32 [selamat jalan]

127 19 120
                                    

"Bertahanlah demi aku,,,,,, Lisa."

***

"Semoga Tuhan memberikan tempat yang terbaik di sisi-Nya."

Awan mendung serta bergemuruh mengiringi proses pemakaman, tepat setelah sang pendeta membaca doa satu persatu pelayat mulai meninggalkan makam sebelum turun hujan.

Daniel berharap ini semua hanyalah mimpi, dan Daniel ingin segera bangun dari mimpi buruk ini.

Berbeda dengan mereka, Daniel malah masih betah berada di sana, menatap tanah berunduk yang penuh dengan taburan bunga, mengusap lembut batu nisan yang telah terukir sebuah nama, sudah tidak bisa ditahan air mata lolos keluar dari pelupuk mata dengan sendirinya.

Daniel harus bisa menerima sebuah kenyataan, bahwa dia sudah benar-benar pergi.

Jika kalian mengira dia adalah Lisa, kalian salah.

Lalu siapa?

Flashback Onn

Daniel menatap kosong ruang yang sedari tadi tertutup rapat itu, dimana terdapat seorang gadis yang sangat ia cintai sedang terbaring lemah melawan maut.

Perlahan kakinya melangkah masuk, terdengar bunyi detektor jantung yang mendomisili setiap sudut ruangan, kedua matanya berkaca-kaca melihat alat medis yang menempel pada tubuh gadisnya.

Digenggamnya tangan itu dengan erat "hey, bangun! katanya mau dinner, ayo cepet siap-siap nanti restonya keburu tutup," tangan Daniel bergerak mengusap dahi gadisnya dengan lembut.

"Lisa kok diem aja sih, kamu kan tau kalo aku nggak suka dikacangin."

"Lisa jangan bikin aku khawatir dong."

"Lisa bangun! aku nggak lagi ulang tahun jadi jangan nge prank kayak gini nggak lucu tau."

Begitulah monolog Daniel sembari menatap Lisa yang masih tidak bergeming, perlahan tubuhnya bergetar suara isakan pun mulai terdengar "aku nggak siap kalau harus kehilangan kamu, Lisa," lirihnya dengan suara yang serak.

Tanpa Daniel sadari dua pasang mata menatapnya dari luar ruangan itu dengan haru, sungguh berat cobaan yang Tuhan berikan pada dua insan yang saling mencintai ini.

Dua hari pun berlalu, gadis itu masih saja terlelap sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda kesadaran dari masa kritisnya, dokter bilang kondisinya semakin mengkhawatirkan.

"Sudah tidak ada harapan, kami harus segera mengangkat seluruh organ hatinya sebelum kanker menjalar ke organ lain, tapi sampai detik ini kami belum mendapat pendonor," ujar seorang dokter sembari menghela napas, sebenarnya tidak tega tapi dengan menyembunyikan ini malah akan memperburuk keadaan.

Linda semakin terisak di pelukan Daniel, lalu melepas pelukan itu dengan kasar beralih menggoncangkan kedua bahu dokter itu "ambil hati saya dok, saya yakin hati saya masih sehat! lakukan ini dok, saya mau anak saya sembuh!"

David mematung di pojok rumah sakit, memijit dahi yang terasa nyeri, 'kenapa jadi gini?'

"Jangan tante, selama ini Lisa udah kehilangan seorang ayah, jangan sampe dia hidup tanpa adanya orang tua, ambil punya saya aja dok!" ujar Daniel tanpa ada keraguan sedikitpun, ia tau segala resiko saat ia tidak ada nanti, tapi ia juga tidak akan diam saja melihat gadisnya sekarat, apapun akan ia lakukan, termasuk mengorbankan nyawanya?

"Jangan dengerin omongan mereka dok, kalo dokter cari pendonor buat Lisa saya adalah orangnya!" David melangkah maju dan kini sudah berada di hadapan mereka.

ImposibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang