenjak kehadiranya dirumah sakit ini membuat Alaena lebih sering menghabiskan waktu bersamanya. Aku tidak cemburu, lebih tepatnya egoku yang memaksa mengatakan begitu. Tapi hatiku selalu marah jika melihat mereka bersama, terlebih jika lelaki lain bisa menghabiskan waktu lebih banyak denganya. Ingat waktu aku terdiam di IGD, pada saat pasien dengan situasi darurat datang karena mencoba memotong jarinya. Aku terdiam karena bingung melihat Alaena yang sedang bersusah paya memompa dada pasien mengenakan hoodie dan bukan lagi setelan blazer yang membuatnya sudah cantik itu menjadi lebih cantik lagi.

Aku tidak marah karena dia memakai hoodie, dia selalu cantik dengan pakaian apapun lebih tepatnya dia adalah wanita tercantik dibumi, bumiku. Justru aku marah karena ia memakai hoodie milik Irhan, dalam keadaan basah kuyup pula, meskipun hal itu tidak bisa dibilang marah karena rasanya marah pada Alaena adalah misi terberat dari sang pencipta.

Saat itu jutaan kemungkinan menerjang pikiranku, mereka terlihat sangat serasi. Irhan dapat memberi perintah yang baik pada wanita itu. Sebenarnya ada banyak alasan mengapa seorang Alfi bedah umum terkenal di Jakarta bisa dengan cerobohnya terdiam membeku dihadapan pasien darurat waktu itu, mungkin karena aku telah melihat postingan foto yang diunggah Irhan, moment dimana mereka berdua bersama para pasien setelah membantu mengisi konser amal. Bukan fotonya yang membuatku marah, sebab ada Alaena didalam foto itu, perempuan yang seperti malaikat. Dulu ia malaikat bagi Rara keponakan kecilku itu tapi kini ia juga sudah menjadi malaikatku, jadi hal hal yang berkaitan dengannya tidak bisa membuatku marah.

Kecuali Irhan, harusnya lelaki itu tidak memiliki kaitan apa apa dengan Alaena. Tapi nyatanya tidak begitu, ia adalah sahabat Alaena. Dan pertama kalinya dalam seumur hidup, aku benci kenyataan. Kalau kalian bertanya, lantas apa yang membuatku marah aku juga tidak tau jelas alasanya, tapi yang pasti saat itu juga rasanya hatiku ingin berteriak dan mengumumkan pada seisi bumi bahwa Alaena adalah wanitaku. Meskipun egoku melarang itu. Dulu perempuan itu pernah bilang padaku.

"Gak ada yang bisa jujur selain anak kecil dan hati seseorang, Fi."

Suara itu masih terdengar jelas dipikiranku, bukan hanya suara tapi juga senyumanya. Senyuman itu yang membuat aku merasa menjadi laki laki paling sempurna dibumi, senyuman yang selalu tersimpan rapat pada bagian otakku dan membuat semua memori kelam didalamnya berubah menjadi memori indah karena tertular, tertular kebahagiaan yang selalu dibawa wanitaku. Dan kali ini disaat egoku tidak ingin menghampiri mereka tapi hatiku malah menuntun langkahku untuk mendekat dan melihat apa yang terjadi didalam sana.

'Lebih tepatnya hati aku milih untuk tetap kamu menjadi penghuninya, Al.'

Perkataan itu terdengar jelas ditelingaku, bukan hanya itu tapi semua pernyataan Irhan pada Alaena bahkan rayuan yang membuat hatiku panas semuanya terdengar dengan sangat jelas ditelingaku. Kali ini aku akan mengalahkan semua egoku dan memenangkan hatiku yang mengatakan bahwa kali ini aku benar benar, cemburu. Tak lama setelah itu Alaena berlari meninggalkan ruangan, ia jelas tak melihatku sangking kencangnya berlari. Sebenarnya aku ingin menahanya agar ia tidak terjatuh dijalan, tapi ada beberapa hal yang ingin aku luruskan disini. Irhan melepas infusnya dengan keras karena ingin menyusul Alaena, namun aku menahan dan menariknya menuju ranjang lalu kembali menyuntikkan infus ditanganya. Jika bukan karena wanitaku ingin dia baik baik saja, aku tidak akan melakukan ini.

t e m uTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang