3. Rabu Bersama Ayah

14K 1.4K 50
                                    

Perjalanan sepanjang 42,6 km sudah ku tempuh dengan selamat. Yudisium sudah ku lewati siang tadi. Tinggal menunggu jadwal wisuda bulan depan.

Dan hari ini, aku pulang ke rumah ketiga ku. Kemana lagi kalau bukan ke Magelang, ke rumah dinas ayah. Rumah pertama adalah rumah di Sagan, rumah kedua adalah Calla Florist.

Membawa setumpuk kain brocade dan batik. Rencananya akan di jahit seragam untuk wisudaku nanti di salah satu warga Panca Arga Akmil.

"Mbak Calla kok nggak minta di jemput saja." Aku tersenyum.

"Eh Om Andi, nggak papa. Ini kan sudah sampai. Ayah di dalam om?" Tanyaku pada Om Andi. Ajudan ayah di sini.

"Siap di dalam mbak. Sedang istirahat makan siang bersama ibu." Aku mengangguk.

"Oke om, Calla masuk ya." Pamitku. Masuk ke dalam rumah hijau yang kesekian ku tinggali.

Rencananya aku akan menginap, karena besok ada pekerjaan pagi. Dekorasi lamaran di Panca Arga II. Salah satu pengasuh Akmil akan melangsungkan lamaran putrinya di sini.

"Assalamualaikum." Sapaku begitu masuk ke rumah ini. Di ruang tamu ada terpajang foto keluarga kami. Dan ada foto ayah bersama taruna akademi militer dulu. Juga foto pedang pora pernikahan Ayah dan Bunda.

"Waalaikumsalam." Bunda muncul dari ruang keluarga. Langsung memelukku.

"Kok cepet. Ngebut ya tadi. Makan yuk, bunda masak orek tempe request ayahmu." Aku tersenyum. Semangat berjalan ke arah meja makan.

"Yah." Sapaku pada ayah. Beliau langsung bangkit.

"Lancar kan yudisiumnya?" Aku mengangguk.

"Alhamdulillah lancar. Ayah kok baru makan siang. Ini sudah sore." Ucapku.

"Kan tadi ada giat. Nanggung, makan yuk temenin ayah." Aku mengangguk. Bunda mengambilkan nasi.

"Ayah jangan telat makan dong. Nggak baik buat lambung ayah. Apalagi kegiatan ayah padat. Nanti kalau sakit, kita jauh. Kasihan bunda yah." Ucapku mengingatkan ayah. Aku begitu sedih melihat ayah yang sedikit kurus sekarang.

"Kan ayah harus selesaikan semua lebih cepat. Ayah mau ambil cuti tahunan buat wisuda mu." Aku diam. Menatap orek tempe yang sudah separuh habis di piringku.

"Minggu depan Calla sudah mulai koas yah. Di percepat sengaja sebelum wisuda." Ucapku pada ayah. .

"Bagus dong mbak. Kan jadi bisa cepat selesai. Terus nikah deh."

"Uhukkkk." Bunda langsung memberikan aku minum.

"Pelan-pelan mbak." Bunda mengingatkan ku.

"Kan Mbak Calla jomblo yah." Ucapku membuat ayah tersenyum.

"Di luar sana banyak itu mbak. Di Mess perwira juga banyak yang masih bujang. Tinggal pilih." Aku langsung mencebikan bibir.

"No. Mbak Calla nggak mau punya suami tentara." Jawabku penuh penekanan.

"Kenapa Mba? Banyak sekali lho sekarang yang ingin punya suami TNI." Aku mendesah kesal mendengar pertanyaan bunda.

"Ya kan mereka Bun. Bukan mbak. Mbak nggak mau. Nanti anak aku juga kaya aku kecil dulu. Nggak pernah di ambilkan raport sama ayahnya. Ayahnya nggak pernah datang ke pentas anaknya." Jelasku.

"Ayah datang kok." Ayah protes.

"Iya sekali aja kan ayah datang." Protesku. Ayah tertawa.

"Maaf, kan namanya juga abdi negara mbak. Lebih baik jadi abdi negara dari pada pengabdi mantan." Aku langsung diam. Ayah menaik turunkan alisnya.

CINTA CALLA SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang