Bab 45

48 4 4
                                    

Typo bertebaran  😅
Jangan lupa vote and commentnya qaqa

Viona Pov

Cahaya putih itu benar-benar menyedot tubuh gue entah kemana. Rasa sesak menghampiri begitu cahaya putih tersebut muncul. Siap gak siap gue harus hadapi semuanya. Kedua mata gue pejamkan erat.

Tak lama setelahnya, tubuh gue rasanya seperti semula dan rasa sesak itu perlahan menghilang.
Gue ragu buat buka mata. Gue belum siap menghadapi apa yang nanti gue liat. Cukup lama hingga akhirnya  mata gue buka secara perlahan. Cahaya terang yang  langsung menusuk mata buat gue kembali menutup mata sebentar. Lalu membukanya perlahan.

Tunggu...

Gue--

"Vio?!" Suara itu. Suara yang gak asing manggil nama gue. Gue masih hidup? Perlahan gue coba buat menoleh ke arah suara yang tadi manggil gue.

Dhito. Ya itu Dhito. Gue liat dia berdiri tepat di samping gue. Ekspresi bahagia terukir di wajahnya. Dhito menekan tombol yang ada di samping ranjang gue dan nggak lama setelahnya, beberapa perawat dan dokter masuk ke ruangan gue.

Gue masih bingung tentang apa yang barusn terjadi. Apa benar gue masih hidup? Lalu apa maksud cahaya putih tadi?

Apa yang dokter di samping gue omongin, gue turutin karena otak gue masih mencerna apa yang barusan terjadi sama gue.

"Syukurlah kondisinya semakin membaik. Mohon untuk sementara waktu, nona Viona jangan melakukan banyak gerakan terlebih dahulu. Mengingat bahwa luka dan kondisi nona Viona masih belum sepenuhnya pulih," lelaki berumur dengan jas khas dokter itu berbicara ke Dhito. Setelahnya dokter dan beberapa perawat tadi, keluar dari ruangan gue.

"Dhit--argh." Rasa sakit di sekitaran perut gue muncul saat gue gerakin badan sedikit aja.

"Vi," cemas Dav.

Tiba-tiba sekelebat memori muncul di kepala gue. Memori saat Faro nyulik gue. Memori saat gue liat di depan mata gue sendiri kalau Dav dan Dhito berusaha nyelamatin gue dari Faro. Memori saat suara pistol yang memekakkan telinga dan gue yang jatuh tertembak. Memori saat---

"Dav!" Ya memori saat Dav tertusuk dan menghampiri gue dengan tangan yang menahan luka tusukan di perutnya.

"Dav dimana Dhit?" Tanya gue pelan.

Dimana Dav? Apa dia baik-baik aja?

Dhito diam.

"Dav dimana Dhit?!" Tanya gue lagi dengan nada yang sedikit lebih tinggi.

"Vi mending lo istirahat dulu ya. Dav baik-baik aja. Lo tenangin diri dulu," ujarnya.

Tapi gue gak bisa. Gue harus liat dengan mata kepala gue sendiri kalau Dav baik-baik. Entah mengapa, terbesit rasa mengganjal di dada gue mendengar apa yang Dhito bilang. Bagaimana pun ini semua salah gue. Gara-gara nyelamatin gue, Dav terkena tusukan. Gue. Harus. Ketemu. Dav.

***

Author Pov

"Vi mending lo istirahat dulu ya. Dav baik-baik aja. Lo tenangin diri dulu," ujar Dhito.

Viona kekeuh untuk tetap ingin bertemu dengan Dav. Bahkan Dhito sudah berulang kali untuk menyuruhnya tetap berada di ruangan ini.

"GUE GAK MAU DHIT. GUE HARUS KETEMU SAMA DAV. GUE MAU LIAT KEADAANNYA DIA," bentak Viona. Dhito memegang bahu Viona erat bermaksud untuk menenangkannya. Namun Viona berontak.

An Agreement [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang