Sudah pukul sebelas malam, Kanania tak kunjung pulang. Runi cemas dan selalu bolak-balik menuju pintu utama. Kenan telah menghubungi Kanania tapi tak bisa. Handphonenya tidak aktif.
"Kemana dia malam-malam kayak gini?" Tanya Runi.
"Ibu jangan panik, ya. Mungkin sama temennya. Aku ke rumah Yara dulu," ujar Kenan lalu pergi.
'Beneran Haldi yang culik Kanania?'
Kenan melesat di jalanan yang mulai sepi. Hanya ada anak-anak malam yang nongkrong di beberapa sisi jalan. Akhirnya Kenan sampai di rumah Yara.
"Assalamualaikum, Yara."
Sang Tuan Rumah keluar. Membawa sekotak susu UHT. "Eh Kenan, ada apa?"
"Ada Kanania enggak?"
Yara menyemburkan kembali susu yang telah ia minum. Kaget.
"Dia ilang lagi?" Yara juga panik.
"Tenang-tenang. Panik enggak akan bantu apapun," kata Kenan dan akhirnya Yara terpaksa harus terlihat tenang.
"Gue yakin, Valen sama Haldi ada di balik ini semua, Yar."
"Ha-Haldi?" Yara terlihat gugup.
"Iya."
"Dia, mantan gue waktu kelas sebelas."
Kenan menepuk jidatnya. "Yaudah terserah, gue lanjut cari Kanania. Tadi dia mau jalan-jala, katanya mau hirup udara malam. Jadi ribet kayak gini, thanks, Yar."
Kenan kembali mencari Kanania. Ia tak akan meminta bantuan Arkan. Sudah malam dan jika Kanania bersama Arkan, Arkan pasti mengantarnya pulang. Ia baru akan memberi tahu Arkan kalau sampai besok Kanania masih menghilang.
"Tapi sebenernya siapa Arkan? Kok gue repotin mulu kalau ada yang terjadi sama Kanania?" gumam Kenan.
*****
Arkan berusaha menelpon Kenan sejak pukul delapan tadi. Tak ada jawaban. Tadinya, Arkan akan memberi tahu semua ini pada Kenan dari siang tadi. Hanya saja, ia harus membantu ibunya kesana kemari. Jadi tidak sempat.
"Aduh angkat dong, Kenan. Ini penting!" Gerutu Arkan.
Haikal masuk ke kamar Arkan.
"De, tadi gue liat Kenan lewat depan rumah. Pas gue tanya mau kemana, dia jawab cari Kanania. Dia minta gue enggak bilang sama lo, tapi gue pikir, lo berhak tau."
"Gue tau harus cari Kanania kemana. Tapi kayaknya besok. Masih takut tangan gue sakit lagi."
"Iya, gue cuma ngasih tau doang."
Setelah itu, Haikal kembali keluar. Meninggalkan Arkan sendiri dengan perasaan yang awalnya tak tenang, menjadi lebih tak tenang.
Di sisi lain, Kenan menyerah hari ini untuk mencari Kanania. Sepertinya, Kanania diculik lagi seperti beberapa bulan lalu.
"Gimana? Kakak kamu ketemu?" Runi tampak lebih khawatir kali ini.
Kenan hanya bisa menggeleng pelan. "Maaf, Kenan belum bisa nemuin Kak Nia. Tapi Ibu jangan khawatir, besok Kenan minta bantuan sama temen-temen Kenan yang lain."
Runi mengangguk lalu Kenan meminta Runi untuk beristirahat. Ia berjalan menuju kamarnya, melewati kamar Kanania.
Biasanya, Kenan akan mendapati Kanania sedang berfoto selfie, bernyanyi-nyanyi tak jelas, sedang senyum-senyum bahkan tertawa sendiri, atau tengah tertidur pulas.
Kali ini, kamar itu kosong dan rapi. Hanya tergeletak laptop di atas tempat tidur Kanania.
"Dimanapun lo sekarang, gue harap lo tetep baik-baik aja."
*****
Kanania membuka matanya, gelap. Tiba-tiba pintu dihadapannya terbuka. Menampakan orang yang Kanania kira sangat baik. Dia, Pinkan.
"Lo harus bayar kesalahan lo sama kakak gue!" Ujar Pinkan penuh penekanan.
"Gue kira lo baik!" Teriak Kanania emosi. Tangannya terikat dan kakinya juga. Dikursi seperti saat itu.
"Emang baik. Tapi, enggak buat lo!"
"Cukup! Mau lo apa?"
"Gue mau, lo mati, Kanania Gurfa Mada!"
Pinkan memutar audio hujan. Seperti waktu itu sebelum handphone yang ia gunakan hilang.
"Hentikan Pinkan! Cukup!"
"Enggak! I can kills you slowly, Kanania." Pinkan kembali keluar dengan tertawa yang sangat familiar di telinga Kanania, menutup pintu itu dan meninggalkan Kanania tersiksa sendirian.
*****
Keesokan harinya, Arkan datang ke sekolah dengan amarah yang sangat meledak-ledak. Kakinya melangkah lebar menuju ruangan kelas.
"Alisa Nerethia!" Teriaknya lantang diambang pintu. Membuat seisi kelas menoleh kaget. Arkan benar-benar marah besar.
Yang dipanggil, menoleh tak kalah kaget dan takut. Masalah baru hampir muncul karena Leya dan sekarang, untuk kedua kalinya Kanania diculik. Handphone yang Arkan temukan ternyata adalah handphone Lisa.
"Lo udah buat gua kecewa dua kali, Alisa!"
Nyali Lisa menciut, menatap rahang Arkan yang menggertak. Wajahnya merah padam menahan emosi.
"Maks-"
"Gausah Sandiwara!" Teriak Arkan.
Lisa memejamkan matanya, takut dan malu menjadi satu.
"Ini punya lo, kan!?" Arkan menunjukan handphone itu. Lisa melotot kaget.
Arkan mencengkram pergelangan tangan Lisa. Sangat kuat dan sepertinya akan membekas. Lisa menangis disana, menangis hebat mencoba melepaskan tangannya yang di cengkram Arkan.
Ini kemarahan Arkan.
"Di mana lo sembunyiin Kanania sekarang?" Tanya Arkan dengan nafas dan emosi memburu. Lisa tetap menangis.
Bobby dan Zaki berusaha menenangkan Arkan yang tengah kalut.
"Di mana Kanania, Alisa!?"
Lisa meringis, menangis dan lidahnya tiba-tiba saja menjadi kelu. Hanya menangis yang dapat ia lakukan kali ini.
"Bro, tenang dulu. Dia cewek, lo tega?" Zaki berusaha menenangkan Arkan.
Arkan teringat Kanania dan akhirnya melepaskan cengkramannya. Lisa ditenangkan Bobby. Meski kadang jahat, Lisa tetaplah wanita yang akan sangat lemah jika dibentak.
"Hargh!" Arkan berteriak dan menendang meja yang berada di dekatnya. Ia melangkah pergi entah kemana.
Lisa berusaha bangkit dan mengejarnya, tapi Bobby dan Zaki menahan tindakan Lisa.
"Bahaya kalau lo sampai nyamperin Arkan," ujar Zaki.
"Biarin dia sendiri untuk saat ini," sahut Bobby.
"Tapi ada hal yang harus gue jelasin, Bob. Sekarang!"
"Cerita sama kita. Nanti kita kasih tau ke Arkan. Gimana?"
Lisa nampak menimang lalu mengangguk. Mereka akan tahu semuanya, hari ini juga semua akan terbongkar.
*****
Senin, 29 Juni 2020.
Beberapa langkah lagi epilog. Pffft
Dahlah intinya baca sampe akhir!!
Luv u all!❤
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ombrophobia Girl [✓]
Roman pour Adolescents7 April 2020 - 22 Agustus 2020.✨ Cerita ke-2 setelah 'The Last Hope.' <><><><> Tidak ada yang mau memiliki kekurangan. Bahkan memiliki phobia terhadap sesuatu tidak ada yang mau. Semua orang ingin hidup normal seperti hal nya manusia biasa. Kanania...