16. Apakah Sama Rapuhnya?

179 23 10
                                    

Sejak berangkat dari Puntang, Kanania tertidur sangat pulas. Ada sedikit terdengar dengkuran pelan. Wajahnya teduh. Dan Arkan sangat senang, karena Kanania tertidur di pundaknya. Awalnya tidak, tapi goncangan karena melindas batu, akhirnya kepala Kanania berada di pundak Arkan.

Arkan baru menyadari, bulu mata Kanania sangat panjang.

"Arkan?" Panggil Bu Lilis pelan dan hati hati.

"Ah iya bu, kenapa?"

"Dia tidur?"

"Iya, bu. Dari tadi."

Bu Lilis mengangguk. "Kamu sudah tau kekurangan Kanania apa?" Bu Lilis bertanya sedikit berbisik.

Arkan paham, "ombrophobia?" Tanyanya.

Bu Lilis mengangguk lagi. Ia menatap Kanania yang tidur tenang di pundak Arkan. Ia pun tersenyum tipis.

"Sudah tak ada jabatan, mau membuat ikatan?" Goda Bu Lilis mencolek tangan Arkan lalu tertawa.

"Ah saya takut ditolak."

"Ibu rasa, tidak akan."

"Saya bukan laki laki baik buat Kanania bu, apa dia mau menerima masa lalu saya?" Tanya Arkan sedikit memelas.

"Ya sudah, tak apa jika memang ragu. Tapi kalau sudah jodoh, Kanania akan diberikan padamu."

Arkan tersenyum sangat bahagia. Benar, jika jodoh, akan ada jalan. Darimana saja.

*****

Mereka telah sampai di sekolah dan dipersilahkan pulang. Kanania terduduk memeluk kakinya dan membenamkan wajahnya. Kantuk masih menyelimuti dirinya sampai seseorang mengusap kepalanya.

"Pulang, ayo," ajak Arkan menyadarkan Kanania.

Ia menguap, "gapapa lo nganterin gue?"

"Enggak lah, ayo cepet jangan sampe lo sakit."

Kanania tersenyum bangkit dari duduknya. Matanya masih berat, tangannya memegang erat tangan Arkan. Dan mereka melesat membelah jalanan Kota Bandung.

"Makasih, ya."

Arkan mengangguk, "iya sama sama. Kalo mau mandi pake air anget."

Kanania mengacungkan ibu jari tanganya. "Oke. Gue masuk duluan, ya."

Arkan menunggu Kanania masuk dan menutup pintu. Setelah Kanania masuk, Arkan memutar balik motornya dan melaju dengan kecepatan tinggi. Ia juga lelah.

Saat sampai di pekarangan rumah, ada sebuah mobil hitam terparkir cantik disana.

"Abang beli mobil baru?" Gumamnya.

Kakinya membawanya masuk dan seketika emosinya memuncak, tangannya mengepal. Rahangnya mengeras sorot matanya menajam.

"Ada urusan apalagi anda datang kesini?" Tanya Arkan dingin. Menetralkan emosinya.

"Adit-"

"Jangan pernah memanggil saya seperti itu lagi. Ada apa anda datang kesini?" tanya Arkan lagi kali ini menaikan nada bicaranya. "Belum puas anda membuat keluarga ini menderita? Belum puas anda membuat saya menderita mendekam di penjara?" Tanya Arkan dengan emosi sudah di puncak.

"Tapi adit-"

"Cukup!" Teriak Arkan.

"Saya tidak pernah mengajarkan dirimu bersikap tidak sopan kepada orang tua!" Bentak lelaki tua dihadapan Arkan.

Arkan berdecih lalu tersenyum miring, "memang tidak. Tapi anda mengajarkan saya menyimpan dendam pada orang lain!"

Prak!

My Ombrophobia Girl [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang