EMPAT BELAS

23 1 1
                                    

Aku memutuskan untuk berganti baju dengan yang lebih santai, dengan melepaskan blazer ku sehingga hanya celana berwarna cream dan kemeja berwarna putih, lengan yang kugulung dan beberapa kancing diatas kubuka agar tidak kepanasan. Aku menghampiri Irhan yang menungguku didepan ruanganku. Kami memutuskan untuk makan soto ayam karena katanya ia sudah lama tidak memakan makanan tersebut.

"Aku tau dimana tempat soto ayam paling enak" ucapku lalu ia mengangguk antusias. Baru saja kami ingin meninggalkan rumah sakit tiba tiba seorang dokter residen berlari menghampiri kami.

"Ada insiden gawat darurat di IGD. Pasien yang datang dari rujukan rumah sakit lain setibanya disini malah mengamuk dan melarang semua orang mendekat. Saya diperintahkan memanggil departemen kesehatan jiwa." jelasnya kemudian kami mengangguk.

"Kamu bisa panggil asisten saya Atika, untuk meminta data pasien itu dan beritahu dia untuk datangi saya di IGD" perintahku pada dokter residen tadi kemudian mengangguk mengiyakan. Aku dan Irhan berlari menuju IGD, sesampainya disana ternyata benar seorang lelaki berumur kisaran 40 tahun mengamuk dan mengancam orang orang yang mendekat dengan pisau.

"Jangan dekat dekat saya kalau mau nyakitin anak saya" teriaknya kepada semua orang yang menatap kebingungan.

"Sini pegang tangan ayah, jangan takut nak." ucapnya pada sesosok tak terlihat yang ia yakini sebagai anaknya.

"Ini masih dugaan." ucap Irhan.

"Gangguan delusi" kata kami bersamaan, belum pasti karena kami belum meninjau dan membaca formulasi kasus yang diberikan dari rumah sakit lain. Tapi dengan situasi sekarang yang dapat membahayakan dirinya dan orang lain jelas harus segera dihentikan.

"Kamu datengin dan bikin dia tenang dulu terus aku akan siap siap dibelakangnya untuk menyuntikkan dia alprazolam supaya bikin gejalanya reda." perintah Irhan padaku, aku kaget sebab aku sedang tidak ingin membahayakan diriku karena berurusan dengan situasi membahayakan seperti ini. Ini kali keduaku berususan dengan insiden yang menggunakan pisau.

"Irhan masa iya aku harus nenangin dia, dia bawa pisau aku tangan kos.."

"Aku tau kita bisa, Al. " aku menghela nafas karena sekarang tidak ada yang lebih penting dari menyelesaikan situasi membahayakan ini.

"Yaudah iya, jangan kasih tindakan apa apa sebelum aku kasih aba aba" perintahku, kemudian ia berlari meninggalkanku dan bersiap dibelakang pasien tadi.

"Kasih tau semua orang untuk menjauh." aku memberi perintah kepada beberapa dokter yang berada disekitarku, mereka mengangguk dan melaksanakan perintahku. Setelah aku menenangkan pikiran dan menghela nafas panjang aku melihat Irhan yang berada tak jauh dari tempatku berdiri memberikan senyuman yakin padaku.

"Saya liat anak bapak" ucapku mendekat yang membuatnya segera mengarahkan pisaunya kepadaku.

"Bohong! Semua orang gak ada yang liat anak saya, semua orang kira saya gila." teriaknya

"Mungkin mereka gak lihat, tapi saya liat pak." ia memajukan pisaunya ke leherku, semua orang berteriak melihat situasi ini.

"Pakai baju apa anak saya, katanya kamu liat." tanyanya yang membuatku benar benar diam tak berkutik, ini tidak seperti dugaanku.

Aku tidak mengetahui apa apa tentang pasien dihadapanku, kalian tau rasanya benar benar gugup saat ini. Bahkan lebih baik mati daripada menghadapi situasi membahayakan ini. Jantungku berdetak lebih cepat dari sebelumnya, aku benar benar tidak tahu harus menjawab apa. Jika salah jawaban bisa bisa situasi ku akan benar benar bahaya. Tak lama setelah itu notifikasi dari apple watch ku berdering. Aku segera mengeceknya dengan perlahan, ternyata Atika mengirimkan ku sedikit informasi yang berasal dari formulasi kasus.

t e m uTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang