Bab 38

3.2K 398 19
                                    


"Hahahaha..."

"Akhirnya perempuan itu mati. Hahaha.."

Tawa seorang perempuan terdengar memenuhi sebuah kamar. Perempuan itu terlihat begitu bahagia setelah menabrak perempuan yang sudah merebut Kak Ali darinya.

Benar, Miranda baru saja menghantam tubuh Prilly dengan mobil yang sengaja dia kendarai dengan kecepatan tinggi.

"Hahahaha..."

Semua bermula ketika Miranda melihat Prilly keluar dari sebuah supermarket dengan menenteng plastik berisi belanjaan wanita tersebut. Miranda tidak berniat menabrak jika saja wanita itu tidak tersenyum lebar yang mengingatkan dirinya pada hari dimana Ali melamar wanita itu tepat di depan mukanya.

Miranda tak terima ketika melihat wanita yang merebut Ali bisa tersenyum selebar itu sedangkan dirinya harus menderita dan terus memendam kekecewaan pada Ali yang lebih memilih wanita itu dari dirinya.

Miranda sudah memiliki kesepakatan dengan Doni untuk menghancurkan mereka tapi khusus untuk Prilly itu menjadi bagian Miranda. Dan saat ini adalah kesempatan yang bagus untuk melenyapkan wanita itu.

"Ucapkan selamat tinggal pada dunia yang kejam ini Prilly." Kata Miranda sebelum memacu laju mobilnya dengan kecepatan tinggi bertepatan dengan Prilly menyebrang jalan namun naas mobil Miranda terlebih dahulu menghantam tubuhnya hingga Prilly terlempar dan terjatuh menghantam trotoar yang membuat wanita itu kehilangan kesadarannya dalam seketika.

Kejadiannya begitu cepat hingga tidak ada yang menolong Prilly namun tanpa Miranda sadari jika seseorang di sana berhasil mengambil gambar mobil dan juga dirinya yang terlihat melalui kaca mobilnya yang lumayan terang.

**

Ali berjalan cepat menyusuri lorong rumah sakit dimana Prilly sedang ditangani di sana tidak hanya ada Satria tapi juga Ayah Prilly dan Tantenya.

Dewi langsung beranjak menyambut kedatangan Ali dengan pelukannya hingga membuat tubuh Ali melemah seketika. "Prilly.."

Dewi mengeratkan pelukannya pada tubuh Ali. "Sabar Sayang. Sabar Nak." Kata Dewi yang membuat Ali semakin menenggelamkan wajahnya di bahu sang Tante.

Ali tidak tahu bagaimana caranya dia tiba disini dengan mengenakan baju rumahan bahkan dia hanya memakai celana pendek dengan sandal jepit.

Setelah Satria menghubungi dirinya yang Ali lakukan adalah berlari keluar dari apartemennya ketika sampai dibawah dia baru menyadari jika dirinya tidak membawa serta dompet dan kunci mobilnya hingga akhirnya Ali memutuskan untuk menggunakan taksi menuju rumah sakit.

Dan syukurnya Ali menemukan beberapa lembar rupiah di saku celananya untuk membayar ongkos taksi yang membawanya kemari.

"Sebenarnya ada apa Tante?" Tanya Ali setelah merenggangkan pelukannya.

Tangis Dewi kembali pecah hingga membuat Ali semakin ketakutan. Dia tidak bisa berfikir jernih hatinya benar-benar tidak tenang apalagi kala matanya bertemu dengan mata kelam milik Soni.

Calon ayah mertuanya itu tampak menatap tajam dan penuh perhitungan ke arahnya. Kenapa? Apa Ali ada melakukan kesalahan hingga harus mendapatkan tatapan sedemikian rupa dari Ayah kekasihnya itu?

"Ada yang harus kita bicarakan Mas." Ali sudah benar-benar melepaskan diri dari pelukan Dewi dan menoleh menatap Satria yang berdiri kaku di sampingnya.

Ali mengernyit bingung namun tetap menganggukkan kepalanya. Dia penasaran dengan apa yang ingin dibicarakan oleh Satria tapi dia yakin apapun yang ingin dibicarakan oleh Satria itu pasti hal penting.

**

Satria mengangsurkan gambar yang ada di ponselnya pada Ali yang menerimanya dengan kernyitan bingung.

"Jika ini vidio mesum Doni aku enggan melihatnya." Kata Ali sebelum benar-benar meraih ponsel yang diberikan oleh Satria.

Dengan berwajah kaku Satria menggelengkan kepalanya. "Video Doni sudah tersimpan aman dan siap kita sebarkan kapanpun Mas inginkan." Sahut Satria yang diangguki Ali.

"Mas, aku benar-benar nyaman ketika kau memanggilku seperti itu Satria." Ali justru mengomentari hal lainnya.

Satria memilih diam namun tangannya mulai bergerak untuk membuka ponsel ditangan Ali yang tak kunjung pria itu apa-apakan padahal ada sesuatu yang penting di sana.

Ali mengernyit bingung kala melihat foto sebuah mobil dan satu foto lagi memperlihatkan pengemudi mobil yang samar-samar terlihat mirip seseorang yang Ali kenali.

"Apa ini?" Tanya Ali dengan wajah bingung. Mereka sedang berada di taman rumah sakit.

Ali tidak perduli beberapa orang di sana entah itu pasien atau penjaganya bahkan ada beberapa orang Dokter dan perawat yang lewat di sana begitu menaruh perhatian pada Ali dan Satria. Ketampanan kedua pria itu memang tidak bisa diragukan lagi.

Meskipun hanya mengenakan kaos biasa dan celana pendek tapi pesona Ali masih mampu membuat mata-mata hawa berpaling padanya.

Sama seperti Ali Satria juga tampaknya begitu banyak mendapatkan perhatian namun keduanya kompak untuk mengabaikan itu semua dan memilih fokus pada gambar yang sedang diperhatikan oleh Ali.

"Ini terlihat seperti Miranda. Benar tidak?" Ali terlihat ragu-ragu ketika menyatakan jika sosok perempuan pada foto di ponsel Satria adalah Miranda, Adik angkatnya yang memilih kabur karena patah hati padanya.

Kekanakan sekali Miranda itu. Hanya karena cintanya dia tolak, wanita itu mengabaikan semua perhatian dan kasih sayang yang selama ini dia dan Tantenya curahkan pada Miranda. Mereka benar-benar menyayangi Miranda meskipun untuk mencintainya jelas tidak mungkin karena hati Ali sudah terisi penuh oleh sosok wanita yang sekarang sedang berjuang melawan maut.

Dada Ali terasa sesak kala mengingat kekasihnya yang masih kritis.

"Sosok di foto itu memang Miranda Mas."

"Ya?"

Satria menggeserkan foto di ponselnya yang masih berada di tangan Ali. "Aku sudah melacak plat mobil ini dan semuanya atas nama Miranda." jelas Satria lagi.

"Lalu?"

Satria terlihat menghela nafasnya menatap sosok pria yang begitu dia sanjung. Bagi Satria sosok Ali seperti Ayah, teman, Kakak dan panutan. Satria sangat menghargai Ali, apapun akan dia lakukan demi kebahagian pria ini namun kali ini dia merasa gagal kala melihat ekspresi keterkejutan dan juga luka menganga di mata tajam panutannya itu.

"Dan mobil inilah yang menabrak Nona Prilly."

Ponsel ditangannya seketika jatuh, dada Ali begitu sesak dan terasa sangat menyakitkan. Miranda? Benarkah Miranda setega itu padanya?

Kenapa Miranda? Kenapa? Kenapa gadis manis Adik kesayangan Ali itu harus berubah sejauh ini, jadi ini salah satu alasan dibalik tangis histeris Tantenya tadi?

Miranda.

Miranda yang menjadi dalang atas kecelakaan yang menimpa kekasihnya?

Sialan!

'Jangan salahkan aku Miranda jika kali ini kamu benar-benar akan merasa hidup di Neraka.'

*****

Lingkar CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang