Bab 24

3.4K 343 14
                                    


Hampir pukul 2 dini hari Ali dan Prilly baru tiba di apartemen pria itu. Mereka terpaksa mampir ke sebuah restoran terlebih dahulu karena tiba-tiba perut Ali kembali terasa lapar padahal pria itu makan lumayan banyak di penginapan tadi.

Prilly sendiri menolak ajakan Ali untuk turun ini sudah malam dan dia takut ada orang yang mengenalnya lalu melihat dirinya bersama seorang pria di tengah malam dia takut kabar itu akan sampai ke telinga Ayahnya.

Prilly bukannya lebay atau apa tapi jangan lupakan sosok Jingga yang lebih sering menghabiskan waktu diluar dia belum siap jika ada yang melihatnya bersama Ali karena Prilly ingin mengenalkan Ali terlebih dahulu pada sang Ayah sebelum orang lain mengetahui hubungan mereka.

Jadi karena Prilly menolak untuk ikut makan bersama akhirnya Ali memilih membawa pulang semua makanan yang dia pesan, dia lebih memilih makan bersama dengan Prilly di apartemennya.

"Aku siapin piringnya boleh?" Prilly bertanya setelah keterpesonaan dirinya akan mewahnya apartemen Ali hilang.

Prilly benar-benar dibuat kagum dengan tempat tinggal pria ini begitu luas, mewah dan elegan khas Ali sekali.

Ali baru saja meletakkan makanan yang dia beli di atas meja di depan TV dia menolak makan di ruang makan terlalu kaku apalagi ada Prilly bersamanya tentu saja Ali akan memanfaatkan waktu bersama kekasihnya itu dengan sebaik-baiknya.

"Boleh dong Sayang, kamu boleh lakuin apa aja di sini. Kamu wanitaku sekarang jadi semua yang menjadi milikku secara otomatis juga menjadi milik kamu. Jadi lakuin apapun yang kamu inginkan. Oke Sayang?" Ali menjadi lebih banyak bicara jika bersama Prilly.

Prilly tersenyum lebar sambil menganggukkan kepalanya. "Terima kasih Ai." Katanya sebelum berlalu menuju dapur Ali dan menyiapkan peralatan makan untuk mereka.

Ali ikut tersenyum menatap lembut punggung mungil wanita yang sangat dicintai olehnya. Jika melihat Prilly yang ada di otaknya hanya cara untuk membahagiakan wanita itu. Bersama Prilly dirinya benar-benar melupakan kesakitan dan juga dendam.

Dia seperti enggan untuk kembali masuk ke dalam keluarga Ayahnya, enggan berhubungan kembali dengan mereka-mereka yang pernah menyakiti Ibunya. Tapi apakah Ibunya akan bersedih karena dia memilih melupakan dendamnya?

Jika bukan dirinya lalu siapa yang akan menuntut balas atas ketidakadilan yang diterima oleh Ibunya. Ibunya dibunuh dengan cara keji oleh wanita yang sekarang bisa tertawa bersama putranya sedangkan dirinya dia harus kehilangan Ibunya untuk selama-lamanya.

Adilkah itu?

Tapi jika dirinya melanjutkan apa yang sudah dia rencanakan apa Prilly akan setuju? Demi Tuhan dia tidak bisa mengabaikan pendapat dari wanita yang sangat dia cintai itu.

Ali terlihat gelisah meskipun dia begitu pandai menutupinya dengan sikap tenangnya namun Prilly tahu jika pria yang kini duduk bersama dirinya sedang memikirkan sesuatu.

Tapi apa?

Prilly memilih menyusun makanan di atas meja membiarkan Ali duduk sambil menatap televisi namun pandangan Ali terlihat seperti kosong dan hampa.

Sebenarnya apa yang sedang bergelayut di pikiran pria itu?

"Ayok makan Ai."

"Ah iya."

Dan Prilly memilih membiarkan Ali menikmati makanannya sebelum dia mencerca pria itu. Malam ini Prilly bertekad untuk lebih mengetahui tentang Ali. Tentang 13 tahun yang luput mereka lalui bersama.

**

Seorang pria terlihat begitu mencolok dengan penampilannya yang begitu rapi ditengah kerumunan manusia yang sedang bergoyang mengikuti alunan musik yang menghentak-hentak mampu membuat dada nyeri seketika.

Namun di sana di tengah lautan manusia itu tidak akan satupun yang merasa risih dengan hentakan musik tersebut justru mereka semakin bersemangat dan menggila bersama pasangannya.

Ketika sosok pria itu masuk dengan penampilan dan wajahnya yang begitu datar namun mempesona jelas membuat puluhan mata terutama mata wanita tertuju padanya. Mata-mata itu menatap pria itu seolah ingin menelanjanginya.

Risih? Jelas, namun demi sebuah misi dia harus memaksakan dirinya.

"Dimana Juwita?" Tanya pria itu masih dengan ekspresi datarnya pada seorang bartender.

"Di sana mungkin." Tunjuk bartender itu ke arah lautan manusia yang sedang berjoged.

"Bisa kau carikan dia aku akan menunggu di sini." Bartender itu baru akan memaki pria yang seenaknya memerintah dirinya namun semua makian itu dia paksa telan kembali ketika pria datar itu menyodorkan satu gepok uang berwarna merah padanya.

"Tentu. Saya akan mencarinya, silahkan duduk dulu Tuan." Bartender itu tersenyum lebar sebelum melesat pergi mencari Juwita salah satu wanita bayaran yang cukup dikenal di sini.

Pria berwajah kaku itu dengan santai menarik kursi lalu mendudukkan dirinya di sana. Beberapa wanita dari kalangan yang sama dengan Juwita terlihat berusaha mendekatinya namun hanya berani menggoda dengan suara tanpa berani menyentuh tubuh pria itu.

Tak selang berapa lama Juwita datang bersama bartender tadi. "Siapa yang mencariku?"

"Dia."

Juwita membulatkan matanya saat melihat sosok pria tampan yang duduk kaku sambil menatap dirinya. "Bisa kita bicara di luar?" Tanya pria itu yang langsung disetujui oleh Juwita.

Wow! Pelanggan malam ini benar-benar wow! Batinnya girang.

Dengan senyum genitnya Juwita mengikuti langkah pria itu, dengan tatapan mengejek dia lambaikan tangannya pada teman-teman seprofesi yang menatap dirinya penuh perhitungan.

'Bodo amat yang penting malam ini gue benar-benar terpuaskan dengan pria ini. Enak dapat uang dapat. Wow!'

Akhirnya Juwita dan pria tampan yang dia kira ingin memakai jasanya sampai di parkiran. Pria itu berbalik menatapnya lalu mengulurkan selembar cek padanya yang langsung membuat Juwita mengernyit bingung.

"Tulis berapa nominal yang kamu mau!"

"Ya?" Juwita benar-benar terkejut. "Ma..maksudnya gimana Tuan?" Tanyanya lagi, dia belum melakukan apapun tapi kenapa langsung disodorkan cek. Ini membingungkan.

"Sebutkan nominal yang kamu inginkan dan kamu akan mendapatkannya." Pria itu kembali berbicara dengan nada dingin. Wajah kakunya tidak berubah bahkan pria itu sama sekali tidak melirik kearah payudara Juwita yang nyaris tumpah keluar.

Apa benar pria ini ingin menikmati tubuhnya? Pikir Juwita bingung.

"Tapi dengan satu syarat." sambung pria itu yang semakin membuat Juwita bingung namun bibirnya tetap mengeluarkan suara untuk bertanya. "Syarat? Apa itu?"

"Berikan saya foto kamu dan pria bernama Doni di atas ranjang."

"YA?!"

*****

Lingkar CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang