Prilly segera memapah Ayahnya begitu mobil Aldo berhenti didepan pintu masuk rumah sakit."Lo masuk duluan gue parkir mobil dulu ntar gue nyusul!"
Prilly menganggukkan kepalanya dan melaksanakan apa yang dikatakan oleh Aldo. Ayahnya memang harus segera di tangani.
"Tolong! Suster tolong!" Prilly berteriak meminta tolong ketika melihat wajah sang Ayah semakin pucat. Rontaan dalam hatinya dia abaikan ketika cairan berwarna merah itu melekat pada tubuhnya.
Prilly benar-benar takut pada darah namun demi Ayahnya dia berusaha melawan ketakutannya itu.
Beberapa orang perawat berlarian menuju kearah Prilly yang memapah Ayahnya lalu membantu Prilly memapah sang Ayah sampai seorang perawat laki-laki datang mendorong brangkar rumah sakit dan meminta Ayah Prilly berbaring di sana.
Prilly mengikuti para perawat yang mendorong Ayahnya untuk segera ditangani.
Setelah Ayahnya di dorong ke ruang UGD, Prilly memilih mendudukkan dirinya di atas kursi karena kedua lututnya mulai goyah. Ya Tuhan semoga Ayahnya baik-baik saja jangan lagi dia tidak ingin kehilangan siapapun lagi sudah cukup dia kehilangan Ibunya dan juga cintanya tolong jangan Ayahnya lagi.
"Prilly!"
Prilly menoleh ketika Aldo memanggil namanya. "Al.."
Dan isak tangis Prilly seketika pecah ketika Aldo menghampiri dan memeluknya. Prilly sudah menahan dirinya sejak tadi untuk tidak menangis didepan Ayahnya yang Prilly tahu mati-matian menahan ringisan karena tidak ingin membuat dirinya khawatir.
"Bapak Al!"
"Sstt..tenang ya, Bapak kamu nggak akan kenapa-napa aku yakin." Aldo mengeratkan pelukannya pada tubuh mungil Prilly yang semakin menenggelamkan wajah di dada Aldo.
Mereka sama-sama belum tahu apa yang terjadi pada Ayah Prilly hanya saja mereka tahu jika luka menganga di lengan Ayah Prilly tidak bisa dianggap luka kecil.
Prilly merenggangkan pelukannya ketika perasaannya mulai tenang, dengan lembut Aldo bersihkan wajah Prilly yang bersimbah air mata.
"Ibu kamu nggak kamu kasih tahu?" Tanya Aldo setelah deru nafas Prilly mulai tenang.
Prilly mendongak menatap Aldo. "Ibu keluar kota sama teman-teman arisannya." jawab Prilly apa adanya. Memang benar Ibu tirinya itu sangat menyukai hal-hal yang berbau jalan-jalan, berkumpul dengan teman-teman arisannya lalu menghabiskan uang yang selalu Prilly kirim setiap bulannya.
Prilly bisa dikatakan adalah punggung keluarga sejak satu tahun belakangan ini bukan apa-apa Prilly tidak ingin lagi Ayahnya bekerja banting tulang padahal kondisi Ayahnya mulai melemah seiring dengan bertambahnya usia beliau.
Prilly bekerja serabutan awalnya sampai akhirnya dia diterima di sebuah perusahaan swasta sebagai karyawan kontrak tidak apa-apa meskipun hanya berstatus kontrak namun Prilly sangat mensyukuri setiap pundi gaji yang setiap bulan dia terima.
Prilly juga bersyukur karena Tuhan menganugerahi dirinya otak yang lumayan encer.
"Nggak apa-apa ada aku disini kamu nggak akan sendirian." Aldo berusaha membesarkan hati Prilly.
Prilly tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Dia memang hanya punya Aldo saat ini karena Jingga, Kakaknya itu akan marah jika dia menghubungi di saat wanita itu sedang melakukan perawatan.
Jingga tidak suka diganggu apalagi jika berhubungan dengan keluarganya.
**
"Miranda!!"
"Tolong Kak! Tolong! Perutku sakit sekali." Diambang kesadarannya Miranda masih bisa melihat kedatangan Ali meskipun pandangan matanya sudah mengabur.
Ali segera berjalan menuju Miranda dan menggendong Adiknya yang sudah bersimbah darah.
Laki-laki sialan itu!
Ali segera membawa Miranda keluar mengabaikan tatapan penuh tanya pengunjung hotel yang lain bahkan beberapa orang karyawan di sana ikut menghampiri Ali namun ketika melihat wajah keras Ali seketika mereka menghentikan langkahnya.
Ali segera melangkah menyusuri loby untung saja dia tidak perlu berlama-lama menunggu lift tadi. Miranda sudah terlihat tak berdaya dalam gendongan Ali.
Meskipun sudah malam pengunjung di hotel ini justru semakin ramai karena selain fasilitas hotel ini juga memiliki restoran yang cita rasanya sudah terkenal ke penjuru negeri ini.
"Bereskan semuanya!" Perintah Ali pada beberapa orang berpakaian rapi yang merupakan orang-orang suruhan Ali yang sengaja pria itu hubungi untuk membereskan masalah Miranda dia tidak ingin Adiknya dipermalukan apalagi sampai berita ini viral di dunia maya kehidupan Miranda pasti akan terganggu.
Setelah menidurkan Miranda di kursi samping kemudi Ali segera berbalik dan masuk ke dalam mobil lalu memacu mobilnya membelah jalanan yang semakin padat saja.
Sesekali Ali menoleh menatap Miranda yang benar-benar terlihat kesakitan sambil memeluk perut buncitnya.
Ali segera mengalihkan pandangannya, dia tidak tega melihat Adiknya tersiksa seperti ini. Ini salahnya jika saja dia menerima cinta Miranda mungkin Adik kecilnya ini tidak perlu merasakan penderitaan dan juga kesakitan seperti sekarang ini.
Namun ketika bayangan Prilly kecil yang sedang tersenyum lebar memenuhi otaknya seketika membuat Ali sadar, dia tidak mungkin melindungi Miranda lalu membiarkan Prilly-nya menangis.
Tidak!
Walaupun tidak bisa memiliki Prilly tapi hal terakhir yang dia inginkan adalah melukai gadis itu. Ali sangat menyayangi Prilly bahkan jauh sebelum Miranda hadir di hidupnya.
'Ah Prilly, dimana kamu sekarang? Apa senyummu masih semanis dulu? Apa Ibu tiri dan Kakak tirimu masih membencimu sampai saat ini? Sudah hampir 15 tahun berlalu apa.. Apa perasaan mu masih sama padaku?'
"Aduh Kak!"
Teriakan kesakitan dari Miranda membuat Ali tersentak dari lamunannya. "Tunggu sebentar Mir! Sebentar lagi kita akan tiba di rumah sakit." Ali menekan kembali pedal gas mobilnya kali ini Ali benar-benar menunjukkan kemampuannya dalam mengemudikan mobil sport ini.
Miranda sampai memejamkan matanya, jika mereka tertabrak maka dia yakin tidak akan ada yang selamat di antara mereka.
Ali gila! Sungguh dan pria gila ini juga lah yang mampu membuatnya tergila-gila. Walaupun Ali sudah berkali-kali menolak dirinya tapi hatinya tetap masih terpaut pada pria itu.
Setengah jam kemudian mobil Ali memasuki pekarangan rumah sakit dengan sembarangan dia parkirkan mobilnya lalu berteriak memanggil Dokter untuk menangani Miranda.
Beberapa orang Dokter serentak berlari menyongsong Ali yang notabene adalah pemilik rumah sakit ini. Tidak ada yang tidak mengenal sosok Ali termasuk para petinggi dan Dokter-dokter senior yang bekerja di rumah sakit ini.
Ali mengikuti langkah Dokter yang mendorong Miranda keruangan khusus yang memang Ali sediakan untuk anggota keluarga atau orang-orang terdekatnya.
Tanpa sengaja ketika melewati lorong UGD tiba-tiba jantung Ali berdebar kencang bahkan kedua lututnya seperti melemah.
Ada apa ini? Kenapa dia bisa lemah seperti ini?
Ali meringis pelan ketika debaran di dadanya tak kunjung berhenti sampai akhirnya Ali mendongak dan tanpa sengaja matanya menangkap sepasang kekasih yang sedang berpelukan di depan ruang UGD.
Kenapa? Kenapa tiba-tiba hati Ali seperti tidak rela ketika melihat lengan pria yang tidak dikenali olehnya itu memeluk erat bahu mungil.
Mungil?
Kenapa? Tidak hanya Prilly yang memiliki postur mungil di dunia ini bukan?
Bukan! Itu bukan Prilly tapi kenapa? Kenapa hatinya justru mengatakan sebaliknya?
Ada apa ini?
*****

KAMU SEDANG MEMBACA
Lingkar Cinta
RomanceCerita baru setelah My Destiny, jangan lupa dibaca yaaa...