Bab 12

2.7K 310 5
                                    


Ali berjalan tegap memasuki loby kantornya yang langsung di sambut sapaan hangat dari ratusan karyawannya yang kebetulan berpapasan dengannya.

Wajah dingin Ali hari ini terlihat lebih mengerikan, tidak ada kesan santai justru otot wajah pria itu semakin tegang. Perasaannya tidak kunjung membaik sejak bertemu dengan Prilly apalagi setelah dirinya tahu jika gadis itu begitu terluka karena dirinya.

Wajah sendu dan lesu Prilly yang dia lihat tadi pagi benar-benar membuat hari Ali begitu buruk dan bersiap saja, mereka para bawahannya untuk menerima kemarahan Ali.

Pria itu selalu buruk dalam mengendalikan emosinya.

"Panggil Satria ke ruangan ku!" Perintah Ali pada sekretarisnya yang langsung diangguki oleh wanita itu.

Ali memasuki ruangannya dengan langkah tegap dia tidak langsung menuju kursinya melainkan menuju jendela besar di sudut ruangannya, dari sana dia bisa melihat padatnya aktivitas masyarakat di bawah sana.

Kemacetan kota sudah menjadi pemandangan sehari-hari dirinya namun kali ini bukan pada kemacetan itu fokusnya melainkan pada sosok mungil yang sejak semalam tak kunjung pergi dari otaknya.

Ya Tuhan..

Ali menarik lepas dasi yang membelit lehernya hingga membuatnya kesulitan untuk bernafas. Sialan! Jika sedang kacau begini dasi pun bisa dia salahkan.

"Selamat pagi Pak."

Ali berbalik dan menatap Satria, kaki tangannya yang selama ini menemani dirinya. "Kamu punya tugas baru." Kata Ali tanpa basa-basi.

Satria dengan patuh menganggukkan kepalanya. Satria ini sebenarnya adalah gembel yang di tolong oleh Ali ketika hampir mati karena kelaparan dan juga infeksi pada luka yang dia alami kala itu.

Ali yang menolong membawanya kerumah sakit memberinya makan hingga akhirnya Satria mengabdikan hidupnya untuk Ali. Kala itu Ali belum sesukses sekarang bersama Satria dia rintis perusahaan ini hingga Ali masuk ke dalam salah satu deretan pengusaha tersukses di kota mereka.

Satria menolak tawaran ketika Ali ingin menjadikan dirinya sebagai salah satu Direktur di anak perusahaan mereka, pria itu memilih untuk tetap menjadi kaki tangan Ali yang bisa selalu melindungi Ali.

Untuk Satria sosok Ali adalah segalanya dan dia bahkan bersedia mengorbankan nyawanya untuk melindungi Ali.

"Cari tahu semua tentang wanita bernama Prilly." Ujar Ali setelah menghempaskan bokongnya di atas kursi kebesarannya.

"Siap Pak." jawan Satria kaku seperti biasanya.

Inilah yang Ali suka dari sosok Satria yang sudah dia anggap seperti saudaranya, Satria sosok setia dan tidak banyak tanya hingga apa saja yang Ali perintahkan selalu dia lakukan tanpa membuat Ali repot-repot menjelaskannya terlebih dahulu.

Setelah kepergian Satria, Ali kembali memejamkan matanya kepalanya sedikit pusing karena dia belum istirahat sejak semalam namun belum sempat Ali terlelap ponsel yang masih dia kantongi tiba-tiba berdering hingga memaksa Ali untuk membuka matanya kembali.

"Eum!" Khas Ali sekali dalam menjawab panggilan telepon. Ali memejamkan matanya kembali dengan ponsel yang masih tertempel di telinga kanannya.

"Aku sibuk Tante! Miranda ada di rumah sakit." Ali menyebutkan nama rumah sakit dimana Miranda di rawat.

"Eum! Aku usahakan."

Klik!

Ali langsung memutuskan sambungan telefon secara sepihak, kepalanya sedang kacau jadi dia enggan menanggapi rentetan kalimat dari mulut Tantenya. Dia sedang enggan berdebat dengan Tante kesayangannya itu.

Ali melemparkan ponselnya ke sembarangan arah lalu memilih memejamkan matanya kembali. Biarkan dia istirahat sebentar saja.

**

Malam harinya, Ali memasuki Bar miliknya dengan wajah dinginnya hingga membuat suasana di sekitarnya yang bising berubah sedikit senyap apalagi ketika dua orang didepan Ali yang sedang mengamuk.

Benar, Ali terpaksa datang ke Bar miliknya karena anak buahnya yang menjalankan Bar ini membuat onar.

"Apa yang kalian lakukan?!" Ali bertanya dengan suara datarnya. Anak buah Ali yang lain menggerakkan tangannya pada seorang Dj perempuan untuk menghentikan alunan musiknya.

Ketika musik yang tadinya terdengar begitu keras kini terhenti seketika membuat suasana di Bar itu berubah mencekam.

Dua orang anak buah Ali yang sejak tadi berusaha melerai perkelahian itu langsung menyingkir dari sana. Mata tajam Ali sontak membidik anak buahnya yang dia percayakan untuk mengelola Bar miliknya yang justru menjadi biang onar malam ini.

"Maafkan saya Tuan, saya hanya meminta pelanggan ini untuk tidak membawa senjata apapun ke dalam Bar kita." Anak buah Ali itu mulai menjelaskan inti dari masalah yang melibatkan dirinya.

Ali yang memang sejak tadi pagi pikirannya kacau sontak membuat amarahnya membumbung tinggi ketika mendengar pelanggan baru di Bar miliknya berusaha menyakiti seorang wanita yang menolak diajak bermalam dengannya.

Sialan! Sudah berkali-kali Ali katakan di Bar miliknya murni untuk bersantai bukan untuk dijadikan tempat transaksi apalagi sampai memaksa perempuan yang bukan dari kalangan pelacur.

Ali sudah memastikan jika perempuan yang ada di Bar miliknya bukan pelacur. Maka pria sialan ini salah besar ketika membuat onar di tempatnya.

"Yak! Jangan sombong ini tempat maksiat jadi sudah sewajarnya saya mencari pelacur di sini! Jangan pada sok suci!" Pria yang berkelahi dengan anak buah Ali tadi ikut bersuara sambil menunjuk ke arah wanita yang tadi menolak ajakannya.

Ali masih berusaha mengontrol dirinya namun dia tidak bisa lagi berdiam diri ketika pria itu beranjak dan ingin menyeret wanita yang menolaknya tadi. Dengan cepat Ali bergerak lalu membanting tubuh pria itu ke lantai dan mulai menghajarnya.

"Brengsek sialan!"

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Ali meluapkan semua kegelisahan yang seharian ini menggelayuti dirinya dengan memukul pria sialan ini. Ali benar-benar kacau hari ini dan pria malang itu benar-benar salah ketika memancing emosi Ali.

Ali terus menghajar pria itu hingga teriakan demi teriakan wanita di sana mulai terdengar.

"Pisahkan mereka Satria!"

Satria yang datang bersama Tante Dewi menarik Ali dari tubuh pria yang sudah terkapar karena pukulan demi pukulan yang dia terima. Kondisi pria itu benar-benar mengenaskan.

Ali masih berusaha berontak namun ketika matanya menatap Tante Dewi sontak dia menghentikan rontaannya. Satria melepaskan Ali yang segera beranjak meninggalkan kekacauan yang baru saja dia buat.

"Urus masalah ini Satria jangan sampai ada pihak luar yang mengetahui hal ini." Pinta Dewi sebelum bergerak menyusul keponakannya.

*****

Lingkar CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang