Bab 14

2.7K 297 3
                                    


Dua hari kemudian Prilly sudah memboyong Ayahnya pulang ke rumah tentu saja dengan diantar oleh Aldo.

Prilly sangat berterima kasih dengan kepedulian Aldo padanya. Soni tersenyum senang ketika mendapati istrinya di rumah namun Maria justru menatapnya dengan tatapan mengejek.

"Kamu kapan sih nggak nyusahin kita Mas?"

Senyum di wajah Soni seketika lenyap saat menerima sambutan yang jauh dari kata ramah dari istrinya.

"Ibuk!" Tegur Prilly menatap tajam kearah Ibu tirinya.

Maria menatap Prilly dengan tatapan nyalang. "Apa? Benerkan yang Ibu bilang daripada kamu habisin duit buat ngobatin dia mending kamu kasih uangnya untuk Ibu." Jawab Maria tak tahu malu.

Aldo nyaris melemparkan tas berisi pakaian Soni dan Prilly ditangannya jika Prilly tidak lebih dahulu menjawab perkataan pedas Ibu tirinya.

"Demi Bapak jangankan uang nyawa pun akan Prilly kasih Buk! Jadi tolong jika Ibu tidak mau membantu mengurus Bapak maka jangan buat kondisi Bapak memburuk akibat ucapan Ibu!" Untuk pertama kalinya Prilly benar-benar berkata tegas pada Ibu tirinya.

Maria sontak membelalak kaget saat melihat Prilly yang begitu berani melawan dirinya. "Jangan berani kamu sama Ibu ya!" Peringatnya yang dibalas dengusan samar oleh Prilly.

"Aku selama ini diam bukan karena takut Buk! Tapi karena aku ngehargain Bapak. Aku nggak mau Bapak merasa bersalah dan terbebani karena salah memilih Ibu untuk mendidikku." Kepenatan yang dia rasakan sejak semalam akhirnya dia tumpahkan pada sosok Maria yang kali ini salah dalam memilih waktu.

Maria tidak menyangka jika Prilly akan seberani itu melawannya begitupula dengan Soni yang hanya bisa menundukkan kepalanya ternyata selama ini Prilly tahu kegelisahan yang selalu dia alami.

Soni tidak sepenuhnya menyalahkan Prilly yang bersikap tak santun pada istrinya karena kali ini Maria juga sangat keterlaluan dalam menyakiti dirinya juga putrinya. Maria dan Jingga sudah lama bersikap semena-mena padanya juga Prilly namun dia memilih diam karena tidak ingin memperkeruh suasana.

Tapi kali ini sepertinya Prilly sudah tidak bisa menahan dirinya lagi. "Nak bisa antarkan Bapak ke kamar? Bapak pusing." Soni menyentuh lengan putrinya yang memeluk pinggangnya dari samping.

Soni benar-benar terharu dan begitu bangga pada putrinya. Prilly -nya yang baik hati.

Prilly menoleh menatap Ayahnya lalu mengangguk pelan. "Ayo Pak kita ke kamar."Ujar Prilly lembut sebelum beranjak dari sana dia masih menyempatkan dirinya untuk melirik tajam Ibu tirinya yang berdiri kaku tak jauh dari mereka.

Dengan sengaja Prilly memasuki rumahnya dengan sedikit menabrak bahu Ibu tirinya. Prilly tidak apa-apa jika dirinya yang selama ini di hina dijadikan sapi perah oleh Maria dan Jingga tapi dia tidak akan terima jika wanita itu berniat menyakiti Ayahnya bahkan jika itu hanya melalui lisan saja Prilly tetap tidak akan membiarkannya.

Maria mengepalkan kedua tangannya ketika Prilly terang-terangan memperlihatkan perlawanannya kali ini.

Sialan!

Berani-beraninya anak itu!

**

"Bapak istirahat ya." Prilly menarik selimut untuk menutupi sebagian tubuh Ayahnya.

Soni tersenyum sambil tersenyum. "Bapak baik-baik saja. Kamu juga istirahat ya Nak."

"Iya Pak."

Setelah memastikan Ayahnya tidur dengan tenang, Prilly baru beranjak dari sisi ranjang sang Ayah. Dia masih harus menyelesaikan urusannya dengan sang Ibu tiri kali ini dia tidak bisa berdiam diri Ibu tirinya sudah terlampau berani hingga menghardik Ayahnya tepat didepan wajahnya.

"Al lo masih di sini?" Prilly terkejut ketika mendapati Aldo masih duduk nyaman di sofa ruang tamu rumahnya.

Aldo tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. "Gue masih nunggu cerita lo." Katanya sambil menepuk pelan sofa di sisinya.

Prilly terlihat menghela nafasnya, beberapa waktu lalu dia sempat mengeluarkan uneg-uneg lantaran galau setelah mendengar percakapan perawat yang mengatakan Ali sudah memiliki istri.

Sampai akhirnya Prilly membuka suaranya maksudnya hanya untuk berbagi cerita untuk mengurangi beban di kepalanya namun dia lupa jika Aldo adalah sosok peka hingga tak lama kemudian dia menebak jika Ali atau pria yang sering dipanggil sombong itu adalah Ali atau Ai-nya.

Prilly sempat berkelit sampai akhirnya dia mengatakan jika dirinya curiga pada sosok Ali, dia masih belum sepenuhnya percaya jika Ali si pria sombong adalah orang yang berbeda dengan Ai-nya. Prilly masih sangat meyakini jika tatapan teduh yang dia lihat itu adalah milik Ai-nya.

"Jadi?"

Prilly baru saja menghempaskan bokongnya di sisi Aldo tanpa menunggu lama akhirnya Prilly menceritakan semuanya pada Aldo tanpa ada yang dia tutupi.

Setelah mendengar semua cerita Prilly, Aldo terlihat menganggukkan kepalanya. "Kalau menurut gue sebenarnya wajar Ali atau si sombong yang kamu ceritakan ini bersikap seperti itu bayangin aja ketika ada orang yang pertama kali bertemu langsung bersikap kayak sikap lo ke dia, lo pasti risih kan?" Prilly mengangguk setuju, mungkin jika dirinya sudah dia marahi jika ada pria yang berani-beraninya bersikap sok kenal seperti itu.

Benar juga tapi--

"Tapi dia Ai. Gue yakin!"

"Oh Prilly please kalian nggak bertemu tuh belasan tahun bukan hitungan hari tapi tahun dear! Jadi wajar kalau Ali bersikap seperti itu oke mungkin ini terdengar menyebalkan bagi lo tapi gue tetap akan ungkapinnya." Prilly merasa sedikit was-was menunggu Aldo mengungkapkan apa yang ada di kepala pria itu.

"Mungkin lo iya masih nantiin Ali atau Ai lo sampai kapan hari tapi dia? Ali? Atau Ai lo? Lo yakin dia masih seantusias lo nunggu hari dimana kalian akan kembali bertatapan?" Tanya Aldo sambil menatap lekat sahabatnya yang terlihat seperti orang linglung.

Prilly menelan ludahnya. Benar, apa Ali masih atau pernah menunggu pertemuan mereka sama seperti dirinya yang selalu menantikan hari itu tiba?

Atau selama 13 tahun terakhir hanya dirinya saja yang mengharapkan pertemuan di antara mereka?

Air mata Prilly nyaris tumpah ketika mengingat mungkin Ali benar-benar sudah melupakan dirinya. Ali sudah mengubur dalam-dalam kisah mereka di masa lalu.

Ai benarkah kamu sudah melupakan aku?

"Dan satu lagi." Prilly menoleh menatap Aldo tanpa repot menyembunyikan kesedihan hatinya. Aldo memeluk erat bahu sahabatnya sebelum berkata. "Mungkin saja Ali itu memang Ai kamu tapi bukankah kamu sendiri yang mendengar jika pria itu sudah memiliki istri dan mereka baru saja kehilangan anak mereka? Menurut kamu apa pria yang baru saja kehilangan anaknya akan bersikap manis pada orang lain?"

Orang lain?

Air mata Prilly satu persatu mulai menetes ketika ucapan Aldo menancap tepat di ulu hatinya. Ternyata dalam kurun waktu 13 tahun mampu membuat dirinya menjadi sosok orang lain dalam hidup Ali.

Miris sekali..

*****

Lingkar CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang