38. Pernikahan Bukan Klitikan

10.1K 1.3K 52
                                    

Calla POV

"Mbak Calla sayang banget sama ayah. Ayah udah temenin Mbak Calla cari syarat. Tau nggak kemarin udah sampai mau menyerah."

Hari ini benar-benar quality time bersama Ayah. Tanpa ada Om Andi sebagai orang ketiga di antara kita. Hehe

"Ya apa sih yang enggak untuk anak ayah. Kemarin ayah mah ngetes aja, sampai mana batas perjuangan anak ayah."

"Hih ayah. Nyebelin." Kami sedang ada di perjalanan pulang dari kampus. Mengurus berkas str. Ini juga lebih penting. Perjuangan ku selama ini tidak boleh sia-sia."

Mataku berbinar saat ayah berbelok ke McD. Angin segar kentang goreng akan menikmati perjalanan ku pengajuan.

"French fries nya satu yang large, ice coffe jelly satu,  burger satu sama panas spesial satu ya mas." Ayah menatapku aneh.

"Habis kamu Mbak?" Aku mengangguk.

"Hehe. Iya dong habis lah cuman kecil." Kalau Drive thru sama ayah. Otomatis ayah  juga yang bayar. Yaaaa namanya juga masih dokter magang. Belum berpenghasilan. Syukur- syukur ini ada yang ngelamar.

"Jaga badan. Nanti baju nikahan nggak ada yang muat tahu rasa kamu mbak." Aku tertawa saja. Tidak terlalu ku fikirkan bagaimana pernikahan ku nantinya. Yang penting sah mata agama dan hukum Indonesia. Mencintai saja belum, baru belajar.

"Iya yah. Besok mbak diet. Kalau nggak lupa." Aku menerima semua makanan. Huaaa mekdi memang kecintaan ku. Kecintaan kita semua.

Sesampainya di Koramil ayah di sambut hormat tegap bapak tentara tempo hari. Coba kemarin aku berangkat bersama ayah. Pasti semuanya akan terasa mudah. Tinggal duduk dan semua beres. Kalau perlu semua bisa di wakilkan. Aku tinggal menerima buku nikah saja gitu lho. Hehe.

🌻🌻🌻

Aksa POV

Aku tersenyum bahagia saat melihat Calla dengan lahap memakan burger yang ada di tangannya. Kegemarannya masih sama, makanan cepat saji yang rasanya gurih membuat lidah ingin lagi dan lagi.

Aku tidak tega melihat wajahnya yang lelah dan sedikit sayu saat harus mengurus pengajuan nikah sendiri. Aku juga ingin mendampingi anakku. Ia masih tanggung jawab ku sebagai orang tua.

Mungkin hatinya begitu terguncang saat harus menerima kenyataan bahwa ia akan ku jodohkan. Bukan karena apa, karena aku begitu menyayangi Calla.

Tak lagi aku sanggup melihat nya terluka karena laki-laki. Tak sanggup pula aku melihat tangisan luka dan air mata Calla. Dia satu-satunya putriku. Aku bina dan Daffa begitu menyayanginya.

Entahlah ide itu muncul saja dalam mimpiku. Melihat Calla bersanding dengan Dipta si tetangga sebelah yang sudah seperti anak sendiri.

Sampai di Koramil aku di sambut ramah oleh danramil sendiri. Sembari menunggu Calla aku memilih mengobrol banyak hal.

Tidak perlu lama, tinggal senyum saja semua jadi. "Ini lanjut ke korem langsung to Pak Dar." Tanyaku.

"Ijin, harus ke kodim Jogja dulu Pak. Baru bisa lanjut ke korem."  Aku berpamitan. Begitupun Calla. Masuk mobil terlebih dulu. Calla sedang membalas pesan. Kulihat dia tersenyum sembari berjalan.

Dukkkk....

Aku menahan tawa, pura-pura tidak melihat kejadian barusan. "Hihhh ayah nahan ketawa ya. Ayah lihat ya?" Wajahnya di tekuk begitu lucu."

CINTA CALLA SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang