54. Ibu dan Ayanda

11.5K 1.3K 108
                                    

Aku meloncat kaget saat mengingat ini jam berapa. Jam dinding sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Aku langsung mengambil ikat rambut dan berlari ke bawah.

Semuanya kosong, aku menuju teras rumah. Semuanya sedang melepas Daffa kembali ke Akademi Militer.

"Heh anak kecil jahat kamu nggak pamit sama Mbak." Teriakku membuat semuanya menoleh. Daffa nyengir kuda. Kembali turun dari mobil dinas ayah.

"Hehe maaf. Daffa pamit ya mbak. Nggak enak lama-lama sebelahan sama kamar pengantin baru. Berisik." Aku mencubit lengannya.

"AW AW AW sakit mbak ampun. Daffa seneng. Semoga ib bulan depan ponakan Daffa udah jadi ya Mbak." Kini kepalanya yang ku poles.

"Anak kecil tau apa sih." Geramku. Ayah melerai kami. Hingga aku benar-benar sedih lagi di tinggal Daffa seperti biasanya.

"Hati-hati, jangan lupa sholat minum vitamin sama air putih dek. See you soon." Daffa memelukku.

"I'm happy for you mba. Senyum terus bahagia terus ya. See you on December." Aku mengangguk.

Melambaikan tangan ke arah Daffa. Mas Dipta merangkul ku.

"Udah-udah masuk yuk."

"Capek banget ya nduk jam segini baru bangun."

"Maaf Bun."

"Gapapa, bunda mah paham manten baru." Aku meringis.

"Jangan lupa, kalau keluar pakai jilbab. Dipta ganas banget ya?" Bunda senyum usil ke arahku.

"Bundaaaaaaaa." Bunda berlari dengan gelak tawa yang tak bisa ia tahan.

"Dek. Sarapan di rumah buk e yuk. Buk e masak enak kesukaan kamu katanya." Aku mengangguk. Berpamitan dengan ayah bunda dan Uti yang ada di teras. Cukup berjalan kaki juga sudah sampai.

Aku mengucap salam, lalu masuk mengikuti Mas Dipta.

"Nah ini anak baru nongol." Di meja makan sudah berkumpul ramai keluarga besar.

"Ya maklum Buk e. Namanya juga manten anyar. Hawanya mau duaan terus buk." Mulut Pradipta memang harus ku beri lakban agar diam.

Semua yang ada di meja makan tertawa. Buk e mengambilkan aku nasi dan lauknya.

"Yang banyak nduk. Biar agak gemuk dikit." 

"Alah bentar lagi juga gemuk dia buk. Perutnya." Aku langsung menginjak kaki Bang Dipta di sampingku.

"Malu Mas." Bisikku. Dia hanya nyengir.

Aku melihat ke arah Mbak Shinta dan Mas Pradika. Mereka terasa aneh menatapku.

Selesai makan aku langsung ikut membereskan piring kotor. "Biar aku aja Mbak Shinta."

"Jangan cari muka ya Calla. Jangan harap kamu bisa jadi mantu kesayangan buk e di sini." Derrrr...

"Maksudnya mbak?"

"Jangan harap kehadiran kamu di sini bisa menggeser aku buat jadi mantu kesayangan ibu. Awas aja sampai ngadu." Mbak Shinta meninggalkan aku di dapur sendiri.

"Di rumah ini hanya Pradika yang jadi tuan di rumah ini. Pradipta hanya orang asing yang merebut kebahagiaan Mas Dika.

"Maksud Mbak Shinta apa? Aku nggak paham."

"Sejak kecil kehadiran Dipta merusak kebahagiaan Dika Calla. Sampai sekarang. Dan kami nggak bisa terima itu semua."

"Cukup Mbak. Jangan membuat istriku juga membenci aku. Cukup kalian. Ayo dek kita keluar." Aku masih bingung dengan keadaan rumah ini yang sebenarnya.

"Ada apa mas sebenarnya." Tanyaku penasaran.

"Please dek. Jangan sekarang." Mas Dipta menarikku keluar.

"Lho mau kemana Dip." Buk e menahan Mas Dipta yang wajahnya sudah memerah.

"Semua masih sama buk. Nggak ada yang bisa menerima kehadiran ku di sini. Kesemuan dari kemarin udah bikin aku muak buk. Cukup mereka yang membenci aku. Jangan sampai istriku sendiri juga membenci ku." Keaadaan semakin panas.

"Sekalian juga Buk. Biar Calla tahu biar Calla ngerti betapa bobroknya keluarga kita karena aku."

"Mas udah. Kita ke rumah ayah aja ya." Bujukku.

Mas Dipta langsung menarik aku keluar dari rumah ini. Begitu sampai rumah ia langsung naik ke atas. Aku langsung berlari menyusulnya.

"Mas" aku menyandarkan kepala ku pada bahunya.

"Aku nggak tahu masalahnya apa. Tapi yang jelas aku nggak akan pernah membenci kamu mas." Mas Dipta menoleh.

"Makasih. Makasih dek." Aku memeluk suamiku. Hatiku juga ikut sedih saat melihat wajah Mas Dipta murung.

"Maaf dek. Aku nggak bisa kontrol emosi ku. Aku takut kamu benci sama aku. Aku takut kamu ninggalin aku." Aku mendongak menatap wajahnya.

"Kita keluarga mas. Aku juga harus merasakan bahagia maupun sedih mu. Aku juga akan selalu ada buat kamu. Jangan sedih ya." Dia mengangguk. "

"Ada aku yang selalu percaya kamu mas. Ada ayah bunda, buk e pak e, Daffa, Simbah Uti Kakung. Aku yakin mereka sayang sama kamu. " Mas Dipta memeluk aku lagi.

"Kapan kamu mulai intership?"

"Pertengahan bulan depan." Jawabku.

"Cutiku masih satu Minggu. Beri aku satu Minggu untuk mengenal kamu sebagai kekasihku. Dan biarkan aku masuk dalam hati mu call." Aku mengangguk.

"Beri tahu aku apa yang kamu suka. Beri tahu aku apa yang nggak kamu suka mas. Agar aku bisa tahu apa yang harus ku lakukan. Apa yang tidak ku lakukan. Aku akan terus belajar mencintai kamu." Mas Dipta tersenyum.

"Nah gitu dong. Kalau senyum tambah ganteng." Aku mencubit hidungnya.

"Aku memang ganteng dari lahir sayang." Tubuhku langsung kaku. Dia bilang sayang saja aku bisa kaku seperti ini.

Dia berdiri mengambil dompet lalu menyerahkan sebuah kartu.

"Terima ini dek. Ini nafkahku sebagai seorang suami. Tidak semua ku simpan di sini. Kita harus menghemat untuk biaya lain-lain. Aku ingin punya rumah sendiri. Aku ingin sekolah lagi dek. Aku ingin jadi Jendral seperti ayah dan pak e. Dan aku ingin melihat kamu jadi dokter spesialis seperti mimpimu."

"Ikhlas kan aku juga menyimpannya sendiri?" Aku mengangguk.

"Terima kasih mas. Kamu laki-laki. Imam di keluarga kita. Walaupun katanya uang suami adalah uang istri. Tapi kamu juga harus punya pendirian sendiri. Tapi jangan sampai kamu hancurkan kepercayaan ini."

"Tak akan dek. Sumpah demi Allah aku mencintaimu. Tak akan ku sakiti hatimu dek." Aku mengangguk. Mas Dipta mendekat ke wajahku.

"I love you Calla." Bisik Mas Dipta di sela ciuman kami.

Aku memejamkan mata. Meresapi setiap sentuhan tangan suamiku. Aku sudah memastikan tentang hatiku. Rasanya untuk mencintai kamu hanya butuh waktu sebentar. Tapi selamanya aku akan terus mencintai kamu.

"I love you more Mas Dipta." Mas Dipta tersenyum. Kembali memagut bibirku. Aku membalasnya penuh cinta.

Kami menuju kebahagiaan bersama. Mas Dipta mengelus perut rataku.

"Semoga kamu lekas hadir ya nak. Menambah kebahagiaan ibu dan ayanda di sini. Dan kita akan belajar cinta bersama nak." Mas Dipta mencium perutku. Lalu kembali mencium keningku.

Tak terasa air mataku menetes.  Semoga lekas hadir malaikat kecil di antara kami. Agar kebahagiaan kami terasa lebih lengkap. Dan benar, kita akan belajar cinta bersama-sama.

Lekas hadir ya nak. Ibu dan ayanda menunggu kamu.

🌻🌻🌻

Halow gais. Siap menemani weekend nih

Btw minta doanya teman-teman semua. Hari ini Adiku tes psikotes untuk daftar TNI AL. Semoga rezekinya lolos ya ❤️❤️

CINTA CALLA SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang