Hari ini, Kanania berangkat sendiri. Ia juga aneh, Arkan tak datang menjemputnya, tidak memberikan pesan sama sekali. Bahkan pesan darinya saja tidak ia baca. Kenapa dia ini?
Saat ia turun di halte, Arkan melewatinya tanpa menatap pada raga yang mengharap akan diajak duduk di jok belakang yang masih kosong.
Kanania segera berlari menyusul Arkan. Ia terlanjur jatuh pada Arkan. Sudah sangat dalam.
"Arkan!"
Yang di panggil tak menoleh. Terus berjalan dengan tas menyampir sebelah disebelah Kanan. Dan saat di kantin, tangannya merangkul pudak orang laib yang biasanya merangkul pundak dirinya. Tersenyum manis yang biasanya senyum itu di berikan untuknya.
Sumpah dengan sekuat tenaga, Kanania menahan air matanya. Berlari melewati Arkan Anindhitia dan Alisa Nerethia. Seharusnya memang dari awal ia tak menjatuhkan perasannya pada Arkan. Ini kesalahan terbesar kedua dalam hidupnya.
Arkan menatap punggung Kanania yang menjauh. Yang biasanya akan ia sapa dengan segala rasa bahagia.
"Maafin gue, Ya. Gue terpaksa lakuin ini. Karena kalo lo masih deket sama gue, sakit lo bakalan lebih parah dari ini saat lo tau semuanya tentang gue."
Kanania menangis. Tangis untuk pertama kalinya lagi. Menangisi laki laki yang jelas jelas tidak ada perasaan yang sama dengan dirinya. Ealah Nia lo gatau sih, greget gua ih.
Pelajaran sudah hampir dimulai dan air mata Kanania tak mau berhenti keluar dari matanya.
"Udah dong, jangan nangis mulu."
*****
Saat istirahat, Kanania tak berminat istirahat. Akhirnya Yara pergi sendiri ke kantin. Kanania ingin sendiri. Di ambang pintu, ada seseorang berdiam diri disana. Ia yakin menatap dirinya karena hanya ada dia di dalam.
"Ana!"
Hanya satu orang yang memanggilnya seperti itu. Tunggu, itu tidak mungkin. Ia ralat, ada dua orang yang memanggilnya seperti itu.
"Valen?"
Laki laki yang bernama Valen mendekat kearah Kanania. Valen juga satu sekolah dengannya selama ini? Bisa bisanya ia tak menyadari itu.
"Apa kabar?" Valen duduk di sebelah Kanania.
"Baik. Gue gak tau lo sekolah disini," katanya lalu terkekeh.
Valen seperti sangat kaget, "buset. Tiga tahun lo baru tau gue sekolah disini?"
Kanania tertawa lalu mengangguk. Ia merasa ada yang memperhatikan dirinya dan benar, ada seseorang yang baru saja berbalik dari jendela dan berjalan menjauh. Ia, Arkan Andindhitia.
"Liatin apa?" Tanya Valen.
"Enggak. Eh lo di kelas mana?"
"IPA - 5."
Kanania mengangguk. Ia teringat dengan kata kata penculik waktu itu. Valen adalah teman kecilnya dengan Radit.
"Len, gue mau bahas Radit."
Sang Lawan bicara menoleh kaget, "lo gak bakalan nangis?"
Kanania menggeleng. "Enggak."
"Ya udah mau bahas apa?"
"Emang Radit punya adik, cewe?"
Valen menoleh, "iya. Lo gak tau?"
"Enggak."
"Yang bener?"
Kanania mengangguk ngangguk. "Siapa emang?"
"Adiknya Radit itu-"
"Nia!" Teriak Yara dari ambang pintu.
"Arkan balikan sama si Lisa!"
*****
Dadanya sesak sekali. Ia tak bisa tidur, jam di dinding sudah menunjukan pukul dua belas tengah malam.
"Gue salah jatohin harapan, Kan. Harusnya gue gak sayang sama lo sejak awal. Lo cuma penasaran sama hidup gue."
"Gue benci sama lo, Arkan!"
Di tempat lain, Arkan membuka matanya. Nafasnya berderu. Ia bermimpi Kanania pergi meninggalkannya. Jauh sekali entah kemana.
"Lo jangan ninggalin gue, Ya." Gumam Arkan.
Seolah batin mereka terikat, seperti di film film beda tempat tapi batin mereka bergumam nyambung.
"Lo udah ninggalin gue. Lo jadian sama Alisa, Arkan!"
"Tapi Ya, Lisa cuma nyebar gosip!"
Dua duanya sama sama menggeram kesal.Kanania menangis, Arkan tidak tapi hatinya yang menangis.
*****
Kanania terbangun dengan mata sembab. Ia bergegas bersih bersih dan shalat. Ia menatap dirinya di cermin. Lagi lagi air matanya jatuh.
"Kok kamu lemah banget sih, Kanania Gurfa Mada."
"Nangis cuma gara gara TEMEN."
Kanania bangkit dari hadapan cermin dan kembali merebahkan dirinya diatas kasur empuk kesayangannya.
"Kalo dipikir, Arkan tega banget ya sama gue."
Kenan memperhatikan Kanania dari celah pintu kamar yang sangat sedikit terbuka.
"Gue kecewa sama lo, Arkan!" Kenan benar benar dibuat geram oleh Arkan.
"Gue bakal kasih lo pelajaran!"
Kenan bergegas berangkat tanpa sarapan. Menunggu Arkan datang untuk meminta kejelasan padanya. Apakah dirinya salah menempatkan kepercayaan pada seorang Arkan Anindhitia?
Kenan menunggu di kelas Arkan yang merupakan kelas Kanania juga. Kenan berdecih lalu tersenyum getir.
"Bisa bisanya kakak gue kuat dalam situasi kayak gini," dewi batinnya bergumam.
Yang di tunggu datang dengan rambut dibiarkan acak acakan. Emosi Kenan memuncak namun sebisa mungkin ia tahan. Kenanio anak baik, begitulah caranya mengendalikan emosi.
Arkan menatap mata yang sedang menatapnya. "Hey bro!"
Lagi lagi Kenan berdecih, "udah bikin kakak gue hancur?"
Arkan paham tujuan pembicaraan ini akan kemana. Arkan mengerti seorang adik menyayangi kakaknya. Apalagi ini, satu masa.
"Oke gue bisa jelasin," kata Arkan lalu melangkah pergi. Tatapannya mengintrupsi Kenan agar mengikutinya.
Arkan sampai di rooftop. Kenan sentiasa diam sampai Arkan yang menjelaskan terlebih dahulu. Dewi bantinnya sudah memerintahkan dirinya agar menghajar Arkan. Tapi ia teringat Kanania, kakaknya tak akan memaafkan dirinya.
Arkan duduk di kursi kayu yang sudah hampir lapuk. Ia menarik nafas sebelum berucap dan Kenan setia menunggu Arkan.
"Rumor gue sama Alisa, itu semua bohong."
Kenan mengangguk, "terus?"
"Gue gak mungkin bareng bareng sama kakak lo lagi," ucapnya.
"Kenapa?"
Arkan tak berani menjawab secara Kanania berarti sama dengan Kenanio.
"Lo ngomong atau gue gak segan buat hajar lo."
"Karena gue yang udah nabrak bokap lo sampai meregang nyawa."
Setelah mengatakan itu, Arkan bangkit dari tempatnya. Meninggalkan Kenan dengan segala rasa yang menghantamnya. Arkan pelakunya(?)
*****
Senin, 11 Mei 2020.
Woy pada sedih enggak? Dahlah gapapa :v
Pada paham enggak maksudnya apa? Aku enggak😂 becanda dikit.
Luv u all!
See you next part!❤
-Thank you! :)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ombrophobia Girl [✓]
Ficção Adolescente7 April 2020 - 22 Agustus 2020.✨ Cerita ke-2 setelah 'The Last Hope.' <><><><> Tidak ada yang mau memiliki kekurangan. Bahkan memiliki phobia terhadap sesuatu tidak ada yang mau. Semua orang ingin hidup normal seperti hal nya manusia biasa. Kanania...