Bab 37

3.3K 367 18
                                    


"Kamu dari mana saja Doni? Kamu tega ninggalin Mama hampir satu bulan ini euh?" Wika benar-benar melabrak putranya kala Doni kembali ke rumah mereka setelah satu bulan putranya ini tidak pulang ke rumah.

Doni mengacak rambutnya yang mulai memanjang lalu menatap Ibunya dengan pandangan sulit diartikan.

"Ma aku mau nanya sesuatu ke Mama." Katanya yang membuat Wika mengernyit bingung. "Apa?" Tanyanya kemudian.

"Apa benar Mama yang membunuh Ibunya Ali?"

Degh!

Seketika wajah Wika memucat setelah mendengar pertanyaan putranya. Doni melihat dengan saksama ekspresi wajah Ibunya dan dia dapat menyimpulkan satu hal jika kilasan kejadian di masa lalu yang terlintas di otaknya benar adanya.

Mamanya yang membunuh Ibu Ali dan juga mereka yang meninggalkan Ali di hutan sampai akhirnya mereka mengira jika Ali mati padahal pria itu masih hidup dan bersiap membalaskan dendamnya pada mereka.

Sialan!

Doni benar-benar harus mengambil tindakan cepat sebelum Ali benar-benar datang dan menghancurkan mereka.

Doni tersentak kaget kala Ibunya menyeret dirinya ke taman belakang rumahnya terlihat sekali jika Ibunya sedang ketakutan saat ini.

"Ka..kamu ngomong apa tadi?" Wika benar-benar diliputi ketakutan sekarang.

"Mama bunuh Ibu Ali pakai racun kan?" Mata Wika membulat sempurna dia tidak menyangka Doni masih mengingat perkataannya dulu.

"Ti..tidak." bantahnya tak yakin.

Doni menyeringai menatap Ibunya dengan tatapan kasihan. "Mama sudah ketahuan dan masih ingat berkelit tapi kalau sama aku nggak apa-apa hanya saja..." Doni sengaja menggantungkan perkataannya yang membuat Wika semakin waspada.

"Ali masih hidup dan bersiap menuntut balas kita Mama." Doni sengaja berbisik dia juga tidak mau ambil risiko jika ada yang mendengar perkataannya.

Dan tubuh Wika seketika melemah wanita itu nyaris tersungkur jika saja Doni tidak menangkapnya. "Tidak mungkin." bisiknya pada diri sendiri.

"Mungkin dan sekarang Ali sedang menyiapkan pernikahannya Ma."

"Apa?!" Lagi-lagi Wika dibuat terkejut dengan informasi yang dia dapatkan dari putranya. "Ali akan segera menikah dan mungkin untuk sementara dia akan menunda pembalasan dendamnya pada kita. Dia akan memilih memfokuskan dirinya pada pernikahannya dan kesempatan itu kita gunakan untuk kembali melenyapkan Ali kali ini kita benar-benar harus membunuh Ali Ma." Kata Doni dengan seringai liciknya.

Wika tidak mengatakan apapun namun dia setuju dengan usulan putranya. Sebelum anak haram itu kembali dan menuntut balas lebih baik dia dan Doni yang bertindak terlebih dahulu.

Benar, sebelum dilenyapkan maka dia yang harus terlebih dahulu melenyapkan.

Sialan! Anak pelacur itu kenapa harus kembali ke kehidupannya.

Arghhh!!

**

Dua hari kemudian akhirnya Ali diizinkan pulang setelah kondisinya membaik tetapi pria itu tetap mengalami muntah yang datang di waktu yang tidak menentu.

Seperti saat ini ketika Ali sedang bersantai menunggu kekasihnya. Ali kembali ke apartemen sedangkan Prilly pamit pulang sebentar untuk mengambil keperluannya.

Prilly diminta oleh Ali untuk menemani pria itu setelah merayu Bapaknya akhirnya Prilly diizinkan tinggal bersama Ali untuk sementara waktu minimal sampai Ali benar-benar pulih dan sehat seperti semula.

Ali segera berlari menuju wastafel di dapurnya lalu kembali memuntahkan isi perutnya. Semua makanan yang siang tadi dia makan kembali keluar hingga membuat Ali mengerang karena rasa sakit pada tenggorokannya.

Meringis pelan Ali nyaris tumbang karena perutnya semakin bergejolak. Sebenarnya dia sakit apa sih?

Ali mulai kebingungan dengan penyakit yang dia alami. Dokter mengatakan dirinya sehat tidak ada tanda-tanda sakit parah atau keracunan seperti yang di duga Prilly. Namun jika tidak sakit kenapa dia muntah parah seperti ini?

Ali benar-benar dibuat kebingungan sekaligus menderita karena mual dan muntah yang dia alami.

Byur!!

Ali menghidupkan keran air didepannya lalu mulai berkumur-kumur untuk mengurangi rasa pahit dan tidak enak dalam mulutnya.

Setelah berkumur-kumur dan merasakan gejolak perutnya untuk muntah mulai berkurang Ali tak langsung beranjak. Ali menegakkan tubuhnya terlebih dahulu sebelum beranjak Ali memastikan jika kepalanya tidak pusing bukan apa-apa Ali tidak mau jatuh tersungkur sendirian apalagi sampai pingsan di sini.

Ali berjalan tertatih menuju meja makan lalu menarik kursi di sana Ali tidak sanggup untuk melangkah menuju ruang bersantai di apartemennya.

Ali memejamkan matanya sejenak sebelum suara nyaring ponselnya terdengar memekakkan telinga. Ali mengerang pelan ketika deringan itu tak kunjung berhenti padahal Ali masih belum sanggup untuk beranjak ke ruang santai dimana ponselnya dia letakkan.

"Argh! Siapa sih?" Erang Ali kesal namun tetap beranjak, dia tahu itu telfon penting karena sudah 3 kali dia biarkan berdering namun masih saja si penelpon menghubungi nya kembali.

Dengan memaksakan dirinya Ali berjalan menuju ruang santai. "Awas saja jika bukan telfon penting." Gerutunya sambil berjalan menuju ruang santai.

Ali mendengus pelan ketika panggilan pada ponselnya terputus namun tak berapa lama ponsel itu kembali berdering hingga membuat Ali cemas seketika.

Ada apa, Ali belum pernah menerima panggilan sampai berkali-kali seperti itu. Dengan kecemasan yang mulai melanda Ali memaksa langkahnya untuk segera tiba di ruang santai. Untuk pertama kalinya Ali benar-benar menyesali luasnya apartemen miliknya.

Begitu tiba di ruang santai Ali segera meraih ponselnya dan keningnya seketika mengernyit saat melihat nama Satria tertera di sana.

Jika Satria dia yakin pria itu tidak akan menghubungi dirinya hanya karena alasan iseng apalagi sampai memborbardir panggilan sampai seperti ini dan kecemasan Ali semakin bertambah saja.

Tanpa menunggu lama Ali segera menerima panggilan telepon dari Satria.

"Halo." Jantung Ali seketika berdebar saat mendengar suara tangisan meskipun samar dia tahu itu suara tangisan.

"Satria ada apa?" Ali bertanya dengan suara mulai berubah dingin. Demi Tuhan dia benar-benar tidak menyukai situasi seperti ini.

"Mas tunggu di apartemen aku akan menjemput Mas."

Ali semakin tidak tenang jika berhubungan dengan pekerjaan Satria tidak akan repot-repot menghubungi Ali apalagi sampai memanggilnya Mas tanpa Ali suruh.

"Ada apa Satria? Katakan sebenarnya ada apa?" Ali mulai mengeraskan suaranya efek kekalutan yang sedang melanda dirinya.

"Prilly kecelakaan dan sekarang dalam perjalanan menuju rumah sakit."

Ya Tuhan berita apa ini?

*****

Lingkar CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang