14. Satgas dan Elang

9.5K 1.1K 93
                                    

Setan apa yang merasuki ku dan Daffa. Tapi hari ini kami sudah gila. Jauh menempuh perjalanan ke Semarang demi mengantar Bang Dipta untuk berangkat satuan tugas perbatasan di Papua.

Ini kali pertama kami ke Semarang untuk tugas bertemu Bang Dipta. Gila sih Daffa nyetirnya nggak pakai rem. Gas terus perasaan.

Hari ini aku masuk jaga malam. Dan libur stase. Nikmat bukan, semoga tidak terlambat dan sia-sia begitu saja usahaku.

"Daff. Mbak mu belum nikah lho ini." Daffa tidak menjawab. Melainkan mempercepat laju mobil yang kami bawa. Gila banget ini anak. Kaya udah hafal jalanan Semarang aja.

Kami berangkat subuh tadi dan kini sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Sudah sampai di Ambarawa. Lebih cepat lima menit dari Google maps.

Pakde Galih dan Budhe Galuh sudah di Semarang sejak kemarin. Begitupula Mbak Gita yang rela cuti demi mengantar tunangannya berangkat tugas.

Oh iya. Di jok belakang ada paper bag dengan tulisan merk fashion Zara, isinya adalah  kering tempe dan kering kentang untuk Bang Dipta dari bunda. Lauk ini andalan saat ayah dulu akan berangkat tugas. Itu kata bunda. Jangan salah fokus dengan bungkusnya.

Aku dan Daffa ngakak tadi pagi saat melihat bunda memakai mukena dan menenteng sebuah paper bag Zara.

Ku pikir bunda menghadiahkan sesuatu untuk Bang Dipta. Ternyata, kering tempe mahal cap Zara. Seperti di hianati kaleng good Time isi rengginang.

Jalanan di depanku sudah mulai ramai orang berangkat sekolah dan berangkat kerja. Dulu kalau ke Semarang tentu menengok ayah dan Bunda saat bertugas menjadi Pangdam IV Diponegoro. Selama dua tahun setiap seminggu sekali aku pulang ke rumah dinas Ayah di Komplek Puri Wedari Semarang

"Eh Daff nanti mampir beli bakso yuk." Daffa sedang fokus dengan kemacetan yang sudah mulai terlihat.

"Atur lah mbak. Yang penting ashar udah sampai  rumah ya. Aku mau nyepeda ke pantai. Takut nggak kebagian sunset." Aku mendorong tubuh kekarnya.

Akhirnya, Daffa bisa kembali menjagaku sembari menunggu pengumuman tes akademi impiannya.

"Bilang aja mau ngegalauin bebeb Daff." Ejek ku. Daffa tersenyum simpul.

"Lewat Undip apa mana ini Mbak Calla yang tau jalan."

"Nggak. Lewat sana muter-muter. Itu depan puter  balik aja. Terus masuk Tol Banyumanik. Daffa mengambil jalur kanan, skill menyetirnya satu tingkat di atasku.

Tiga puluh menit kemudian kami sudah sampai di pintu masuk pelabuhan Tanjung Mas Semarang. Kami harus bergegas, terlihat upacara pelepasan sudah di mulai.

Aku melihat lautan hijau pupus dengan mata sembab. Para anak-anak mencari ayahnya. Belasan tahun yang lalu, aku pun sama menangisnya dengan mereka. Melepas ayahku pergi bertugas ke perbatasan, atau bahkan menghadapi musuh. Aku tidak pernah tahu.

Daffa melihat Budhe Galuh, kami langsung menghampiri mereka. Mbak Gita cantik dengan dress warna army.

"Loh kok Calla kesini?" Tanya Mbak Gita yang wajahnya agak gimana gitu. Seperti tidak senang dengan kehadiranku dan Daffa di sini.

Aku dan Daffa saling berpandangan. Huh jadi nggak enak sendiri kan. Rombongan bubar menuju keluarga. Berpamitan sekali lagi. Aku memberi kode ke Daffa untuk menyerahkan Kering Tempe Zara limited edition ini.

Bang Dipta memeluk Budhe Galuh erat. Budhe menangis melepas anak lelakinya ke medan tugas.

"Cuman setahun buk e. Tinggal kedip adek pasti udah di depan rumah." Aku ikut berdesir saat Bang Dipta meyakinkan Budhe Galuh.

CINTA CALLA SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang