20. Wisjur, Hijab dan Tamparan Gita

10K 1.2K 41
                                    

Mencari satu manusia di antara manusia yang lain dengan baju yang sama adalah hal yang sulit. Bunda berjalan paling depan di ikuti ayah dan aku. Mencari manusia tegap yang entah menghilang kemana. Dengan seragam warna biru mataku melihat seorang laki-laki bertubuh tegap dengan topi pet. Kulitnya yang dulu putih kini hitam karena sinar matahari.

Begitu dekat, bunda langsung memeluk anak itu. Dan luruh sudah tubuhnya sujud ke kaki Bunda. Ayah mengusap punggung anak kecil ini. Bangkit dan kembali memeluk Bunda. Kulihat Daffa menangis memeluk Bunda.

"Makasih Bun. Untuk segala doa , cinta, kasih sayang untuk adek. Adek berhasil melewati semua ini. Tinggal menjalani lagi yang nanti akan datang, adek minta doanya ya Bun. Supaya adek kuat dan selalu sehat. Adek janji, akan buat nama bunda dan ayah di sebut lagi di istana esok. Tiga tahun delapan bulan lagi." Bunda mencium wajah Daffa dan memeluk Daffa lagi. Empat bulan tidak bertemu Daffa membuat Bunda uring-uringan setiap harinya. Dan kini rindunya terbalaskan.

"Kamu yang terbaik dek. Bunda akan selalu doakan adek di setiap waktu bunda. Makasih ya dek, sudah kuat buat bunda. Bunda kangen"

Aku bisa melihat senyum bangga ayah. Saat memeluk Dek Daffa. Aku juga melihat setitik air mata bangga dari seorang ayah untuk putranya. Mungkin itu yang Oma dan opa ku rasakan dulu saat ayah berada pada posisi sama seperti Daffa. 

"Ayah nggak mau ngomong apa-apa lagi. Pasti Daffa sudah tahu. Selamat anak ayah." Yang menangis malah Daffa. Selalu begini. Dalam setiap perjalanan sekolah Daffa. Ada tangis saat melepas ataupun menyambut.

"Daffa akan jadi yang Daffa ingin yah. Dengan doa dan restu ayah sama bunda." Ayah mengusap rambut gundulnya.

"Ayah bangga sama kamu. Teruslah jadi pelindung kami yang mempunyai adab yang tinggi. Mandiri dan selalu kreatif ya nak. Teruslah berusaha jadi yang nomor satu." Daffa mengangguk. Ayah masih memeluk Daffa dalam. Pasti rindu berat sama anaknya ini.

Saat ayah mengurai pelukan. Aku langsung tersenyum. "Mbak Calla apa kabar?" Mengangguk.

"Baik. Selalu baik. Sehat kan?" Iya mengangguk.

"Alhamdulillah." Daffa tidak tahan lagi. Akhirnya memelukku.

"Kuat selalu ya Mbak. Makasih udah jagain Bunda dan ayah."

"Iya. Selamat ya Dek. Empat bulan awal terlewati dengan baik. Sisanya juga harus lebih baik ya dek. Mbak akan selalu hadir di momen-momen indah mu. Mbak akan jadi saksi hebatnya adekku ini." Daffa senyum. Kalau melihat Daffa hawanya hanya ingin menangis di bahunya. Tapi aku harus kuat tanpa membebani Daffa.

Bahkan masalah bang Dipta harus ku simpan rapat agar ia tak terlalu berfikir berat. Uti dan Kakung akhirnya sampai setelah di tuntun Mbak Caca dan Om Andi.

Daffa langsung memeluk Uti dan Kakung. Kami foto di tengah lapangan. Mengabadikan momen penting awal karir Daffa sebagai seorang militer.

Aku membagikan foto tersebut di sosial media.

Fotoku dan Daffa yang terlihat lebih tinggi dariku. "Proud of you my little brother. Selamat Prajurit Taruna Daffa Adnyana Yuddhaga. Tetap semangat dan selalu rendah hati❤️"

Daffa tersenyum ke arah handphonenya. "Siap. Terima kasih bang. Daffa akan ingat selalu." Ku lirik sebentar, ternyata ada orang yang sedang marah padaku. Syukurlah, setidaknya Bang Dipta tidak marah dengan Daffa.

Bang Dipta, harusnya kita ada di sini. Dan Daffa ada di tengah untuk berfoto. Tapi apalah daya. Semoga Abang sehat ya. Calla kangen.

🌻🌻🌻

Jarang sekali bisa quality time bersama bunda di mall. Masih tetap di lingkungan Jogja saja. Sekedar mencari pelipur lara di Hartono Mall.

CINTA CALLA SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang