Paginya, gue langsung nyeritain ke Dav apa yang terjadi semaleman. Nggak ke Dav doang sih tapi Aldo juga.
"Wah kocak nih, lo berdua bakalan jadi ipar?" Ucap Aldo yang tengah meneguk minuman botolan. Gue sama Bella kompak ngangguk.

"Dunia emang sempit banget ya," ujar Dav menimpali. Waltu gue nyeritain hal itu ke Dav dan Aldo, mereka juga nampak tidak terlalu terkejut. Karena memang, perjodohan itu akan selalu ada dengan kami. Mau tak mau pasti akan terjadi. Justru hal tersebut juga sangat dekat dengn kami. Banyak orang tua dari temen-temen gue nikah karena perjodohan. Dan mereka akan berusaha untuk mempertahankan rumah tangga mereka. Walaupun hal tersebut tak mudah untuk dijalani.
Bel masuk sudah berbunyi memenuhi lingkungan sekolah. Para siswa siswi yang masih berada di lapangan maupun yang baru datang, segera berlari ke kelas mereka agar tidak telat.
Jam pelajaran pertama adalah matematika. Namun di tengah pembelajaran, gue ngerasa pengen muntah. Jujur, dari tadi pagi emang udah ngerasa nggak enak badan. Tapi gue paksain aja,toh nanti bakalan hilang sendiri.
Gue ngelepas kacamata yang gue pake. Sementara tangan buat mijet pelipis berharap sakit kepala akan berkurang walaupun sedikit. Tangan gue lantas berhenti saat ada seseorang yang menyenggol.
"Lo kenapa Bel? Sakit?" Bella natap gue cemas. Gue cuma bisa gelengin kepala doang karena gue males banget buat ngomong. Guru matematika masih sibuk menerangkan beberapa materi dan menuliskan rumus-rumus di papan tulis. Tapi gue gak terlalu memperhatikannya.
Gue mencoba kembali fokus ke pelajaran. Kacamata yang dari tadi dilepas, gue pasang kembali. Sesekali gelengin kepala gue dan memijit pelipis pelan.
'Gak usah terlalu dipikirin. Bakalan ilang sendiri kok'
Gue mesti nahan sakit kepala ini, setidaknya hingga jam istirahat. Selama pembelajaran pula gue kurang fokus untuk memperhatikan guru di depan. Bella udah berulang kali ngajakin ke uks tapi gue nolak. Gue masih sanggup kok nahannya sampai jam istirahat. Keringat perlahan-lahan keluar di badan . Dan gue masih berusaha fokus ke pelajaran yang disampaikan guru di depan.
Hingga bunyi bel istirahat terdengar, guru yang ada di kelas gue, langsung keluar dari kelas. Gue memutuskan untum nidurin kepala di meja dengan tangan sebagai bantalnya. Gue pikir, rasa sakitnya bakalan hilang, tapi nyatanya tetap sama. Ditambah rasa mual yang buat badan gue lemes banget.
Gue bangkit dari kursi berniat untuk ke kamar mandi. Tapi waktu berdiri, gue ngerasa kalau tiba-tiba semuanya berputar dan bahkan sempat mudur dan memegang kepala sebentar. Gue pejamin mata dan buka kembali, tapi tetap saja rasanya masih berputar.

"Vi, lo kenapa?" Itu suara Dav. Gue gak tanggepin ucapannya dia. Gue coba ngelangkahin kaki tapi----
Bruuk
Tubuh gue limbung. Sebelum kesadaran gue hilang sepenuhnya, gue masih denger suara Dav dan Bell yang neriakin nama gue. Setelah itu semuanya gelap dan gak tau apa yang selanjutnya terjadi.
Dav POV
Selama jam pelajaran gue merhatiin Vio yang mijitin kepala dia terus. Sesekali dia nundukin kepalanya sambil memijit pelipisnya.
Saat bel jam istirahat bunyi, gue liat Vio yang langsung nudurin kepalanya dia di meja.
"Ayok ke kantin Dav," ajak Aldo ke gue. Waktu mau menghampiri mejanya Vio, dia langsung berdiri. Tapi yang gue liat, dia sempat mundur sambil pegangin kepalanya dia.Bruuk
"VIO!" Vio tiba-tiba pingsan dan buat gue sama Bella kaget. Aldo yang baru berdiri juga sama terkejutnya, begitupun seisi kelas. Gue langsung menghampiri Vio.
KAMU SEDANG MEMBACA
An Agreement [END]
Teen Fiction"Kalaupun gue nantinya bakalan ninggalin lo, percayalah semua itu bukan keinginan gue. Kita gak bisa mengelak apa yang sudah tuhan persiapkan buat kita dan mungkin itu adalah jalan terbaik yang tuhan berikan buat kita," Gue sama Dav itu udah kenal...