46. Malam Midodareni

9.1K 1.3K 62
                                    

"Dihadapan Ayah, Buk e dan Mbah Kakung yang adek cintai. Yang adek sayangi. Ijinkan Adek bersimpuh di hadapan Buk e ayah dan Mbah Kakung untuk menghaturkan untaian rasa terima kasih yang begitu besar untuk buk e dan ayah juga Mbah kung. Adek juga memohon maaf apabila selama dua puluh tujuh tahun ini banyak melakukan kesalahan-kesalahan yang membuat kalian begitu kecewa.

"Adek memohon maaf atas segala waktu yang tak banyak kita lewati bersama. Untuk bakti yang belum bisa adek tunaikan. Terima kasih untuk segala cinta kasih keringat yang ayah dan buk e keluarkan untuk adek. Terima kasih untuk segala waktu yang Mbah kung luangkan untuk menjemput adek setiap pulang sekolah. Untuk setiap waktu yah Mbah kung berikan untuk adek. Menemani adek ketika adek jauh dari buk e pak e dan mas Pradika.

"Di sore hari ini adek bersimpuh untuk meminta restu dan doa dari kalian semua. Karena besok adek akan meminang perempuan pilihan adek yang begitu adek sayang, orang yang selalu ingin adek lindungi, orang yang selalu menemani hari adek. Orang yang tidak langsung selalu menemani perjuangan adek, yaitu Cinta Calla Senja."

"Adek meminta doa restu, agar nantinya pernikahan adek lancar. Selalu mendapat kebahagiaan dan berkah dari Allah SWT. Semoga adek bisa menjadi teladan bagi istri dan anak adek nantinya. Semoga keluarga adek menjadi keluarga yang sakinah mawadah warohmah."

"Anakku Pradipta, sungguh senang hati buk e ketika kamu memilih perempuan yang tepat untuk mendampingi mu. Ibuk menerima permintaan maafmu. Sungguh selama ini tidak sekalipun kamu membuat kami sedih ataupun kecewa. Kamu selalu menjadi anak yang mandiri dan bisa bertanggung jawab atas pilihan mu sendiri. Ibuk dan ayah akan selalu mendoakan agar kelak pernikahan kamu dengan dek Calla bisa abadi penuh kebahagiaan cinta dan kasih sayang. Seperti janji persahabatan yang selalu kalian ucapkan. Bahwa kalian akan selalu menjaga sampai nanti. Sampai akhir hayat. Ibuk merestui kamu dan Calla Senja." Ibuk meneteskan air mata saat menyampaikan isi hatinya.

"Cucu Mbah kung yang tercinta, doa Mbah kung akan selalu tercurah untuk kamu dan Calla. Semoga bahtera cinta kalian berlabuh dengan penuh suka kebahagiaan." Aku memeluk semua orang yang ada di depanku. Saat memeluk buk e beliau menangis begitu tersedu.

"Anak buk e pasti akan selalu bahagia. Teruslah jadi penguasa dalam hal kebaikan ya dek. Buk e mendoakan setiap langkah yang kamu pilih." Aku mengangguk. Memeluk lagi buk e.

Selanjutnya kami melakukan serangkaian adat Jawa. Siraman, jual dawet, pemasangan ketepe.

Haru kembali terjadi saat Buk e mengguyur tubuhku dengan air kembang. Dan saat pak e menggendong aku seperti bayi. Sorak terdengar diantara tamu undangan.

Aku benar-benar akan menikah. Iya.
Kami melanjutkan acara. Di tradisi orang Jawa menerima tamu tetangga dekat dan kerabat sudah biasa.

Hingga menuju malam kami bersiap untuk ke rumah Calla. Ada prosesi Midodareni. Dan juga lamaran dan pasrah tukon. Aku dari pihak lelaki membawa banyak seserahan untuk Calla dan keluarganya. Mulai dari sayur mayur sembako perlengkapan mandi baju dan lain-lain.

Kami datang menggunakan pakaian batik. Buk e dan para perempuan di padu dengan brukat.

Tidak perlu mobil apalagi pesawat. Hanya jalan kaki saja sudah cukup. Kami sampai di depan gang rumah Calla. Terlihat jalanan sudah di sulap untuk menjadi tempat pernikahan kami esok hari.

Selain di sini, Ayahku dan ayah Calla sepakat untuk menggelar resepsi pernikahan di Royal Ambarukmo. Tentu mengundang para petinggi Angkatan Darat.

Pernikahan ini tidak main-main, apalagi posisi ayah Calla yang sebentar lagi akan menjadi seorang Pati di Mabes. Entah apa nanti jadi yang jelas sudah di depan mata. Di tambah Calla adalah putri mantan danrem Pamungkas, juga mantan Pangdam Diponegoro.  Cucu dari mantan Kapolda DIY, dan gubernur Akpol. Jelas saja undangan esok tak hanya sedikit.

Bisa juga di sebut royal wedding. Sedangkan untuk teman-teman SMP SMA kami memilih lokasi yang lebih santai. Bukan kami, lebih tepatnya aku. Aku yang memilih. Calla sama sekali tak mau tahu persiapan pernikahannya.

Sampai di depan tarup aku di sambut dengan senyuman oleh bunda dan ayah. Suara MC terdengar menyambut keluarga kami. Lampu flash kamera menyambut pula kedatanganku.

Di tangan bunda bina sudah ada segelas air putih yang di suapkan kepadaku. Wajahnya begitu cantik. Tersenyum begitu manis.

Sambutan demi sambutan dilalui. Hingga tiba saat ayah Aksa bangkit. Ia tersenyum membaca satu kalimat pertama di kertas yang ada di depannya.

Namanya catur Wedha. Sebuah wejangan bagiku calon suami untuk anak peemuan ayah.

"Putraku, ananda Pradipta yang tercinta." Aku sudah bisa melihat kaca-kaca di ujung matanya. Aku tahu bahagia dan sedihnya ayah hari ini.

"Sebagai bekal berkeluarga, Ayah Bunda akan memberi empat nasehat atau wejangan yang biasa disebut Catur Wedha. Inilah nasehat kami." Aku yang berdiri di samping ayah mengangguk.

"Pertama." Begitu lama untuk melanjutkan kalimat selanjutnya. Bunda yang ada di samping ayah mengusap bahu suaminya.

"Engkau telah menetapkan diri untuk hidup berkeluarga dengan putri kami. Maka segala tindak-tandukmu harus bersikap dewasa. Jangan seperti saat masih perjaka. Juga istrimu harus mengerti kalau sudah ada yang melindunginya."

"Kedua." Ayah Aksa menjeda kalimatnya.

"Hormatilah mertuamu bagaikan orangtuamu sendiri, sebab kami juga menganggap engkau sebagai anak kami sendiri."

"Ketiga"

"Hidup bermasyarakat wajib mematuhi hukum negara, menghormati dan mengasihi sesama agar menemukan hidup bahagia."

"Ke empat."

"Bertakwalah kepada Allah Swt, Tuhan Pencipta Alam Semesta dan jauhilah laranganNya sesuai dengan agama yang kau anut. Niscaya engkau akan menemukan kegembiraan dan kemuliaan serta dapat menjadi teladan bagi sesama untuk menuju kejayaan nusa dan bangsa."

Setelah membacakan empat butir catur Wedha ayah menyerahkan bingkai. Isinya adalah tulisan tangan beliau. Catur Wedha yang di tulis dengan tulisan latin. Selanjutnya aku di peluk beliau.

"Jagalah Calla dalam hidupmu. Jaga ia dengan nafasmu. Dengan hidupmu, ayah percaya kamu." Aku mengangguk. Mengusap punggung ayah.

Selanjutnya buk e dan para perempuan di perkenankan masuk ke dalam rumah. Menengok Calla. Aku tidak boleh menengok, hanya yang perempuan saja. Tapi aku bisa melihat dari layar di depan pintu. Menampilkan buk e yang sedang memeluk calon mantunya. Berbalut kebaya warna hijau tosca dengan jilbab senada.

MC menyuruhku untuk memastikan. Apakah Calla sudah siap menjadi istriku esok hari. Gemetar yang aku bisa sekarang.

"Selamat malam manis. Malam ini aku kembali datang. Tidak seperti malam malam sebelumnya yang kita isi dengan canda tawa di ayunan itu." Aku melihat ayunan di sisi taman rumah Calla.

"Bukan juga datang untuk mengajakmu  nonton film seperti biasa. Bukan juga untuk mengajakmu menikmati malam dan lampu di alun-alun. Tapi malam ini aku kembali datang untuk kembali memastikan. Sudah siap kah untuk esok hari? Untuk persahabatan kita yang akan segera bermuara pada sebuah pernikahan. Siapkah untuk perjalanan selanjutnya. Menjadi istriku, bukan istri seorang yang kaya raya. Bukan pula pemilik rumah mewah di Prawirotaman. Bukan juga pengusaha yang uangnya tidak pernah habis.

"Aku hanya laki-laki biasa. Seorang tentara yang terus berusaha menjaga negara dan kamu. Aku juga hanya memiliki sepetak rumah dinas milik negara yang akan kembali saat nanti aku sudah bukan lagi seorang tentara. Aku akan menjaga kamu dalam nafasku, seperti pesan ayahmu. Jadi Calla? Sudah siap jadi istirku?"

Aku melihat ayah Aksa yang menunduk dan tersenyum begitu pun dengan Bunda. Aku akan membahagiakan Calla, sekuat ku. Aku akan menjaganya dengan nafas ini.

🌻🌻🌻

Terima kasih
Selamat malam Minggu 😍

CINTA CALLA SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang