28. Kamu Siapa?

101 13 3
                                    

Kanania telah siap untuk berangkat sekolah dan kaget melihat seseorang  dengan motornya diam di depan rumah Kanania.

"Ayo!"

"Lo kok tumbenan jemput?" tanya Kanania.

"Biasa juga gue jemput," kata Arkan.

"Yaudah deh, Kak. Lo barengan aja sama Arkan. Gue mau jemput doi." Kenan mengeluarkan handphonenya. "Aku sekarang kesana."

"Dih najis," sarkas Kanania.

Kenan berlalu dan Arkan hanya tertawa.

"Ayo nanti telat, udah siang nih," kata Arkan.

Kanania menerima helm dari Arkan dan mereka segera menuju sekolah. Saat mereka mencapai setengah perjalanan, sebuah mobil hitam menghadang mereka. Sontak Arkan menghentikan laju motornya dan membuat Kanania sedikit terdorong ke depan.

Dua orang berbaju hitam dan bebadan kekar turun dari mobil itu.

"Turun!" kata seseorang diantara mereka.

Kanania mencengkram kuat jaket yang Arkan kenakan.

"Ada apa ini?"

"Cepat turun!"

Arkan mengalah dan akhirnya turun. Diikuti Kanania yang memegang tangan kirinya dengan erat juga ketakutan.

"Serahkan wanita itu kepada kami!"

Kanania dan Arkan kaget mendengar perkataan orang di hadapannya.

"Tidak!" bantah Arkan yang menahan Kanania agar berada tepat di balakangnya.

Bugh.

Satu pukulan berhasil mendarat di perut Arkan. Yang kali ini ia rasakan seperti seluruh isinya akan keluar. Kanania takut, Arkan masih mempertahakan Kanania di belakangnya.

Arkan membalas pukulan orang tadi dan satu orang lainnya ikut turun tangan. Dua lawan satu. Baiklah Arkan tak akan menang jika kali ini.

Arkan berjalan menyamping menuju motornya. Tak lupa menarik Kanania yang masih di belakangnya.

Setelah sampai, "naik, Ya!"

Mereka berdua menaiki motor dan Arkan segera tancap gas. Mobil itu juga mengejarnya sedangkan waktu masuk sekolah telah terlewat lima menit lalu.

Kanania tak lagi mencengkram jaket Arkan, tetapi ia memeluk Arkan. Bukan karena modus, tapi Arkan melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Bahkan Kenan saja tak pernah melajukan motornya secepat ini.

"Mereka siapa, Kan?" teriak Kanania.

"Gue gak tau."

Saat mereka sampai di parkiran sekolah, Arkan kehilangan kendali dan akhirnya menabrak penyangga gedung sekolah dan mereka berdua tak ingat kejadian selanjutnya seperti apa.

Semua menggelap dan hanya ada suara orang riuh bertanya-tanya yang mereka dengar sebelum kesadaran mereka sepenuhnya menghilang.

*****

Kanania mengerjap-ngerjap. Kesadarannya belum sepenuhnya kembali. Kepalanya terasa pening dan memegangi dahinya. Ada sesuatu disana.

"Sudah baikan?" tanya seseorang dengan pakaian serba putih. Seorang perawat.

"Saya dimana, Sus?"

"Di UKS sekolah, Dek. Kecelakaan yang aneh tadi membuat Adek luka ringan di dahi. Masih sakit?"

"Kecelakaan?" Kanania kembali mengingatnya. Ia tak sendiri, bukan?

"Teman saya dimana?"

"Dia di bawa ke rumah sakit karena luka di kepalanya cukup parah. Tangan kirinya juga patah tertimpa sepeda motor saat mencoba menahan sepertinya," jelas Suster itu.

"Saya ingin kesana. Masalah izin,nanti saya yang atur. Tolong," pinta Kanania.

"Baiklah, mari saya bantu."

Kanania dan suster itu berangkat dengan menggunakan mobil ambulans yang ada disana. Kanania benar-benar melakukan kesalahan lagi.

Setalah sampai di rumah sakit, suster tadi yang ternyata bernama Zara tengah bertanya kepada resepsionis.

"Mari saya antar," kata Suster Zara.

Kanania mengangguk dan mengikuti dari belakang. Bau-bau obat mulai masuk ke dalam indera penciumannya. Kanania tidak terlalu menyukai bau-bauan seperti ini.

Mereka akhirnya sampai di depan ruangan Arkan yang sudah dipindahkan ke ruang rawat.

Suster itu masuk terlebih dahulu. Kanania bisa melihat Arkan yang menutup matanya. Dahi dan kepalanya dililiti perban, tangannya mengenakan gips.

"Saya tinggal dulu," kata Suster Zara.

"Baiklah, terima kasih."

Kanania mendekat dan duduk di kursi samping ranjang Arkan. Ada sedikit goresan dan lebam di pipinya.

"Maafin gue," gumam Kanania.

Arkan masih memejamkan matanya. Jika tidak berangkat bersama tadi pagi, mungkin mereka tak akan pernah mengalami kejadian ini. Kanania mengingat ucapan pria tadi yang meminta dirinya. Berarti, semua ini bersumber dari dirinya.
Lagi-lagi ia telah membahayakan nyawa seseorang. Dan kali ini, orang itu, Arkan.

Kanania lagi-lagi teringat Radit. Terbayang jelas kejadian itu di hapannya. Air mata kembali mengalir dari mata Kanania. Ia tak ingin kehilangan Arkan, seperti ia kehilangan Radit. Akan sangat lama sekali menerima semua orang lagi.

Arkan membuka matanya, perlahan. Kanania terkesiap dan menunggu Arkan tersadar sepenuhnya.

"Arkan," panggil Kanania lembut.

Arkan menoleh, wajahnya berubah heran, "kamu siapa?"

*****

Senin, 15 Juni 2020.

Tumbenan nih haha pagi-pagi.

Bacanya jangan diem sampe sini doang ya, nanti lanjut lagi. Okey!

See u next part!❤

Luv u all!

-Thank you!:)

My Ombrophobia Girl [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang