Di sebuah lorong ber cat putih, wangi obat-obatan yang tercium pekat, beberapa suster dan seorang dokter tengah mendorong brankar dengan terburu-buru, Zach juga ikut andil dalam hal itu tangannya terus menggenggam tangan lemas seorang gadis yang tengah memejam seolah memberinya kekuatan.
Setelah insiden tabrakan di depan Cafe tiga puluh menit yang lalu, Zach langsung membawa Stevi menuju rumah sakit, terbesit rasa khawatir saat darah segar terus bercucuran di pelipis gadis yang terbaring di atas brankar ini.
Sampai di IGD, dokter melarangnya masuk bahkan menutup pintu kaca itu dengan rapat, Zach mengusap wajahnya kasar, di samping marah ia juga merasa bersalah pada Stevi, apa semua ini karenanya?
'Harusnya gue nggak ngelakuin kayak gitu ke dia tadi, dan ini nggak bakal terjadi, dasar bodoh!' Zach terus mengumpat, jujur ia merasa, menyesal.
Ia mendudukkan dirinya di kursi yang berjajar di depan ruang tunggu sembari terus menunduk memandangi lantai, mulutnya berkomat kamit memanjatkan doa untuk seseorang yang tengah berjuang antara hidup dan mati di dalam sana.
Sampai seseorang menepuk pundaknya, Zach mendongak menangkap sosok Stella tengah menatapnya sendu, sontak ia berlutut di hadapan wanita itu.
"Maaf tante, ini semua salah Zach!" ia tertunduk bahunya mulai bergetar, ia tahu dengan menangis cowok akan terlihat tidak gentle, namun untuk kali ini ia tidak peduli dengan hal itu.
Stella terkesiap memegang kedua bahu cowok itu dan menyuruhnya untuk berdiri "ish kamu nggak pantes seperti ini, berdirilah, Nak!"
Zach perlahan bangkit sembari menyeka bekas air mata yang tertinggal di sudut mata.
Sebenarnya Stella sendiri juga khawatir dengan kondisi putri satu-satunya itu, namun ia berusaha berpikiran positif "Stevi gadis yang kuat, pasti dia bisa melewati semua ini!" ucapnya meyakinkan diri sendiri dan juga cowok yang ada di hadapannya ini.
"Singa betinaku nggak bakal nyerah semudah itu, dia pasti baik-baik saja!" sahut Gerald yang baru saja datang masih mengenakan jas, raut letih tercetak jelas di wajahnya terus memandangi pintu IGD yang masih tertutup rapat.
"Omm.." lirih Zach.
Selang beberapa menit, pintu terbuka seorang dokter keluar sembari melepas masker.
Stella terkejut pasalnya dokter yang menangani putrinya ternyata temannya sejak kecil "Gimana keadaan anakku, El?" tanyanya pada dokter yang bernama Elwin itu.
"Stevi kehabisan banyak darah, sayangnya rumah sakit sedang kehabisan stok darah yang golongannya sama dengannya," mau tidak mau Elwin menyampaikan itu pada kawannya.
"Kalo gitu ambil saja darahku!" ujar Stella mantap.
Elwin menggeleng cepat "aku tidak bisa menyetujui, kau punya riwayat hipotensi sangat beresiko nanti!"
"Lalu siapa lagi?!" lirih Stella tertunduk lemas.
"Memangnya golongan darah Stevi apa, Dok?" tanya Zach menatap sang dokter.
"AB."
Zach menghembuskan napas panjang, pasalnya golongan darahnya berbeda dengan Stevi.
"Ambil darah saya aja, Dok!"
Sontak mereka yang berada di situ melihat ke sumber suara, nampak Lisa berjalan mendekati mereka juga Daniel yang berada tidak jauh darinya. Memang saat perjalanan menuju rumah sakit Zach sempat menghubungi gadis itu.
"Kebebutan golongan darah saya juga AB, jadi donorkan untuk Stevi, Dok!" ulangnya.
Zach mendekat lalu menarik Lisa ke dalam pelukannya "thank's...Lisa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Imposible
Fiksi PenggemarHIATUS Berawal dari terbentuknya sebuah grup band dari SMA yang terkenal di LA 'Los Angeles High School', band ini berisikan lima cowok tampan. • Jonah : cueknya minta ampun! • Corbyn : bucin tapi setia! • Daniel : si polos yang kurang berpengalama...