DUA PULUH DELAPAN

7 0 0
                                    

Setelah melewati hari yang melelahkan karena harus berkutat dengan klien yang banyak berurutan dengan beragam masalah yang bisa dibilang berat membuatku merasa sangat penat. Aku sudah menyelesaikan semua pekerjaan ku dari beberapa menit yang lalu, tadi Alfi mengirim pesan padaku bahwa ia akan melakukan visit di beberapa ruangan sebelum nanti menjemputku diruangan.

Sambil meregangkan otot yang benar benar kelelahan akibat duduk seharian, Irhan memasuki ruanganku dan segera melempar badanya di sofa. Dia memang sudah memperlakukan ruanganku seperti ruanganya sendiri, makanya bisa sebebas itu.

"Sumpah, Al. Aku gak kuat ngadepin pasien anak kecil. Bikin dia mau cerita sama aku tuh susah banget." curhatnya padaku sambil mengacak rambutnya sehingga berantakan.

"Jadi sekarang pasienya gimana?"

"Dia bilang mau makan dulu, jadinya sekarang aku nungguin itu anak selesai makan. Mana tadi dia ngelempar pulpen aku diatas lemari." aku tertawa mendengar ceritanya. Jika menghadapi anak kecil selain dibutuhkan kesabaran yang extra juga pasti akan dihadapkan oleh tingkah tingkah konyol mereka.

"Masa dia bilang sama mamanya kalau dia gak mau diobatin sama om sipit kaya aku." kali ini aku tidak bisa menahan tawaku, sehingga aku tertawa terbahak bahak.

"Seneng kan kamu pasti, Al."

"Serius dia ngomong gitu? Tapi emang bener, Han. Hahaha"

"Makan yuk, Al. Sambil nungguin pasien aku itu selesai makan, laper nih"

"Dia mau pergi sama gue." sela Alfi dengan suara berat dan penuh penekanan itu.

Meskipun Irhan menatap bingung, Alfi menarik tanganku dan mengajaku menuju parkiran. Meskipun sebelum itu aku sudah berpamitan sekilas dengan Irhan. Sesampainya diparkiran Alfi hanya diam sambil memasangkan helm dikepalaku.

"Alfi."

"Kenapa sayang?"

"Senyum dong." ucapku sambil menarik dua sudut bibirnya agar tersenyum dengan kedua jariku. Meskipun ia sibuk mengaitkan pengaman di helmku. Tak lama setelah itu laki laki itu tertawa pelan dan mencium bibirku sekilas.

"Alfi ih!"

"Kenapa, Na?"

"Ini kan diparkiran, kalau ada yang liat gimana?"

"Gak papa, lagian kan semua orang tau kita tunangan."

"Dasar." ia hanya tertawa senang melihat ekspresi kagetku, setelah membantuku untuk naik di motornya aku segera menawarkan sebelah tanganku untuk tanda kesepakatan.

"Saudara Alfi, siap menjalankan misi bersama Alaena hari ini?"

"Siap!" jawabnya dengan aksen pasukan kepolisian dan menjabat tanganku, sebelum ia menuntun tanganku dipinggangnya ia sempat mencium tanganku.

Dan akhirnya aku bersama Alfi diatas motor siap melaju kencang ditengah kota Jakarta yang masih ramai meskipun langit sudah gelap. Aku tidak tau pasti letak tempat yang sekarang ku lewati, namun satu yang pasti jarak yang kami tempuh tidak dekat karena Alfi benar benar mengendarai motornya untuk berkeliling Jakarta. Ditengah perjalanan, kami sering membicarakan hanyak hal. Meskipun kadang suaranya tidak terdengar jelas karena angin yang kencang, tapi kebahagiaan jelas terus menyertai kami dan tak pernah hilang.

"Alfi aku mau gulali itu." ucapku yang membuatnya segera menghentikkan motornya dan memarkir di pinggir sebuah taman bermain yang ramai karena anak anak. Alfi membawakan gulali besar dengan bentuk minion berwarna kuning.

"Bagus banget bentuknya, aku jadi gak rela makanya." ucapku sambil memandang setiap sudut bentuk gulali indah yang sebentar lagi akan hancur karena ku makan.

t e m uTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang