24. Arkan, tolong

134 11 1
                                    

Valen berjongkok di depan sebuah batu nisan yang sudah mulai terkikis waktu. Terbilang sudah lama kepergiannya. Tertulis disana, Radit Handika Nadzare.

"Dit, maafin gua. Gua gak bisa diem aja kalo kayak gini," kata Valen mengusap nisan itu.

"Tapi gue terlanjur benci sama dia. Maafin gue karena gue gak bisa jaga dia dan bakalan ngelakuin hal ini. Meski bakalan buat dia pergi selama-lamanya. Mungkin enggak sekarang, tapi nanti."

*****

Kanania hanya menatap halaman rumahnya yang sepi. Dedaunan berjatuhan terhempas oleh angin. Pikirannya tak habisnya memutar kembali kejadian siang tadi.

flashback on

Arkan menunduk, tak menampakan wajahnya sama sekali. Kanania duduk di samping Arkan. Tak peduli nantinya Arkan akan marah atau bagaimana.

"Ya," panggil Arkan dan Kanania hanya menoleh.

"Lo marah?" tanyanya.

"Enggak," jawab Kanania santai, namun sedikit terdengar dari nada bicaranya kalau ia sebenarnya kesal.

"Syukur deh."

Hening kembali.

"Ya," panggil Arkan lagi.

"Iya?"

"Masih mau temenan sama pembunuh kayak gue?" tanya Arkan dan itu membuat mood Kanania kembali buruk bahkan sangat buruk. Kanania tak menjawab.

"Ya.."

Kanania meringis, "gue gak nyangka banget orang yang gue ringanin hukumannya itu, elo. Lo yang, ya gitu deh."

"Gitu gimana?" Arkan tak paham dengan ucapan Kanania barusan.

"Lo deketin gue, baik sama gue, cuma buat nutupin kesalahan besar lo itu?"

Itu dia pertanyaan yang tak diharapkan Arkan."Bukan gitu, Ya. Gue juga baru tau," katanya.

Kanania tak bisa lagi mempertahankan tamengnya dan akhirnya ia menangis. Tepat saat bersama Arkan, ia menangis. Entah keberapa kalinya ia menangis saat bersama Arkan.

"Gue bener-bener enggak tau, Ya." Kata Arkan lirih. "Maafin gue karena enggak sempet bilang dari awal gue tau."

Kanania tak menjawab, sibuk menghapus air matanya.

"Gue bakalan tebus kesalahan gue, dengan apapun itu yang lo mau." Ujar Arkan dengan tegas.

flashback off

"Kali aja kan Arkan gue minta harus jadi pacar gue," gumam Kanania. "Gak logis ah."

*****

Arkan tengah duduk disamping sebuah nisan dan sepertinya ia baru menabur bunga disana. Arkan tengah menangis disana dan sepertinya telah mendo'akan orang itu

Batu nisan itu bertuliskan, Fatah Gurfa Mahendra.

"Maafin saya, Om," gumamnya lalu menuangkan sebotol air disana.

Arkan lantas mengusap batu nisan itu dan beranjak dari sana. Penyesalannya tak pernah habis apalagi setelah tahu bahwa orang yang ia hilangkan nyawanya adalah orang sangat penting bagi Kanania.

Saat ia akan keluar dari areal pemakaman, matanya menangkap sosok yang tak asing bagi Arkan.

"Lisa sama siapa itu?"

Arkan bersembunyi dibalik sebuah pohon besar dan tak akan lupa dalam hatinya ia berkata, "siapapun mbah yang ada disini, saya ikut ngumpet dulu ya. Jangan guna-guna saya nantinya."

Lisa bertemu dengan seorang pria yang Arkan tak tahu siapa itu, tapi ia pernah satu dua kali bertemu pria itu di sekolah.

"Kali ini lo yang bakalan nyulik Kanania?" tanya Lisa pada pria itu.

Tunggu, apa? Arkan tak salah mendengar, 'kan?
Kenapa Lisa membawa-bawa nama Kanania? Dan kenapa mereka pergi ke pemakaman?
Juga banyak lagi pertanyaan pertanyaan yang sangat membuat Arkan bingung.

Yang lebih membuat Arkan bingung, kenapa Lisa dan pria itu berjongkok di samping makam ayahnya Kanania?

"Penculik Kanania, Lisa tadi nanya kali ini?" gumam Arkan mulai memutar kerja otaknya. "Sebelumnya siapa yang nyulik Kanania?"

Arkan mulai curiga. Awalnya ia tak ingin memperpanjang masalah ini. Tapi kali ini, ia rasa ia harus mencari tahu siapa penculik Kanania tempo hari.

"Bukti handphone masih di gue," gumam Arkan lagi lalu pergi meninggalkan areal pemakaman.

*****

Kanania masih berada di sekolah. Setelah ia memberikan materi terakhir kepada adik kelasnya yang akan mengikuti olimpiade IPA satu minggu yang akan datang.

Kenan sudah pulang duluan karena katanya, "gue ada tugas kelompok. Lo pulang naik angkot aja."

Benar-benar adik yang tidak bisa diandalkan.

Cuaca sudah mulai tidak bersahabat kali ini. Awan gelap bergerumul diatas kepalanya. Kanania mulai khawatir dan panik. Masalahnya, ia sendiri. Tak ada orang yang akan menenangkannya.

"Gue bisa sendiri." Ujar Kanania teguh.

Ia berlari menunggu bus langganannya di halte. Tak kunjung datang. Dan akhirnya hujan turun dengan deras juga berangin.

Tak ada pilihan lain, ia mengeluarkan handphonenya.

"Arkan, tolong."

*****

Selasa, 9 Juni 2020.

Lagi badmood juga tetep di update. Dahal ada niatan di unpublish tapi sayang. sayang dia canda dia.

Ujung-ujungnya Kanania juga minta ke Arkan. Arkan pakboy canda pakboy. Dia baik kok setia anjay setia.

See u next part intinya.

Luv u all!

-Thank you!:)

My Ombrophobia Girl [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang