6. Wisuda Sarjana Kedokteran

12K 1.3K 41
                                    

Jadi anak pejabat itu banyak plus dan minusnya. Termasuk hari ini, di hari yang baik ini aku sedang bersiap. Jangan mimpi akan di make up oleh make up artis terkenal ibukota. Tidak, terlalu berlebihan. Cukup di kamar di make up oleh Bude Galuh yang tangannya bak kuas yang bisa membuat lukisan cantik.

Iya, walaupun usianya sudah tidak muda. Bahkan di atas bunda, tangan dan gayanya masih kekinian. "Kamu ada jepit mawar nggak mbak?" Tanyanya.

"Engga Budhe. Tapi kayanya bunda punya Bros yang ukir ukir gitu. Calla tanya ya coba. Hehe." Aku langsung berteriak memanggil Daffa.

"Dek. Ambilin kotak bros bunda dong." Ucapku pada Daffa yang masih menggunakan singlet putih. Wajahnya semakin hitam eksotis.

"Apalagi?" Tanyanya sambil memutar bola mata. Daffa memang sedari tadi membantuku bersiap. Hari ini ia bisa mendapat IB khusus demi menghadiri wisuda kakak tercintanya.

"Udah adekku. Makasih ya cintaku." Ucapku pada Daffa yang cemberut.

Tidak lama Daffa kembali membawa kotak bros. Budhe Galuh memilih yang menurutnya paling bagus.

"Nah cantik kan nak. Pasti pacarmu pangling nanti." Aku tersipu. Haduh budhe  pacar dari Hongkong.

"Hehehe Calla masih jomblo Budhe." Budhe terkesiap.

"Heh cantik gini jomblo? Coba mas-masmu pada jomblo. Udah budhe jadikan kamu mantu nak." Aku terkekeh, menatap ke arah kaca. Gila sih tangan budhe Galuh. Make up-nya natural dan kekinian. Aku jadi percaya diri.

"Hehe Calla tuh nggak mau punya suami tentara budhe." Protesku.

"Pradika kan bukan tentara nduk." Aku menggeleng.

"Calla takut. Mas Dika kan galak bude." Bude Galuh tertawa memelukku.

"Ya ampun nak. Kamu itu lucune, sayang ya mas mu Dipta nggak bisa pulang. Keluar yuk. Pasti pada pangling lihat kamu." Aku mengangguk. Keluar dari kamar, di ruang tengah sudah lengkap. Semuanya ikut merayakan hari bahagiaku.

"Ya Allah cantiknya bidadari ayah ini." Aku langsung memerah. Di puji ayahku sendiri saja aku langsung merah seperti tomat. Apalagi di puji sama Mas Fathur huaaa. Bisa langsung pingsan aku dek.

"Apaan ayah tu." Bunda senyum.

"Budhe Galuh tangannya memang ajaib ya mbak. Makasih ya budhe udah buat anak perempuannya jadi cantik gitu." Budhe Galuh mengangguk.

"Cita-cita terpendam. Soalnya anak ku kan semua laki-laki." Bunda tersenyum. Budhe Galuh sudah di rumah saja. Karena memang Pakde Galih sudah pensiun dan meneruskan praktek mandiri di depan rumah beliau. Selain itu Pakde Galih kembali di pekerjakan di RST di Suroto itu.

Bang Dipta itu keluarganya juga tajir melintir. Punya rumah sakit di bagian barat sana. Asal dari rumah Pakde Galih. Rumah sakitnya besar dan banyak pasien.

Kata Pakde Galih, besok kalau aku bingung kerja dimana. Ia bisa merekrut ku untuk menjadi dokter di sana. Sudah mencicil lega dengan candaan Pakde Galih.

Kami berangkat menuju Graha Saba Permana. Tempat di mana kami dikumpulkan saat masuk dan keluar dari kampus UGM.

Begini lah kiranya kalau ayah mau berpergian ke luar dari rumah dan daerah.  Jujur risih di kawal mirip presiden. Ada suara klakson yang menakuti orang lain.

Tapi ini demi keselamatan ayah. Orang penting di angkatan darat. Siapa yang tak kenal ayahku. Kami berangkat dengan dua mobil. Karena tidak muat untuk membawa Uti dan kakungku jika hanya membawa mobil dinas.

Bahkan bunda saja mendapatkan Aspri, tahu apa Aspri? Asisten pribadi dari tentara. Semacam ajudan yang seorang kowad.

Jadi sudah tahu kan bagaimana ribetnya jika ayah pergi. Maka satu gambreng rombongan juga pergi pula.

CINTA CALLA SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang