38

100 18 112
                                    

Flashback Onn

"Dasar brengsek!"

Jonah melayangkan pukulan bertubi-tubi pada wajah juga tubuh George tanpa memberi ampun dan pria tua itu tampaknya tidak memiliki kekuatan untuk melakukan perlawanan.

George tertawa keras menampakkan deretan gigi yang dipenuhi darah, namun itu justru membuat Jonah semakin murka, emosinya sudah tidak terkendali.

"Bersiaplah untuk mati!" pekik George dalam hati tanpa menghentikan tawa, perlahan tangannya merogoh pistol yang memang sudah ia persiapkan lalu mengarahkannya tepat di kepala Jonah, tampak cowok dua puluh tahun itu membulatkan mata dan berhenti melayangkan pukulannya.

"Ucapkan selamat tinggal pada dunia."

Dorrrrr
Suara tembakan dari senjata api menggema di dalam bangunan tua itu.

Satu nyawa melayang saat itu juga.

"Nggak, nggak mungkin!" semua terjadi begitu cepat membuat Jonah tidak bisa mempercayai ini semua, George telah tewas ditangannya.

Tubuh Jonah bergetar hebat lalu melempar pistol itu ke sembarang arah "apa yang udah gue lakuin?! gue udah nembak dia?! nggak! nggakkk!" teriaknya lalu mengacak rambut dengan frustasi.

"Angkat tangan! Anda kami tangkap!" Jonah mendongak, seketika melihat beberapa polisi yang mendekatinya lalu salah satu di antara mereka langsung memborgol kedua pergelangan tangannya, ia tidak bisa mengelak memang ini kenyataannya, 'gue pembunuh!' dua kata itu yang meracuni pikirannya.

Flashback Off

Kini Jonah berada di kantor polisi untuk dimintai keterangan setelah insiden yang baru saja terjadi, pikirannya sangat kacau sulit menerima bahwa ia telah menghilangkan nyawa seseorang terlebih itu adalah ayah dari kekasihnya sendiri, apa kata Lena nanti?

"Apa benar Anda yang sudah menembaknya?" Polisi itu menatap Jonah yang duduk di hadapannya dengan intens.

Jonah mengangguk lemas, jangan lupakan kedua matanya yang sembab akibat sepanjang perjalanan tadi air matanya terus keluar, merasa sudah mengecewakan orang sekitarnya, menyesal atas apa yang sudah ia lakukan.

Waktu memang tidak bisa diputar kembali, kepanikan Jonah membuatnya tidak bisa berpikir panjang, andai saat itu ia tidak mengarahkan balik pistol milik George yang siap meluncurkan timah panas dan semua ini tidak akan terjadi, lebih baik ia yang mati daripada orang terdekatnya ikut menanggung malu karena ini.

"Lalu luka-luka yang ada di tubuh korban apa kau juga yang melakukan? atau ada orang lain yang membantumu melakukan ini?" tanya polisi itu mengintrograsi, di sebelah juga ada rekan kerjanya yang sedang sibuk mengetik sesekali mendongak menatap layar monitor yang ada dihadapannya.

Jonah menggeleng pelan "tidak, saya sendiri yang memukuli." pandangannya terfokus pada kedua tangan yang masih melekat darah George di sana, detik berikutnya tubuhnya kembali bergetar, merasa berdosa tentu saja.

"Baik, lalu soal gadis itu apa kau..."

"JONAH!"

Teriakan histeris dari Elly membuat sesisi ruangan langsung tertuju padanya. Setelah dihubungi oleh Corbyn tadi ia langsung bergegas bersama suaminya, Thomas. Tidak peduli meskipun dirinya sendiri sebenarnya masih belum pulih seratus persen.

"Mama," lirih Jonah, hatinya hancur melihat mamanya menangis karenanya.

"Dengar! anak saya tidak bersalah! pria itu sendiri yang sudah menyekap putrinya dan ingin membunuhnya! anak saya datang untuk menyelamatkannya, apa itu salah? hah?!" teriak Elly sudah tersulut emosi, lalu mendekati Jonah dan dua polisi yang berhadapan dengan putranya itu.

ImposibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang