Ali baru saja menyelesaikan ritual mandinya ketika ponselnya berdering. Sambil menggosok kepalanya yang basah dengan langkah terlihat malas-malasan Ali berjalan menuju ranjang dimana ponselnya terletak.Masih dengan gerakan malas Ali meraih ponselnya tanpa melihat siapa yang menghubungi dirinya menjelang malam seperti ini. Jika bukan dari Bar miliknya sebenarnya Ali malas menghiraukan masalah lain.
"Hmm.."
Ali hanya berdehem pelan ketika ponselnya sudah tertempel di telinga kanannya.
"Aku di apartemen, ada apa?"
Rupanya yang menghubungi dirinya adalah Tante Dewi satu-satunya keluarga yang Ali miliki setelah kehilangan Ibunya.
"Tante please! Jangan memaksaku untuk berbicara kasar pada Tante, berapa kali aku katakan aku tidak mau dijodohkan! Tolong jangan lagi merecoki aku dengan perjodohan-perjodohan sialan ini!"
Klik!
Dengan kasar Ali melemparkan ponselnya ke atas ranjang. Deru nafasnya terdengar kasar, mati-matian Ali berusaha menahan gejolak emosinya. Jika bukan karena kasih sayangnya yang terlalu besar pada Tantenya itu mungkin sudah sejak dulu Ali memutuskan hubungan persaudaraan di antara mereka.
Ali benar-benar tidak suka jika urusannya terlalu dicampuri meskipun itu oleh Tantenya sendiri, wanita yang sudah menyelamatkan dirinya dulu, merawat dirinya hingga dia bisa seperti sekarang tapi tetap saja Ali tidak suka jika Tantenya mulai ikut campur apalagi sampai mengatur kehidupannya seperti ini.
Menyebalkan!
Ali melemparkan handuknya ke sembarang arah dengan tubuh liatnya yang di hiasi otot-otot kekar hasil nge-gym yang selama ini rutin dia lakukan. Dengan tubuh telanjangnya Ali bergerak menuju lemari lalu mulai mengenakan helai demi helai pakaian untuk menutupi keseksian tubuhnya terutama bagian bokongnya yang begitu keras dan padat.
Saat sedang mengenakan kemejanya ponselnya kembali berdering dan kali ini Ali mengabaikannya saja. Dia tidak peduli pada siapapun yang berniat menganggu dirinya.
Namun deringan ponsel itu tak kunjung berhenti hingga membuat Ali berdecak kesal dengan segala umpatan yang keluar dari mulutnya Ali melangkah menuju ranjang lalu meraih ponselnya dan bersiap mengamuk pada siapa saja yang menganggu dirinya.
Sialan!
"Baji-- APA?!"
**
Dengan tergesa nyaris kesetanan Ali mengemudikan mobilnya, dia benar-benar menahan diri untuk tidak mengumpat saat ini.
Miranda -Anak angkat Tante Dewi- kembali terlibat perkelahian dengan pria yang dia kencani.
Ali ingin lepas tangan tapi mengingat Mira yang sedang mengandung saat ini membuat Ali tidak bisa diam saja. Benar, sebebas itulah pergaulan Mira sampai membuat Ali frustasi karenanya.
Dan lebih sialannya lagi pria yang menghamili Miranda adalah Doni, saudara tiri Ali.
Ali dan Tante Dewi sama-sama sibuk dengan pekerjaan mereka hingga lalai menjaga Miranda sampai semuanya hancur seperti ini. Ali menyayangi Miranda jelas sebagai seorang Kakak dia jelas menyayangi Adiknya meskipun tanpa ikatan darah tapi Ali dan Miranda dibesarkan bersama-sama oleh Tante Dewi hingga mereka saling menyayangi.
Drttt.. Drrtt...
"Heum!"
"Miranda benar-benar dalam masalah besar."
"Aku akan segera tiba di sana." Kata Ali dingin. Yang menghubungi dirinya adalah Bila teman dekat Miranda, adiknya.
Ali memutuskan sambungan telfonnya lalu kembali menekan pedal gasnya membelah jalanan yang mulai padat menjelang malam hari.
Di lain mobil, ada Prilly yang duduk gelisah di dalam mobil yang dikemudikan oleh Aldo. Soni menahan dirinya supaya tidak terlihat kesakitan dia tidak ingin membuat putrinya khawatir.
Aldo ikut meringis pelan ketika melihat rembesan darah yang keluar dari tangan Soni namun dia berupaya fokus sepenuhnya pada jalanan yang mulai padat didepan mereka.
"Macet. Ya ampun!" Prilly mengeluh pelan ketika melihat deretan mobil yang berjejer di depan mereka.
Aldo berinisiatif membelokkan mobilnya ke jalur kiri dan berniat memutar arah mereka tidak mungkin terjebak di sini kondisi Ayah Prilly yang mulai mengkhawatirkan.
Namun sebelum Aldo membelokkan mobilnya, sebuah sedan terlebih dahulu menyerobot dan berhenti di jalur kiri diikuti satu mobil sport merah lainnya.
Tinnn!!
Tinnnn!!!
Sepertinya pengemudi mobil sport itu sedang dalam keadaan terdesak seperti mereka namun bukannya berjalan pengemudi mobil sedan di depan justru dengan santainya menghentikan mobilnya sepertinya mobil itu menunggu kendaraan lain lengan dan berniat menyalip ke sisi kanan.
"Apa-apaan sih mobil itu!" Prilly berkata dengan kekesalan yang tidak dia sembunyikan.
Prilly baru akan beranjak keluar dari mobil untuk meminta pengemudi sedan itu untuk menyingkir dari sana namun sebelum Prilly membuka pintunya tiba-tiba suara tabrakan terdengar.
Bruk!!
Brak!!
Brak!!
Tidak hanya Prilly tapi seluruh pengguna jalanan yang terjebak macet menatap takjub kegilaan pengemudi mobil sport keluaran terbaru itu.
Benar, pengemudi mobil sport itu dengan sengaja menabrakkan mobilnya pada bagian belakang mobil sedan itu untuk menyingkirkan mobil sedan yang berhenti ditempat salah itu.
"Luar biasa gila." Decak Aldo yang diangguki oleh Prilly dan juga Soni.
Mata Prilly menyipit tajam memaksa untuk melihat sosok dibalik kemudi mobil sport itu. Prilly tidak bisa melihat dengan jelas selain karena kaca mobilnya yang lumayan gelap jarak mereka juga lumayan jauh.
Tapi kenapa? Tanpa sadar Prilly menyentuh dadanya yang tiba-tiba berdebar. Perasaannya kenapa deg-degan seperti ini. Ada apa ini?
Prilly kembali menoleh menatap seorang pria yang menghampiri mobil sport tadi. Sepertinya pria itu pengemudi mobil sedan yang kondisinya sekarang sungguh memprihatinkan.
Prilly sampai meringis ketika membayangkan bagaimana kondisi depan mobil sport itu jika mobil sedan itu saja sampai hancur seperti itu. Berapa banyak uang yang harus dikeluarkan untuk memuluskan kembali body mobil yang harganya mencapai ratusan milyar itu.
Gila! Prilly tidak bisa membayangkannya.
Ringisan Ayahnya membuat Prilly menoleh dan melesakkan tubuhnya mendekati sang Ayah yang duduk di kursi depan di samping Aldo.
"Bapak sabar ya, sebentar lagi kita sampai ke rumah sakit." Aldo terlebih dahulu berbicara saat melihat mobil sport tadi sudah melaju terlebih dahulu.
Tanpa mengatakan apapun lagi Aldo segera melajukan mobilnya mengikuti mobil sport tadi. Prilly menoleh ke belakang melihat si pengemudi sedan tadi yang terlihat mencak-mencak di jalan sambil memegang sebuah kertas sepertinya itu kartu nama. Pasti milik pria pengemudi mobil sport tadi dan kenapa tiba-tiba menginginkan kartu nama itu?
Aneh sekali..
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Lingkar Cinta
RomanceCerita baru setelah My Destiny, jangan lupa dibaca yaaa...