22. Menemui Dipta

9.8K 1.2K 102
                                    

Air mata terus menggantung di pelupuk mata Cinta Calla Senja. Perjalanannya pagi ini terasa berbeda. Pada ketinggian tiga puluh enam ribu kaki di atas permukaan laut. Tubuhnya ada pada pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA200 tujuan Yogyakarta-Jakarta. Tetapi hatinya menerawang jauh ke rumah sakit pusat angkatan darat Gatot Subroto. 

Begitu sampai di Jayapura, Dipta mendapat penanganan pertama. Langsung di bawa ke rumah sakit pusat angkatan darat di Jakarta.

Keadaan hati Calla dengan keluarga Dipta belum juga pulih. Tapi Calla dengan tulus ingin sekali menengok Bang Dipta. Ia akan lega saat melihat Dipta  sehat begitu keluar dari ruang operasi.

"Permisi Mbak, ada yang bisa saya bantu?" Calla tersadar dari lamunannya saat suara lembut seorang pramugari bernama Azalea membangunkannya dari sebuah lamunan.

"Oh nggak Mbak. Terima kasih, saya cuman melamun." Calla dengan cepat mengusap air matanya. Ia bahkan ragu kalau hatinya baik saja. Ia takut nanti keluarga Dipta tidak menerimanya.

"Baik. Kalau begitu saya permisi dulu. Jika membutuhkan bantuan bisa menghubungi kami, saya atau Mbak Irene ya." Calla mengangguk. Tersenyum pada FA bernama Azalea  dengan senyum manis tulus tanpa di buat.

Apa Calla harus menjadi pramugari yang selalu tersenyum ketika keadaan apapun. Huh Calla lelah dan ingin terpejam. Berharap saat di darat ia sudah kembali pulih dan tidak lagi sakit hati.

Guncangan Calla rasakan saat pesawat akan mendarat di bandara Soekarno-Hatta Jakarta. Calla berjalan tak tentu arah. Bahkan ia kesini tanpa persiapan.

"Permisi ada yang bisa saya bantu mbak?" Calla menoleh. Tersenyum pada FA yang ia jumpai tadi di dalam pesawat.

"Mbak mau tanya dong. Saya mau ke RSPAD Gatot Soebroto. Saya harus naik kendaraan apa ya?"

"Ada jalur DAMRI untuk ke sana. Ada juga kereta bandara. Maaf dengan mbak siapa?"

"Calla." Jawab Calla cepat.

"Baik Mbak Calla. Apa Mbak Calla perlu kami antar ke terminal bandara." Calla terus melamun bahkan untuk mendengar ucapan pramugari tersebut Calla hilang konsentrasi.

"Mbak Calla." Tangan lembut pramugari Azalea memegang pundak Calla.

"Eh iya. Mba maaf saya kurang konsen. Kalau taksi ada Mbak?" Azalea tersenyum.

"Ada Mbak. Bisa pesan via online. Atau mau saya pesankan?" Calla menggeleng.

"Oh Nggak perlu Mbak. Terima kasih banyak Mbak Azalea. Senang bertemu dengan Mbak Azalea." Azalea pamit. Calla masih bingung dan berdiri pada tempatnya.

Hingga tepukan kedua mengagetkan Calla lagi. Kini Calla menyipitkan matanya. Mencoba mengingat siapa laki-laki di depannya ini.

"Calla Senja kan. Anak perempuannya Pak Aksa?" Calla mengangguk.

"Saya Dimas." Calla ingat sekarang. Ini dia seorang pilot RI satu yang tak pernah pulang.

"Oh kak Dimas. Iya saya ingat, ayah pernah cerita. Selesai terbang kak?"

"Ah tidak saya ada urusan mengantar teman tadi. Kebetulan setelah ini saya kosong. Bagaimana kalau saya antar dek Calla ke tujuan?" Calla menimbang lagi.

"Pilot RI 1 kan sibuk kak. Saya tidak mau menganggu jadwal kakak." Dimas malah tersenyum. Dimas memiliki perawakan tinggi. Gantengnya tidak perlu di ragukan lagi.

"Ah dek Calla bisa saja. Saya bukan pilotnya. Saya masih co-pilot, anyway saya tidak sibuk. Jadi mari saya antar. Saya akan telfon pak Aksa. Kalau anaknya bersama saya." Calla langsung menghentikan tangan Dimas yang mengambil ponselnya.

CINTA CALLA SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang