Miranda adalah seorang gelandangan ketika Dewi memungutnya tepatnya Miranda anak dari seorang pelacur yang kala itu tinggal di permukiman kumuh. Sejak kecil Miranda tidak kenal Ayahnya karena sang Ibu tidak tahu benih siapa yang dia kandung kala itu.Ibunya seorang pelacur yang begitu terkenal kala itu jadi satu malam beliau tidak hanya melayani satu atau dua pelanggan dan hubungan mereka hanya sebatas pelanggan dan pekerja saja.
Sampai akhirnya Ibunda Miranda hamil dan melahirkan Miranda di salah satu kamar di tempat pelacuran itu. Masa kecil Miranda jauh dari kata bahagia sampai akhirnya Miranda kecil memilih kabur dari tempat maksiat di mana dia di lahirkan.
Lalu layaknya seorang Ibu peri akhirnya Dewi datang menolong Miranda dan membawanya bersama keluar negeri untuk memulai hidup baru.
Miranda tumbuh menjadi wanita yang cantik dengan postur tubuh yang begitu indah tinggi namun tidak bisa dikatakan jakung. Berat tubuhnya juga ideal hingga tak heran begitu banyak pria yang mengejar dirinya.
Dan layaknya pribahasa buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya begitulah kehidupan yang Miranda jalani. Memang dia tidak melacur namun hobinya berpetualang dari ranjang ke ranjang bersama pria-pria yang dikenalinya.
Dan Miranda melampiaskan kesalahan itu pada Ali karena pria itu menolak cintanya padahal jauh dari dalam lubuk hatinya Miranda begitu menikmati kehidupan ranjangnya minus Doni pria sialan yang menghamilinya itu.
Sial!
Jika mengingat Doni dadanya selalu saja bergemuruh namun gemuruh yang dia rasakan kala mengingat Doni tak sebanding dengan gemuruh yang dia rasakan saat ini ketika Ali tepat didepan muncungnya melamar wanita lain.
"Menikahlah denganku Sayang. Aku mohon."
Bahkan Ali rela memohon pada wanita yang menurut Miranda jelas jauh dibawahnya. Prilly tidak ada apa-apanya dibanding dirinya.
Miranda terlihat mengepalkan kedua tangannya. "Aku nggak setuju!" Miranda terlebih dahulu mengeluarkan suaranya bahkan kerasnya suara Miranda mampu menyentakkan Prilly dari lamunannya.
Ali dan Prilly seketika menoleh menatap Miranda dengan pandangan berbeda. Ali sedikit terkejut dengan penolakan Miranda sedangkan Prilly terlihat tidak terima dia begitu kesal pada wanita itu.
"Aku mau."
Ali segera menolehkan kepalanya menatap Prilly yang berbicara namun matanya masih terpaku pada Miranda.
"Ya?"
Prilly semakin menajamkan matanya menatap Miranda sebelum beralih menatap Ali yang seketika membuat pandangannya melembut. Senyum Prilly perlahan terbit ketika melihat mata Ali yang membulat menatapnya.
Kedua tangan Prilly terangkat untuk menyentuh sisi wajah Ali, menangkupnya dengan lembut lalu memajukan wajahnya.
Chup!
Mata Miranda sontak terbelalak ketika dengan beraninya wanita itu mengecup bibir Ali tepat didepannya.
Prilly memejamkan matanya ketika bibirnya menyentuh tekstur kenyal dari bibir Ali. Prilly hanya mengecup tidak melumat namun mampu membuat seluruh tubuh Ali terdiam kaku.
Pria itu terkejut namun sangat menikmati.
Menjauhkan sedikit bibirnya, Prilly menarik nafasnya sebelum kembali berkata. "Nikahi aku Ai. Miliki aku." bisiknya dengan suara begitu serak dan lirih.
Mata Ali seketika mengerjap senyum hangat terlihat menghiasi bibirnya. "Segera Sayang. Apapun untuk kamu Sayang."
Dan kali ini Ali lah yang melahap bibir kekasihnya keduanya bercumbu tepat didepan Miranda. Mereka berdua seolah melupakan keberadaan Miranda di sana. Hanya Ali yang benar-benar melupakan keberadaan Miranda sedangkan Prilly..
Perlahan dia buka matanya, dia lirik kearah Miranda yang terlihat begitu murka.
'Jika kau ingin berperang maka aku siap melawannya.'
**
Miranda pergi meninggalkan apartemen Ali membawa kemarahan yang membuncah di dadanya.
Sialan! Wanita itu benar-benar sialan!
Miranda melampiaskan kemarahannya dengan memukul setir mobilnya yang tidak bersalah. Dia benar-benar muak apalagi ketika Ali membiarkan dirinya pergi begitu saja, pria itu tidak berusaha menahan kepergiannya.
Pria itu terlalu senang dengan diterimanya lamarannya oleh wanita pujaan hatinya. Ali terlihat luar biasa bahagia dan Miranda tidak menyukai alasan dibalik senyum bahagianya Ali itu bukan dirinya.
Dia tidak suka jika ada orang lain yang membuat Ali tersenyum selebar itu bahkan hampir seumur hidupnya yang dia habiskan bersama Ali sejak kecil dia belum pernah melihat Ali tersenyum selebar dan sehangat itu.
Ali seperti memberi jarak padanya tapi dengan wanita itu. Tunggu dulu apa..
Seketika kaki Miranda menginjak rem mobilnya kuat-kuat bahkan suara decitan ban mobil yang bergesekan dengan aspal terdengar begitu nyaring.
Suara klakson mobil di belakangnya terdengar memekakkan telinga tanda protes Miranda yang menghentikan laju mobilnya secara mendadak tapi wanita itu tidak perduli.
Dia tidak perduli pada siapapun atau apapun saat ini karena pikirannya sedang tertuju pada satu hal. Jantungnya seketika berdebar kencang, tidak mungkin.
Tidak mungkin wanita itu adalah cinta sejatinya Ali. Wanita yang membuat Ali menutup rapat pintu hatinya untuk wanita lain termasuk dirinya.
Tidak mungkin cinta masa kecil Ali yang sialannya begitu mengakar di hati pria itu kembali dan mereka akan segera menikah.
Benarkah wanita simpanan itu adalah Prilly? Sosok cinta masa lalu Ali yang masih di genggam erat oleh pria itu? Jika benar bagaimana dia mampu melawan wanita itu dengan nyata bahkan menyingkirkan bayangan wanita itu yang berwujud kenangan masa lalu saja dia tidak mampu.
"Nggak mungkin!" Miranda menggelengkan kepalanya, dia menolak untuk percaya jika wanita di apartemen Ali itu adalah Prilly.
Tidak mungkin! Wanita itu hanya simpanan Ali. Benar! Hanya simpanan.
Lalu mungkinkah jika wanita itu hanya sekedar simpanan Ali akan melamar bahkan memohon untuk di nikahi oleh wanita yang kau sebut simpanan itu?
Miranda meremas rambutnya dengan kencang, tolong pergi! Dia tidak mau mendengar apapun!
Tinn!!
Tinnn!!
Suara klakson mobil berpadu dengan suara hati Miranda membuat kepala Miranda nyaris pecah. Mobilnya masih berhenti di tengah jalan dan ketika melihat seorang petugas lalu lintas berjalan kearahnya seketika Miranda melajukan mobilnya.
Dia masih memiliki segudang masalah yang harus dia selesaikan jadi dia terlalu enggan membuat masalah apalagi sampai berhubungan dengan hukum. Tidak Miranda masih cukup waras.
Miranda mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dia butuh ketenangan dan sex adalah jalan keluar terbaik untuk memberinya ketenangan.
Bagi Miranda sex adalah obat mujarab untuk segera kegundahan dan kegalauannya.
*****

KAMU SEDANG MEMBACA
Lingkar Cinta
RomanceCerita baru setelah My Destiny, jangan lupa dibaca yaaa...