28. Semua Tentang Waktu

11.6K 1.3K 117
                                    

Calla POV

Kebisingan terdengar di beranda rumah. Aku yang baru saja terbangun dari tidur yang enak. Iya enak banget, karena tanpa di ganggu. Hehe.

Sejenak bisa bernafas lega karena semua urusan untuk sumpah Dokter sudah siap. Tinggal menunggu jadwal sambil menjadi anak kesayangan Bunda.

Weekend ini bunda ayah dan Daffa pulang ke Jogja. Daffa mendapatkan ijin bermalam yang jarang ia dapat karena masih tingkat awal.

"Bang Dipta" lirihku. Aku takut keluar, jangan-jangan Bang Dipta mau nglabrak aku. Aku meringis sendiri, menyikat gigi dan memakai jilbab instan pemberian Mbak Icha. Gara-gara aku bilang "Mbak Icha itu kok jilbabnya nempel capek gitu. Beli dimana?" Nah keesokan harinya aku di beri plastik berisikan jilbab instan empat warna yang menjadi jilbab favoritku saat di rumah.

Sampai di ruang tamu, aku sedikit menguping pembicaraan mereka. Terdengar gelak tawa dari Daffa dan Dipta. Disusul dengan suara budhe Galuh dan Pakde Galih.

"Pagi." Sapaku.

"Pagi anak bunda." Jawab bunda dan tersenyum.

"Baru bangun Mbak?" Sapa budhe Galuh. Aku agak canggung.

"Pagi Budhe, iya. Tadi habis subuh tidur lagi. Hehe." Budhe Galuh langsung bangkit dan memelukku.

"Maafin budhe ya Mbak. Budhe malah lebih percaya sama hal yang salah." Aku malah keki sendiri.

"Iya budhe. Yang penting sekarang semua sudah terungkap kebenarannya." Budhe Galuh menangis di pundakku.

"Udah budhe. In syaa Allah Abang nanti dapat ganti yang terbaik. Yang bisa sayang dan tulus sama Abang. Bisa sayang juga sama budhe dan pakde Galih." Aku mengusap punggung Budhe yang tersedu.

Pelukan kami terurai, Bang Dipta lalu bangkit berdiri di depanku. "La, Abang nggak tahu kamu bakalan maafin aku apa enggak. Setelah semuanya, Abang minta maaf." Wajahku memerah menahan tangis. Melihat bang Dipta aku jadi ingat semua luka-luka yang terjadi padaku.

"Calla masuk dulu." Pamitku pada semuanya. Jahat nggak sih kalau aku sulit untuk memaafkan Abangku?

,🌻🌻🌻

Dipta POV

Sampai rumah aku langsung mandi, rasanya jengkel jijik campur aduk jadi satu.

"Kok cepet dek?" Teriak Buk e dari luar.

Aku keluar dengan rambut basah. "Iya, wong aku putus sama Gita. Buk e ke tempat pak dukuh sana. Bilang nanti malem ke rumah Gita. Dipta nggak mau lagi ada urusan sama Gita." Buk memukul mulutku.

"Heh ngawur kamu kalau ngomong. Ketularan Calla ini soaknya." Aku gemas sendiri dengan buk e.

"Dipta serius, Dipta putus. Nih." Aku mengangkat kedua tanganku. Sudah tidak ada lagi cincin sialan itu.

"Kok bisa?" Buk e kini serius menatapku. Secara cincin itu harganya tidak murah. Beli di amplaz emas putih yang merk. Nggak kelas Gita kalau hanya Semar Nusantara.

"Calla bener buk. Gita emang punya lelaki idaman lain. Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri. Mereka mau check in di hotel." Buk e melotot.

"Aku Labrak langsung. Malah ganti aku di tampar." Aduku ke buk e.

"Coba ceritakan semuanya sama buk e. Kamu emosi sesaat, mungkin itu nasabah dia." Aku tersenyum miring.

CINTA CALLA SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang