Bab 11

2.9K 319 6
                                    


Ali berjalan cepat menyusuri lorong rumah sakit lalu memasuki lift yang akan membawanya ke lobi. Ali ingin segera enyah dari tempat ini. Tempat dimana dia bertemu dan menciptakan luka kembali di hati gadis yang sudah dia cintai hampir seumur hidupnya.

Memejamkan matanya Ali terlihat lesu ketika memilih menyenderkan tubuhnya pada dinding lift, untung saja lift dalam keadaan kosong jadi tidak perlu ada yang melihat kondisinya yang memprihatinkan seperti ini.

Ali masih terbayang bagaimana tatapan terluka yang Prilly persembahkan untuknya dini hari tadi. Dia akui dirinya benar-benar brengsek karena memilih cara keji itu untuk melepaskan dirinya dari Prilly tapi demi Tuhan semua itu dia lakukan untuk keselamatan Prilly sendiri tidak apa-apa Prilly merasakan sakit itu sekarang dari pada nanti gadis itu akan semakin dalam terluka.

Ck! Tapi tetap saja Ali tidak nyaman dengan rasa sesal yang terus menggelayuti hatinya.

Tapi lebih dari semua itu Ali tak henti-hentinya bersyukur karena Tuhan masih memberinya kesempatan untuk bertemu dengan gadis pujaannya. Dia bangga dan juga senang karena Prilly bisa langsung mengenali dirinya.

Prilly-nya masih sepeka dan semanis dulu.

Tanpa sadar Ali memejamkan matanya lalu sebelah tangannya tergerak untuk menyentuh lengannya yang sempat disentuh oleh Prilly dini hari tadi. Senyum di bibir Ali terukir meskipun terlihat sedikit sendu, perasaan pria itu kembali tak menentu.

Dan kenapa, kenapa harus di saat seperti ini dia dan Prilly kembali dipertemukan? Kenapa?

**

"Dari mana kamu Doni?"

Doni menghentikan langkahnya ketika melihat sang Ayah duduk tenang di atas sofa rumah mereka.

"Kerja." sahutnya dengan santai dan berniat kembali ke kamarnya. Demi Tuhan, dia sangat butuh tidur setelah semalaman dia 'berperang' gairah bersama jalang simpanannya.

Agung mengepalkan tangannya. "Jangan coba-coba membohongiku anak durhaka! Katakan jalang mana lagi yang kau tiduri hah?!" Agung beranjak dari duduknya lalu berdiri tegak di depan putra sulungnya. Meksipun umurnya tak muda lagi tapi dia masih cukup gagah dan kuat untuk menghajar anak tidak tahu diri seperti Doni ini.

Doni berdecak penampilannya yang acak-acakan membuat dirinya terlihat seperti gembel dibanding sang Ayah yang sudah rapi dengan stelan kerjanya.

"Aku kerja Pa! Berapa kali aku harus menjawabnya." Doni nyaris mencak-mencak ketika Agung tak kunjung mengendurkan tatapannya.

"Jangan pernah membohongiku Doni!"

Doni berdecak pelan. "Oke. Aku jujur semalaman aku di club. Puas Papa?" Tanyanya dengan wajah menantang yang membuat amarah Agung membumbung tinggi setelahnya.

Plak!!

"Doni! Apa yang kau lakukan pada anak kita Mas?!" Wika yang baru saja datang dari dapur terkejut bukan main ketika melihat suaminya menampar pipi putra mereka.

Tamparan Agung cukup kuat hingga membuat sudut bibir Doni berdarah, pria itu sedikit menyesal memancing emosi Ayahnya, dia tidak menyangka di usia tuanya sang Ayah masih memiliki tenaga sekuat banteng.

Wika berjalan cepat menuju putranya lalu memeriksa wajah Doni yang memerah dengan sudut bibir berdarah membuat Wika kembali histeris.

"Kamu benar-benar jahat Mas!"

"Lebih jahat mana dengan perbuatan mu pada Ali putraku?"

Wika sontak menghentikan gerakan tangannya yang sedang menyentuh wajah putranya. Kepalanya sontak menoleh menatap suaminya yang memindai tajam dirinya.

"Apa maksudmu?" Tanyanya pura-pura tidak mengerti.

Agung berdecih pelan sebelum memperlihatkan senyum meremehkannya. "Jangan berlagak bodoh Wika! Aku tahu kamu dan putramu ini yang membunuh putraku!"

Wika dan Doni serentak terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Agung. Keduanya saling bertatapan namun sebelum mengelak Agung terlebih dahulu bersuara.

"Kalian pembunuh! Dan aku benar-benar menyesali keputusanku dengan menyerahkan putraku pada wanita jahat dan licik seperti kamu." Agung menunjuk Wika dengan jarinya.

Wika tersenyum culas. "Lalu kamu apa? Kamu pikir kamu pria terhormat begitu? Pria terhormat mana yang berselingkuh dan tidur dengan jalang sampai menghasilkan seorang anak? Katakan padaku adakah pria seperti itu disebut terhormat? Hah?!" Wika menatap suaminya dengan pandangan menantang.

Agung mengepalkan tangannya. "Ali putraku."

"Ya! Putra harammu dengan Jalang sialan itu!!"

Plak!!

"Mama!!"

Agung menatap tangannya lalu wajah istrinya yang memerah tanpa mengatakan apapun dia berbalik dan meninggalkan istri dan anaknya.

Wika menatap kepergian suaminya dengan tatapan penuh kebencian. Lihat saja setelah ini pria sialan itu akan mendapat balasannya.

**

"Kamu baik-baik saja Nak?" Soni bertanya saat melihat pagi ini putrinya terlihat lesu dan tidak bersemangat.

Prilly tersenyum pada sang Ayah selain bokong dan pinggangnya yang terasa sakit selebihnya dia baik-baik saja.

"Aku nggak kenapa-napa Pak." Katanya sambil membawa nampan berisi makanan untuk Ayahnya.

Soni masih belum sepenuhnya percaya jadi dia kembali mengutarakan kegundahan hatinya. "Bapak liat wajah kamu sedikit pucat terus kamu kayak lesu gitu. Jujur sama Bapak kamu kenapa Nak?"

Prilly terharu sekali dengan perhatian sang Ayah. Andai saja dia bisa bercerita tentu dia tidak akan membungkam mulutnya seperti ini tapi dia tidak bisa menceritakan sesuatu yang belum pasti seperti ini.

Benar, setelah terperajat dari tidurnya di tangga darurat Prilly berpikir mungkin saja pria sombong itu bukan Ai-nya terlebih itu pertemuan pertama mereka dan Prilly langsung mengklaim itu Ai-nya rasanya sedikit mustahil dan juga wajar jika pria itu menolak dirinya sekejam itu.

Dan juga Prilly berniat untuk tidak lagi mengingat pria itu, mata sendu pria itu yang membuatnya yakin jika pria itu adalah Ai. Tapi tidak menutup kemungkinan diluar sana masih banyak yang memiliki tatapan sendu seperti itu bukan?

Dia tidak memiliki bukti kuat jika pria itu adalah Ai. Lagi pula Prilly mulai ragu jika Ai-nya masih hidup mungkin saja Ai memang sudah benar-benar meninggal seperti kata Ibu dan Kakak tirinya.

"Kenapa Nak?"

Prilly tersentak dari lamunannya ketika tangan hangat sang Ayah menyentuh lengannya. Prilly buru-buru tersenyum berusaha menutupi kegalauannya pada sang Ayah.

"Nggak apa-apa Ayah cuma lagi kepikiran pekerjaan aja." Katanya berbohong jelas saja berbohong dia sudah meminta izin untuk tidak masuk kerja hari ini karena merawat Ayahnya yang sakit.

"Benarkah?"

Prilly tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. "Iya Pak. Ayok Bapak harus makan banyak supaya cepat sembuh dan kita cepat pulang ya Pak ya." Prilly melebarkan senyumannya berusaha terlihat baik-baik saja didepan sang Ayah.

Tanpa dia sadari seseorang bermata teduh yang memenuhi kepalanya sejak semalam sedang berdiri kaku di depan pintu dengan mata tertuju pada Prilly. Hanya pada Prilly.

*****

Lingkar CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang