30. Curahan Hati Dipta

11.4K 1.2K 57
                                    

Ting Ting Ting.....

Aku menyalakan klakson sepedaku tepat di bawah balkon kamar Calla.

"Calla ayo main." Panggilku seperti belasan tahun silam. Saat aku masih duduk bangku sekolah dasar dan Calla masih begitu kecil. TK mungkin.

Ting.... Ting... Ting.....

Tak lama pintu balkon terbuka, Calla dengan wajah bantalnya keluar.

"Hai. Calla ayo main." Aku melihat kejengkelan di wajahnya. Ia lantas menutup pintunya. Tak habis akal aku langsung masuk dan naik ke kamarnya.

"Ayo main." Teriakku.

"Ngapain sih masih pagi." Keluhnya yang kembali ke dalam selimut.

"Ayo Calla. Masa nggak mau." Aku menarik Calla hingga ia bangkit. Ia masuk ke kamar mandi. Mungkin gosok gigi dan cuci muka.

Benar saja. Calla keluar dengan wajah yang basah. "Ngapain sih ganggu banget." Aku menggeleng lantas menarik tangan Calla yang pagi ini memakai baju tidur motif kaktus dan jilbab pet seperti kowad warna krem.

"Ayo ikut." Kami sudah ada di depan sepada milikku.

"Naik. Kita nostalgia masa kecil." Calla mengalah. Naik ke belakang sepedaku dan berdiri.

"Siap Bu dokter? Lets go." Aku mengayuh Semangat sepeda keliling perumahan ini. Lanjut menuju lembah UGM. Berbelok melewati kampus UGM yang di tanami pepohonan tinggi.

"Calla udah maafin Abang kan?" Aku membuka suara.

"Hmmm."

"Yang ikhlas dong."

"Iya Calla udah maafin Abang." Aku tersenyum.

"Nah gitu dong."

"Emang kamu udah kuat ngayuh kok nyepeda sejauh ini." Aku senyum. Jelas kuat lah. Di selingkuhi aja aku kuat kok Calla.

"Kuat. Enteng. Wong di tinggal selingkuh aja aku kuat. Apalagi cuman ngayuh sepeda gini. Gampil." Candaku. Aku tidak bisa melihat wajah Calla. Tapi yang jelas aku mendapat jitakan di kepalaku.

"Nggak sopan banget sama yang lebih tua Mbak." Protesku. Kini Calla yang tertawa.

Aku terus mengayuh sepeda sampai kembali ke rumah. Olah raga kakiku sudah cukup. Aku dan Calla duduk di ayunan kayu depan rumah Bina. Melihat pekerja Bina sedang sibuk menata bunga, memotong dan merangkai bunga. Ada juga yang sedang membentuk sterofoam menjadi gunungan dekor pengantin.

"La, Calla?" Panggilku.

"Hmmm." Jawabnya.

"Aku minta maaf ya La. Aku buta , aku nggak tahu lagi mau ngomong gimana ke kamu." Calla malah tersenyum miring.

"Omongan kamu itu kaya buaya tau nggak bang. Yang udah makan mangsanya, terus ngerayu yang lain."

"Yah Calla, namanya juga usaha." Ucapku. Kepala Calla kini bersandar di bahuku.

"Jangan lagi kaya gitu ya Bang. Aku takut, aku takut kehilangan kamu. Aku takut jika luka itu kembali, Daffa nggak ada, kamu pun acuh ke aku. Sakit bang rasanya." Ku lihat Calla meneteskan air matanya. Aku mendekap erat Calla.

"Ngga akan lagi call, Abang akan ada buatmu. Abang akan berusaha jadi penghapus sedihmu. Sampai nanti ada tangan yang tulus untuk mengusap air matamu yang jatuh."

"Sekarang menangislah Calla, sekeras dan sepuasmu. Pukul Abang kalau itu bikin kamu lega." Bahunya berguncang begitu hebat.

"Mas Fathur udah nikah. Apa Calla memang nggak bisa bahagia?" Aku menggeleng, mengusap bahu Calla yang masih berguncang.

Jahat banget Dip, bahkan kamu udah janji nggak akan buat anak ini nangis. Tapi hari ini dia menangis tersedu di bahu ku. Aku terus merutuk diriku sendiri.

"La, tandanya dia bukan yang terbaik buatmu. Setiap manusia sudah ada jodohnya masing-masing. Begitupun kamu, hanya belum bertemu. Saat sudah saatnya nanti pasti kamu akan mendapatkan laki-laki terbaik dan beruntung. Kamu cantik Mbak, kamu baik, pintar, kamu mendekati sempurna. Jadi semangat ya, perlahan lupakan dan buka kembali hatimu." Calla hanya diam di bahuku.

"Aku takut nggak nikah-nikah."

"Hush. Ngomong lho asal jeplak kaya jepitan tikus."

"Ya aku makin tua bang." Jawabnya seperti kesal padaku.

"Jangan ngomong umur, aku juga lebih tua santai aja La. Take easy aja lah, percaya skenario Allah itu lebih baik. Jangan terlalu ngoyo, jalanmu juga masih panjang. Belum juga ada gelar dokter kok udah mau nikah. Nanggung la." Calla diam seperti mencerna ucapanku.

"Abang harus bahagia juga ya." Aku mengangguk.

"Pasti dong, kalau Calla mau langkahin Calla juga nggakpapa. Tapi Abang minta plangkah saham di aneka tambang ya." Calla malah terkekeh.

"Kalau calonku konglomerat ya bang. Kaya raya pewaris tahta gitu." Aku mengacak rambutnya. Menatapnya dalam.

"Bahagi itu nggak selalu tentang cinta Calla, sekarang harus tunjukin ke bunda dan ayah. Kalau kamu bisa berprestasi dulu. Ada banyak hal yang kamu harus kejar, kalau support system mah banyak. Iya kan?" Lagi Calla mengangguk. 

"Terus apa kabar hati Abang?" Aku menggeleng.

"Nggak apa-apa, biasa, sakitnya udah kemarin. Aku juga nggak mungkin nangis menye karena perempuan call. Karirku jadi TNI masih panjang. Aku masih muda masih kuat buat belajar. Aku harus sekolah dan sekolah terus. Harus jadi yang paling baik. Aku juga ingin jadi jendral seperti ayahku ataupun ayahmu. Dulu aku lulus Akademi memang bukan yang terbaik. Tapi aku punya versi yang terbaik menurutku sendiri. Aku punya mimpi yang harus aku kejar juga La. Aku ingin bergabung dengan pasukan elit PBB. Cita-cita setiap tentara La." Calla memelukku lagi.

"Sayang Abang deh. Semangat ya, pasti esok akan ada perempuan baik untuk abang, katanya jodoh itu cerminan diri, nah Abang baik. Pasti jodohnya juga baik, dan yang pasti bisa sayang sama aku dan Daffa dengan tulus. Iya kan." Aku tersenyum.

"Aamiin. Kamu juga ya La, harus bahagia, di tinggal menikah bukan akhir dari segalanya. Kamu masih bisa jadi dokter hebat, masih bisa jadi spesialis seperti mimpimu. Masih ada kehidupan panjang yang harus kamu perjuangan kan. Abang minta maaf atas semua yang terjadi kemarin. Abang janji akan jadi abangmu yang selalu ada di semua moment bahagiamu."

"Aku jodohin sama adek asuhku?"

Plakk. Tanganku langsung di pukul Calla.

"Nggak. Nggak mau sama tentara." Aku menahan tawa.

"Nanti kena karma kapok kamu Cal Calla. Lagian tentara kan hitz sekarang. Banyak banget yang antri jadi pendamping abdi negara. Apa mau yang kaya gimana?" Calla menggigit pundakku.

"Nyebelin, nggak Abang nggak ayah nggak bunda semua sama." Aku terkekeh.

"Atau sama Dimas aja itu, yang mukanya cakep banget glowing kaya minyak sunco. Dia pintar menerbangkan pesawat, kalau cuman terbangkan hatimu pasti bisa." Candaku.

"Sana pulang, abang ganggu aja deh." Calla beranjak. Aku tersenyum.

"Yaudah. Abang pulang, besok Abang udah balik Semarang ya. Jangan kangen, Abang usahakan datang ke sumpah dokter kamu." Calla berhenti dan berbalik.

"Tuh kan." Aku hanya melambaikan tangan.

Satu masalah sudah selesai, tinggal cari pengganti Gita yang akan mengisi jiwaku. Sabar Dip, nanti saat waktunya pasti dapat.

🌻🌻🌻

Selamat hari raya idul Adha.
Mohon maaf lahir dan batin.

Terima kasih sudah menunggu cerita ini. Nggak bisa apdet cepet kalau weekday tuh.

Insyaallah tiga hari ini akan hadir untuk kalian. Hehe

Calla udah lulus. Udah jadi dokter, kira-kira intership dimana ya?

Banyak bgt yang nebak kalau Calla bakalan sama Dipta. Kita tunggu aja, masih ada Dimas hehe

Yogyakarta,31 Juli 2020

CINTA CALLA SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang