Bab 34

3.2K 338 12
                                    


"Jadi bisa kamu jelaskan siapa dirimu Nak?" Soni bertanya dengan suara teduhnya pada Ali yang duduk kaku di depannya.

Semangat Ali yang menggebu-gebu tadi seketika sirna saat tubuhnya berubah bergetar tatapan matanya meneduh kala Ayah Prilly bertanya begitu hangat padanya.

Ali sudah menyiapkan diri jika Ayah Prilly menolak kedatangannya namun yang dia dapatkan justru sebaliknya. Ayah Prilly menyambut kedatangannya dengan penuh kehangatan dan jujur ini kali pertama Ali merasakan kehangatan itu.

Apakah seperti ini rasanya memiliki Ayah?

Begini kah perasaan setiap anak jika Ayahnya bertanya?

Dan bolehkah Ali egois jika dia menginginkan kehangatan ini kembali jika perlu setiap hari. Bolehkah?

"Nak Ali."

"Ah ya Pak." Ali sedikit tergagap ketika Soni kembali memanggil dirinya.

"Saya kekasih Prilly. Maaf jika saya lancang tapi niat saya kemari untuk melamar Prilly langsung pada Bapak." Ali berkata dengan mantap namun siapa tahu jika debaran jantungnya di dalam dada nyaris membuatnya kewalahan.

Soni mengedipkan matanya beberapa kali namun sebelum dia mengeluarkan suaranya lagi Prilly datang membawa nampan berisi kopi dan teh hangat untuk Ali.

"Kamu masih nggak suka kopi kan Ai?" Tanya Prilly yang diangguki oleh Ali. Sebenarnya Ali suka kopi tapi cuma di pagi hari saja itupun jarang.

Jadi hatinya seketika menghangat saat Prilly masih mengingat tentang dirinya.

Soni sedikit bingung melihat interaksi antara putrinya dengan pria bernama Ali ini, interaksi mereka begitu natural dan santai seolah-olah mereka sudah berkenalan lama. Tapi kenapa baru malam ini Prilly membawa kekasihnya itu menemui dirinya?

Prilly menaruh cangkir kopi di depan Soni. "Bapak mau makan atau mau cemilan lain juga?"

Juga?

Soni mengedipkan matanya menatap Ali dan Prilly dengan ekspresi kebingungan. "Nggak Nak. Bapak cukup kopi aja." sahutnya yang diangguki Prilly.

"Ya sudah bentar ya Pak, aku ambilkan cemilan untuk Ali dulu." Katanya sebelum kembali berlalu ke dapur.

Ali tahu lewat tatapan mata Soni, pria itu sedang berusaha mencari tahu kedekatan antara dirinya dan Prilly. Sebaiknya Ali memang jujur saja.

"Maaf Pak."

"Ya?"

Ali tersenyum kecil matanya memangku pada Soni yang terlihat salah tingkah karena ketahuan menelisik Ali.

"Sebenarnya saya sahabat kecil Prilly." Soni mengernyit bingung ketika Ali menyebutkan dirinya sebagai sahabat kecil putrinya, dia mulai mengingat sesuatu namun belum berani memastikan.

"Saya Ali pria kecil yang selalu ditolong oleh putri Bapak di rumah tua 13 tahun lalu."

"APA?!"

Tidak hanya Soni tapi Ali ikut tersentak kala mendengar teriakan kencang seorang wanita yang datang bersama putrinya. Ali yakin wanita ini adalah Ibu dan Kakak tiri Prilly.

Wajah mereka tidak berubah masih sama jeleknya seperti dulu. Bathin Ali.

"Kamu anak gemb-- Iya Tante saya Ali anak gembel yang dulu Tante larang berteman dengan putri tiri Tante."  Ali terlebih dahulu memotong perkataan Maria yang langsung bungkam.

Jingga berdiri kaku di samping Ibunya, dia ingat pria kecil yang dulu dekil dan berteman akrab dengan Adik tirinya dan sekarang pria kecil yang dulu sering dihina gelandangan oleh Ibunya menjelma bak seorang pangeran dengan wajah tampan dan pasti kaya raya.

Jingga sekarang tahu mobil keluaran terbaru yang terparkir di depan rumahnya pasti milik pria ini.

Soni menatap Maria dengan pandangan tak percaya, dia benar-benar tidak tahu jika istrinya pernah berlaku sekejam itu pada seorang anak kecil.

Ali tersenyum kaku matanya masih menelisik menatap Maria dan Jingga yang langsung salah tingkah dibawah tatapan dingin Ali. Semuanya berdiri kaku pada posisi masing-masing hingga Prilly datang dan menegur keluarga dan juga kekasihnya yang masing-masing dalam keadaan berdiri.

"Ini kenapa pada berdiri semua?"

Ali langsung mengendurkan tatapannya ketika melihat Prilly datang, tangannya terulur ke arah Prilly yang langsung di sambut oleh wanita itu.

"Sekarang saat yang tepat Sayang." bisik Ali pada telinga kekasihnya sebelum mengalihkan pandangannya menatap Soni dengan tatapan tulusnya. "Semuanya sudah berkumpul jadi boleh kah saya mendengar jawaban dari Bapak tentang lamaran saya tadi?" Tanya Ali yang tentu membuat mereka semua terkesiap kecuali Soni.

**

Doni berjalan menyusuri Bar yang selalu menjadi tempat untuknya menghabiskan waktu dan juga menghamburkan uang miliknya. Dia merasa kasihan pada Ayahnya yang bekerja siang malam menumpuk uang tanpa tahu cara menghabiskannya jadi dia bermurah hati untuk membantu Ayahnya menghabiskan tumpukan uang tersebut.

Hahaha, mulia sekali hatimu Doni!

Dengan gaya angkuhnya Doni berjalan memasuki Bar yang sudah lumayan padat jelas saja ini sudah lewat tengah malam tentu saja Bar ini sudah ramai pengunjungnya.

Doni langsung menghampiri bartender yang sudah sangat mengenal dirinya itu tanpa meminta bartender itu langsung memberikan minuman favoritnya jika berada di sini.

Doni menyesap minuman miliknya dengan mata menyusuri ke seluruh penjuru Bar, dia ingin berpetualang lagi bercinta dengan Juwita tak langsung membuatnya puas dan berhenti mencari mangsa.

Doni tersenyum licik ketika melihat seorang perempuan yang juga sedang menyesap minumannya, perempuan itu memilih meja paling pojok hingga kehadirannya tak begitu mencolok namun Doni cukup lihai untuk mengenali perempuan yang sempat menghabiskan malam-malam panas dengannya dulu.

"Hai." Sapa Doni ketika kakinya sudah membawanya ke hadapan perempuan yang di bicarakan itu.

Sang wanita mendongak menatap kearah Doni dan seketika itu pula umpatan keluar dari bibir tipisnya yang pernah menjadi idaman Doni.

"Bajingan sialan!"

Doni tidak sakit hati dengan makian tersebut justru tawanya terdengar begitu kencang namun begitu memuakkan ditelinga wanita.

"Apa kabar Miranda?"

"Buruk. Lebih buruk ketika kau berdiri di hadapanku. Jadi bisakah kau enyah dari hadapanku sialan?" Tanya Miranda dengan penuh penekanan dan juga tatapan kebencian yang dia layangkan sepenuh hati pada Doni.

Bukannya angkat kaki setelah pengusiran terang-terangan yang dilakukan Miranda, pria itu justru menghempaskan bokongnya di kursi di depan Miranda.

"Aku ingin menemani mu malam ini." Katanya dengan wajah nakal yang sempat membuat Miranda terpedaya dulunya tapi tidak untuk sekarang.

Miranda benar-benar muak melihat wajah menyebalkan itu. Mengabaikan Doni, Miranda kembali menyesap minumannya sampai tiba-tiba kepalanya mencetuskan sesuatu dan seketika matanya membulat.

Doni. Benar Doni ini adalah Kakak Tiri Ali, Miranda baru mengingatnya dan kenapa dia tidak memanfaatkan Doni untuk menghancurkan Ali -pria brengsek- yang sudah mencampakkan dirinya.

Ah, brilian sekali idemu kali ini Miranda.

*****

Harga po 55k + 1 pdf masih berlaku ya cuma sampai besok bagi yang berminat cerita ini silahkan list ke WA 081321817808

Lingkar CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang