19. Pelukan Aksa

11K 1.3K 164
                                    

Merayakan ulang tahun ayah dan bunda tanpa Daffa untuk yang pertama kali. Rasanya berbeda, seperti makan sayur tanpa huruf R. Itu kata penulis favoritku  di wattpad.

Acara malam ini terasa berbeda. Bertepatan dengan hari libur, jadi bisa lebih leluasa bersama kedua permata ku. Aku tidak membawa kue, karena pasti di rumah dinas sudah banjir hadiah dan bingkisan dari berbagai sumber. Hehehe

Dan benar saja. Di ruang tamu hingga ruang tengah. Berjajar rapi tumpeng kue ulang tahun , karangan bunga, buah, tea pot, parcel makanan kering, hingga kado bermacam bentuk sudah ada saat aku masuk ke rumah dinas.

"Maaf ya yah bun. Mbak Calla belum kasih kado ke ayah dan bunda." Aku tidak sempat untuk membeli kado. Bagaimana bisa membeli kado. Aku baru keluar dari parkir rumah sakit jam sembilan malam. Molor satu jam. Dan sampai di rumah dinas semua sudah kumpul. Memakan berbagai hidangan. Katanya ini belum semuanya. Masih ada banyak yang sudah di bagikan ke provost dan tetangga dekat.

Ayah membelai rambutku. "Kado yang terindah itu adalah ayah memiliki anak yang Sholeh dan Sholehah nak."

"Iya. Yang mampu membawa ayah dan bundanya ke surga."

"Kalau mbak Calla pakai jilbab pasti cantik ya Yah." Ucap Bunda. Aku langsung menoleh ke arah bunda.

"Iya Bun , pasti lebih cantik. Mbak Calla sudah cantik. Tapi pasti lebih cantik lagi kalau pakai hijab." Bagai tertampar ucapan ayah. Aku menunduk, meresapi setiap kalimat tadi. Ayah dan bunda benar.

"Udah nggak usah di fikirkan nak. Berjilbab itu harus dari niat, ayah nggak maksa kok. Begitupun dengan bunda. Jadilah diri Mbak Calla sendiri. Yang penting jangan pernah tinggalkan sholat dan shodaqoh ya nak. Di setiap rezekimu ada hak orang lain di dalamnya." Aku mengangguk memeluk ayah dan bunda.

"Makasih ayah bunda." Tak terasa air mataku sudah mengalir deras.

"Sama-sama. Jangan nangis dong. Nanti nggak cantik." Goda bunda. Aku langsung memeluk beliau.

"Kamu itu permata kami. Walaupun orang lain mencacimu atau bahkan menjelekkan kamu nak. Calla tetap anak terhebat bagi bunda dan ayah nak. Jangan lagi bersedih dan merasa bersalah. Semua takdir sudah di gariskan nak. Tinggal kita menjalani dengan hati yang ikhlas " bunda berucap sambil mengepang rambut luruskh.

"Iya bunda. Bunda pun begitu, ayah juga sama. Kalian adalah permata bagiku dan Daffa Bun. Sejauh apapun nanti Calla pergi. Kalian rumah untuk Calla kembali pulang dari lelah yang mendera. Tempat Calla menumpahkan segala tangis dan bahagia."

"Kalian segalanya buat aku dan Daffa." Bunda mencium pipiku.

"Daffa lagi apa ya Bun." Aku melihat wajah ayah.

"Sedang mendoakan kita juga. Bunda bisa merasakan tenang. Daffa pasti baik-baik saja nduk. Pasti ia bisa melewati semuanya dengan baik." Aku mengangguk.

"Gimana hubungan mu sama Dipta? Sudah membaik?" Aku menghela nafas lalu menggeleng.

"Belum. Sulit yah, Abang nggak percaya. Bahkan mbak Gita balik omonganku." Ayah bangkit.

"Waktu yang akan menjawab semuanya. Tidur sana, besok harus ketemu Mbak Cantika kan?" Aku mengangguk.

"Kalau kamu benar jangan takut Mbak Calla. Waktu akan menjawab semuanya, kamu hanya butuh sabar. Hidupmu tidak melulu tentang orang lain. Kamu juga harus memikirkan kebahagiaanmu nak. Ayah semakin tua. Dan kamu juga semakin beranjak usianya nak." Aku seketika memeluk ayahku.

"Bahagia mbak Calla adalah keluarga yah untuk saat ini. Ayah sehat terus, bunda juga. Mbak Calla akan selalu mendoakan ayah dan Bunda biar sehat terus." Ucapku.

CINTA CALLA SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang