DUA PULUH DUA

9 0 0
                                    

Alfi pov

Aku terbangun disamping ranjang yang ditiduri Alaena kemarin, dalam keadaan dibalut selimut. Tadi malam aku tertidur karena terlalu asyik melihat wajah perempuan yang sudah membuatku dan orang orang disekeliling ku bahagia. Sekarang pukul tujuh pagi dan aku tidak melihat Alaena, aku memutuskan untuk mencarinya dan ternyata ia berada di dapur sedang memasak sarapan untuk keluarga besarku.

Lucu sekali melihatnya memakai hoodie ku yang sangat besar ditubuhnya itu. Fokus yang diberikan pada masakanya membuat ia terlihat sangat cantik, rambut panjang kecoklatan yang biasa ia urai pagi ini ia ikat agar tidak menganggunya selama memasak dan hal itu jelas menambah pesonanya. Membayangkan bisa menua bersamanya sekarang merupakan mimpi utamaku.

"Aku gak biasa masak dalam porsi banyak jadi takutnya gak enak, kamu cobain ya?" ucapnya kemudian menyuapiku satu sendok nasi goreng yang berada di wajan besar.

"Udah enak kok" jawabku dengan jujur.

"Serius?" karena ia nampak tak yakin, aku segera memberikan suapan nasi goreng kemulutnya untuk ia menyicipi agar ia mengetahui betapa enaknya masakan tersebut.

"Aku udah cobain dari tadi tapi takutnya lidah aku salah." katanya kemudian melanjutkan kegiatan masaknya, sekarang ia sedang mempersiapkan hidangan lauk.

"Lucu."

"Apa yang lucu?"

"Alaena." mendengar ucapanku ia segera memandang kearahku.

"Kenapa emangnya, muka gue jelek ya? Gue pas bangun cuman cuci muka sama gosok gigi doang. Belom mandi." jelasnya padaku, ingin rasanya memberitahu bahwa dalam keadaan apapun ia akan tetap menjadi wanita paling cantik di bumi. Tapi pasti wajahnya akan memerah ketika mendengar ucapanku dan hanya membuat fokusnya buyar.

"Bukan, Na."

"Terus apa yang lucu?"

"Kok ngomongnya pake aku kamu, kan gak ada siapa siapa disini. Orang orang masih pada tidur."

"Jaga jaga, Alfi. Kalau ada yang denger gimana." terlihat jelas dari gerak gerik yang ia lakukan menggambarkan bahwa ia sedang salah tingkah karena ucapanku barusan. Aku yang sudah tidak tahan melihat betapa menggemaskannya dia, aku segera mendekat dan memeluknya dari belakang.

"Gapapa kok, dibiasain aja. Aku suka dengernya." bisikku ditelinganya, wanita itu terpaku.

"Alfi!"

"Kenapa, Na?"

"Pagi pagi jangan gombal dong."

"Aku gak gombal."

"Ya terus tadi apa?"

"Ngomong serius."

"Serius apa?"

"Serius aku suka."

"Suka denger aku ngomong pake aku kamu?"

"Semuanya." kemudian ia tersenyum

"Daripada ngisengin gue, mending lo bantuin gue masak." perintahnya sambil memasangkan celemek padaku, memasak bukanlah hal yang sulit untukku asal dibawah perintahnya. Aku pernah membuat kue ulang tahun untuk Rara dan berhasil karena wanita itu memberi ku perintah dengan baik. Jadi yang aku perlu lakukan sekarang adalah mengikuti arahanya.

Meskipun ditengah proses masak aku lebih banyak menganggunya dan membuatnya kesal, tapi ia tetap sabar dan terus mencoba memberikan arahan agar aku mengerti dan masakan ini segera selesai. Aku beruntung sekali memilikinya, beruntung karena dari sekian banyak wanita beberapa waktu lalu di hall aku memutuskan untuk memilihnya sebagai tunanganku.

t e m uTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang