32. Runtuhnya Hidup Calla

11.6K 1.3K 100
                                    

Quality time dengan nyonya angkasa Yudha itu sangat sulit. Sebentar-sebentar ada giat, sebentar-sebentar ada tamu. Seperti sekarang ini, aku harus mengantarkan bunda ke kantor Persit.

Padahal rencana awal bunda akan menemaniku membeli bunga dekor di Solo.

"Jangan cemberut dong mbak. Smile, nanti kelar giat kan bisa berangkat." Hilih bunda alasan saja sepanjang perjalanan.

Bunda memintaku membawakan hiasan bunga meja. Banyak pasang mata yang menatapku, iyalah aku jadi pusat perhatian. Hari ini ada pembekalan semua taruna oleh ibu asuh taruna, ya siapa lagi kalau bukan bunda.

Aku mencari-cari dimana Daffa, ia tidak terlihat. Padahal aku sudah rindu berat dengan wajahnya.

"Ijin ibu. Dekor sudah siap." Candaku dengan bunda. Ala-ala Mbak Icha kalau ngobrol.

"Tuh kan udah cocok jadi Persit sayang. Mau ya bunda jodohin sama anak temen ayah. Seangkatan kok sama Abangmu." Mataku langsung ingin keluar.

"Tak cubit lho bun kalau macem-macem." Aku membuka ponsel. Melihat kiriman Bang Vidi, dekor lamaran malam nanti sudah siap terpasang cantik di rumah klien.

"Cantik banget Bun. Besok kalau mbak Calla yang lamaran juga kaya gini ya bunda." Bunda menoel pipiku.

"Heleh. Sana cari calonnya dulu." Aku mendengus. Melanjutkan membantu bunda dan ibu-ibu lain.

"Mbak Calla kapan mau nyusul Cantika nih." Duerrr suara siapa tadi. Aku menoleh dan tersenyum.

"Secepatnya kok Bu. Tunggu saja undangannya."

"Alhamdulillah. Biar nyusul jadi besok kalau punya anak bisa sepantaran, terus bisa di jodohkan." Weksss. Gila Bu, lalu dua puluh tahun kemudian desas desus dulu ayahmu dan ibuku pernah akan bersama. Kan nggak lucu.

"Hehe ibu bisa saja. Ini sudah kan Bu?" Ibunya mbak Cantika mengangguk.

"Saya pamit ke bunda ya Bu. Makasih sudah bantu." Ucapku secepat kilat meninggalkan ibu ini.

Aku meninggalkan ruangan. Memilih berkeliling, jadi ingat rumah dinas terakhirku. Di Purworejo saat SD, pemandangan yang rindang hijau pupus bercampur army.

Kini aku jadi pengangguran menunggu pemilihan wahana intership. Semoga bisa mengabdi di yang dekat saja. Karena hati ini sudah lelah jauh dari ayah dan ibunda tercinta.

"Ssst. Kakaknya si Daffa tuh." Aku mendengar bisikan dari salah satu taruna yang lewat. Lantas mereka mengangguk ke arahku.

Aku melambaikan tangan saat melihat Daffa berjalan tegap.

"Mohon ijin kasuh. Saya menemui kakak saya dulu."

"Nanti Daffa dapat pesiar kok. Mbak tunggu ya, Daffa takut di hukum." Bisiknya membuatku geli sendiri.

"Oke deh. Mbak tunggu di rumah."

🌻🌻🌻

Makan malam yang berbeda, lengkap ada Uti ada Kakung Daffa ayah dan bunda. Dengan menu andalan sambel kering tempe dan telur dadar di gulung semuanya lahap menyantap hidangan masakan bunda.

"Mbak Calla." Aku sudah selesai makan.

"Nanti ayah mau ngomong. Nanti ke gazebo ya kalau sudah selesai." Aku hanya mengangguk.

"Ada apa sih Bun?" Tanyaku penasaran. Daffa membantuku membawa piring kotor.

"Nggak tahu. Sana temuin ayah, biar bunda dan adek yang nyelesain." Aku hanya mengangguk ragu.

CINTA CALLA SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang