ENAM BELAS

10 1 0
                                    

Sewaktu ingin pulang setelah berjelajah di taman tadi ternyata langit kembali menurunkan hujan ke bumi. Membuat aku dan Irhan terpaksa menunggu di depan rumah sakit tempat kami melakukan konser dadakan. Irhan yang melihatku kedinginan segera memakaikan hoodie nya padaku yang membuat aku tampak mungil karena pakaianya yang kebesaran.

"Kamu gak kedinginan?" tanyaku melihat ia hanya mengenakan kaos lengan pendek berwarna hitam.

"Enggak kok." aku mengangguk dan kembali menatap rintikan hujan di depanku, aku mengingat kejadian beberapa hari yang lalu sewaktu menerobos hujan dalam gendongan Alfi, rasanya sangat membahagiakan bahkan sampai sekarang aku selalu tersenyum jika kembali membayangkan moment itu.

"Masih gak suka hujan?" tanya Irhan, lelaki itu tahu aku tidak suka dengan hujan.

"Masih sama kaya dulu. Gak suka."

"Tapi sekarang udah bisa senyum kalo liat hujan ya." ucapnya yang sempat membuatku terdiam sejenak

"Aku mungkin masih gak suka hujan, karena dia menghambat beberapa aktivitas orang. Tapi ada satu moment indah yang terjadi pas hujan makanya aku sekarang udah bisa senyum ngeliat hujan." jelasku

"Sama Alfi yah, Al?" aku mengangguk mengiyakan sambil tersenyum.

"Kamu sebahagia itu sama dia?" ia kembali bertanya.

"Dia adalah laki laki paling aneh yang membahagiakan dalam hidup aku, Han." setelah jawabanku tadi aku tidak mendengar suara apapun dari bibir Irhan. Sampai telfon disaku celananya berdering dan satu notifikasi pesan di apple watch ku masuk secara bersamaan.

Atika send a message ; Bu, situasi mendesak di IGD.

"Butuh berapa lama sampai pasien tiba dirumah sakit?" tanya Irhan panik berbicara dengan seseorang yang aku yakini perawat dirumah sakit, ternyata ia mendapatkan pemberitahuan yang sama dengan ku. Aku bertatapan dengan Irhan kemudian mengangguk bersamaan, kami memiliki kebiasaan tanpa harus menjelaskan satu sama lain pasti sudah mengerti apa yang dimaksud hanya lewat tatapan semacam telepati. Setuju untuk menerobos hujan, memutuskan kembali kerumah sakit sebelum pasien gawat darurat tiba. Sebelum aku menaiki motor, Irhan menaikkan topi yang ada di hoodie kemudian mengikatnya sehingga wajahku seperti telur.

' Tidak ada waktu memikirkan wajahmu sekarang, Alaena.' batinku dalam hati, setelah Irhan memasangkan helmnya dikepalaku kami melaju di tengah hujan yang sangat deras dan membasahi tubuh kami. Irhan melajukan motornya dengan cepat dan aku memeluknya erat sambil memejamkan mata, karena aku takut sekali akan terjadi kecelakaan jika dia membawa motor secepat ini terlebih disaat hujan yang sangat deras. Bahkan beberapa pengendara motor memilih untuk berteduh daripada terus memaksakan keadaan ini, karena itu sangat berbahaya. Namun tidak ada jalan keluar selain menyelamatkan pasien yang akan datang dirumah sakit.

Tak butuh waktu yang lama kami tiba didepan IGD, beberapa perawat sudah bersiap menunggu kedatangan ambulance seperti penjelasan yang disampaikan perawat bahwa pasien kali ini merupakan pasien yang mengalami gangguan body dysmorphic disorder gangguan yang ditandai dengan gejala berupa rasa cemas berlebihan terhadap kelemahan atau kekurangan dari penampilan fisik diri sendiri. Biasanya mereka yang mengalami gangguan ini akan selalu merasa kurang dengan salah satu bagian dari tubuh mereka bahkan salah satu gejala dari gangguan ini adalah dengan mengubah bagian tubuh yang ia tidak sukai itu.

"Pasien bekerja sebagai buruh kayu dan pernah kehilangan satu jarinya karena kecelekaan kerja, setelah itu dia sering merasa minder, kurang dan merasa malu terhadap kondisi fisiknya. Malam tadi disaat istri dan anaknya tertidur ia berusaha memotong semua jari jarinya karena merasa benci dengan tanganya." jelas perawat tersebut yang membuatku sontak terkejut. Tak lama setelah penjelasan itu ambulance datang, seorang tenaga medis yang berada didalam menjelaskan bahwa pasien mengalami henti jantung.

t e m uTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang