Bab 42

41 4 2
                                    

ada beberapa adegan yang mengandung kekerasan. Harap para pembaca untuk BIJAK.

Dhito dan David bersiap menuju ke tempat yang Faro maksud. Masih di rumah Viona, mereka semua berkumpul dan berdoa agar apa yang sudah mereka rencanakan ini akan berhasil.

"Dhito ataupun Dav nanti bakalan tekan tombol ini kalau salah satu diantara kami dalam bahaya. Bang Rion sama bang Kevin pantau dari jauh begitu Dhito dan Dav masuk ke dalam sana nanti," jelas Dhito sambil menggenggam sebuah benda kecil berbentuk bulat. Sebelumnya, Dhito sudah memberikan benda tersebut kepada Dav, Rion, dan juga Kevin.

Benda kecil yang berguna sebagai alarm penanda itu memang milik Dhito. Dulu di sekolah lamanya, Dhito sangat suka camping. Alat itu ia beli untuk keperluannya dan teman-temannya. Alat yang menjadi penanda jika salah satu dari mereka sedang butuh bantuan ataupun dalam keadaan berbahaya.

"Secepatnya kalian harus hubungin papih ya,"

"Iya Pih, Rion bakalan ngabarin papih secepatnya,"

"Kalau gitu, kita jalan dulu ya Pah, om, tante,"

"Hati-hati. Semoga kalian berhasil dan membawa Viona secepatnya,"

"Pasti om,"

Rion, Kevin, Dav dan juga Dhito segera pergi keluar rumah Viona. Di luar sana, sudah ada para pengawal yang siap mengikuti dan menjaga mereka. Mobil Dav dan Dhito melaju diluan dan disusul oleh mobil milik Kevin dan Rion. Begitu pula dengan para pengawal itu yang menyusul mobil tuan muda mereka.

***

Perjalanan menuju tempat yang Faro maksud lumayan memakan waktu banyak. Tempat itu berada jauh dari tengah keramain. Jalan menuju kesana juga tidak terlalu bagus. Ditambah lagi di sebelah kanan dan kiri jalan adalah pepohonan rimbun.

Dan pada akhirnya mereka sampai di sebuah gedung tua yang tidak terlalu besar namun tampak menyeramkan. Dinding bangunan itu terdapat banyak coretan-coretan warna warni. Dav memberi aba-aba kepada Rion dan yang lainnya untuk parkir dengan jarak yang agak jauh dari rumah tersebut.

Dav dan Dhito menatap sekeliling bangunan itu. Setelah puas, mereka berdua kemudian masuk. Baru saja mereka masuk, rupanya sudah ada tiga orang yang menatap Dav dan Dhito remeh.

"Faro!" Teriak Dav. Namun Faro tak kunjung datang. Dav kembali meneriaki nama Faro berulang kali dan hasilnya  tetap sama.

Prok..prok..prok..

"Ah sepertinya tamu kita sudah datang," dari arah samping, Faro keluar dari sebuah ruangan sambil tertawa renyah dan menepuk tangannya. Tak hanya itu di belakangnya, ada Viona dan kedua anak buahnya yang berada di kanan kiri Vio.

"Vi," lirih Dhito. Begitu melihat Viona, Dav ingin langsung ke arah Vio namun Dhito menahannya lebih dulu.

"Jangan dulu," bisik Dhito.

Di samping itu, Viona yang melihat kedatangan Dav dan Dhito terlihat bahagia. Ia mengucapkan beberapa kata namun tidak terdengar jelas karena kain yang berada di mulutnya.

"Wah wah wah lo bawa teman ke sini?" Faro menaikkan sebelah alisnya.

"Gue Dhito, tunangannya Viona,"

Mendengar itu, Faro berpura-pura seperti terkejut lalu tertawa kembali.

"Nggak usah basa basi, Cepat lepasin Viona!" Geram Dav.

"Wohoo santai bro. Gue mau masih mau main-main sama Viona," Faro mendekati Vio lalu mengelus pipinya.

"Jangan pernah lo sentuh Viona pakai tangan kotor lo itu!" Sarkas Dav.

An Agreement [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang