Bab 28

81 7 4
                                    

Di minggu pagi ini, Viona masih terlihat tidur nyenyak di atas kasur putih miliknya. Semalam memang pesta yang diadakan Bima selesai sampai larut malam. Tetapi biarpun pestanya sudah selesai,  Vio masih tetap pulang larut. Mungkin sekitar jam 1 malam.

Hal ini karena setelah acara selesai, Vio, Dav, Rion dan yang lainnya masih berkumpul-kumpul melepas kerinduan. Bahkan mereka bersepuluh pun kembali berpesta. Sebelumnya Rion memang sudah meminta ijin kepada kedua orangtuanya untuk pulang larut malam. Jadi ia bisa bebas tanpa takut kalau orangtuanya akan marah.

"Viona bagun. Ini udah siang loh sayang. Masa anak cewe bangunnya siang sih," Clara mengguncang pelan badan Viona yang masih berkelimbun di dalam selimut.

"Eungh. Vio masih ngantuk mih," lenguhnya.

"Bangun Vio. Kamu sih ngikut-ngikut abang pulang larut," ujar Clara lalu membuka jendela kamar Vio bermaksud agar anak perempuannya itu bangun.

Sreek

Sinar matahari pagi menerpa wajah Viona dan membuatnya harus membuka mata. Ia ingin menutup matanya namun sinar matahari itu seolah tak akan membiarkannya kembali tidur.

"Mih Vio masih ngantuk," keluh Vio.

"Udah bangun sini. Sarapan dulu,"  Vio meregangkan otot otot tubuhnya dan berjalan ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok giginya terlebih dahulu.

Setelah selesai, ia turun ke lantai bawah untuk sarapan walaupun masih sesekali menutup matanya dan tangan kanan yang menggenggam ponsel.

"Sudah bangun tuan putri?"

Tunggu? Sepertinya suaranya Vio kenal. Dia memfokuskan pandangannya dan melihat Baron, Rendy dan Rion yang sedang duduk di kursi ruang keluarga.

"Kakek?!" Kagetnya.

'Sejak kapan kakek datang?' Batinnya.

"Kakek kapan datangnya?" Tanya Vio. Wanita itu menuruni tangga dan duduk di sebelah Rion.

"Tadi malam sebelum kamu pulang," ujar Baron sambil meminum kopi di hadapannya.

"Sarapan dulu sana Vi," suruh Clara. Vio mengangguk dan segera menuju meja makan. Sepertinya ia hanya ingin sereal untuk sarapan kali ini.

Vio menuangkan serealnya di dalam mangkuk lalu menuangkan susu cari kedalamnya.

"Kami sepakat untuk mempercepatnya Rendy. Lagi pula mumpung cucunya itu ada di Indonesia. Lagi pula jika kita tidak mempercepatnya mungkin kita  akan terlalu sibuk. Ditambah pernikahan Rion juga tinggal beberapa bulan lagi,"

Vio mendengarnya. Ia memasang kupingnya baik-baik untuk mendengarkan apa yang sedang orangtua dan kakeknya bicarakan.

"Cucu? Percepat? Apaan sih?!" Batinnya.

"Tapi siapa perempuan itu? Apakah dia yang akan bersama dengan anaknya Nathan?" Tanya Rendy.

"Itu cucu keduanya Ren. Anak dari adiknya Tyo. Dan memang itu yang kami pilih untuk anaknya Nathan,"

"Kok pada nyebut om Nathan lagi sih?! Perempuan buat siapa? Bang Kevin atau--ah nggak mungkin. Paling juga itu cewek buat Bang Kevin. Secara Bang kevin umurnya kan udah cukup buat nikah," ingin sekali Vio ikut bergabung dengan apa yang orang tuanya itu bicarakan. Dilihat dari wajah mereka sepertinya itu pembicaraan serius.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
An Agreement [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang