27 [something possible]

107 19 109
                                    

Matahari mulai menampakkan sinarnya, menembus masuk ke celah celah hingga menerpa wajah seseorang yang masih terlelap di balik selimut. Sampai usapan lembut membuatnya terbangun dari alam mimpi.

"Ayo bangun, Sayang! udah siang nanti kalo kamu telat ospeknya gimana?" ujar Elly kini menggoyangkan tubuh putra semata wayangnya itu dengan pelan.

Akhirnya Jonah mulai menggeliat sebelum benar-benar beranjak. Hari ini adalah hari pertamanya masuk kuliah, tidak seperti calon mahasiswa lain yang sangat bersemangat Jonah justru sebaliknya. Masuk dengan jurusan yang bukan pilihannya sendiri membuatnya seperti ini.

Papa yang keras kepala selalu memaksakan sesuatu sesuai kemauannya, gagal sudah keinginan Jonah untuk sekolah musik. Lagi-lagi keegosian Thomas membuat Jonah mengorbankan impiannya itu.

Apa boleh buat, melawan seorang Thomas Marais sudah jelas ia yang kalah, sebenarnya Jonah sudah muak, menurut adalah jalan keluarnya meski selalu merasa tertekan.

"Cepet siap-siap! Mama tunggu di bawah." Tepukan di pundak Jonah membuatnya tersadar dari lamunan.

"Iya, Ma." Jonah melangkahkan kaki menuju kamar mandi untuk bersiap siap, sedangkan Elly keluar dari kamar Jonah menuju dapur untuk menyiapkan sarapan.

Celana hitam dan kemeja putih menyempurnakan penampilan Jonah kali ini, setelah menyemprotkan parfum terutama pada bagian leher ia meraih sebuah arloji yang bersebelahan dengan jam beker bertengger manis di atas nakas.

Tiba-tiba perhatiannya teralih saat ponsel yang juga ia letakkan di sana terus berdenting, kedua mata Jonah membulat sempurna saat melihat notifikasi yang memenuhi layar ponsel itu. Segera ia keluar dari kamar, Lena wajib tahu soal ini.

Ia menuruni anak tangga dengan langkah yang lebar bahkan sedikit berlari, sampai di anak tangga terakhir ia tersandung kakinya sendiri membuatnya oleng lalu jatuh menghantam lantai.

Bukannya menolong putranya, Thomas yang kebetulan berdiri tak jauh dari situ malah memungut ponsel Jonah yang jatuh tepat di bawah kakinya, terukir senyum tipis setelah memandang benda pipih dalam genggamannya itu, senyum yang mungkin jarang orang lain lihat.

Jonah berusaha bangkit meski lututnya terasa sakit, menatap sinis ke arah Papanya itu sembari mengambil ponselnya kembali lalu melangkah pergi menuju dapur tanpa mengucapkan sepatah kata apapun.

Jonah mengedarkan pandangan saat tidak menemukan sosok yang ia cari "Lena mana, Ma?" tanya nya pada Elly yang masih berkutat dengan penggorengan.

"Di halaman depan lagi nyiram bunga, kenapa hmm?" jawab Elly sekaligus bertanya balik.

"Nggak papa, Ma." Setelah mengatakan itu Jonah meninggalkan dapur menuju tempat yang Mamanya maksud.

"LENA!"

Merasa terpanggil Lena menoleh ke sumber suara seketika menampakkan deretan gigi rapihnya 'ni anak kenapa? tumbenan banget jingkrak jingkrak udah kayak kura-kura ninja aja,' batinnya.

Merasa terpanggil Lena menoleh ke sumber suara seketika menampakkan deretan gigi rapihnya 'ni anak kenapa? tumbenan banget jingkrak jingkrak udah kayak kura-kura ninja aja,' batinnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ImposibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang