Setelah semua acara mereka lewati, ini baru akan menuju acara puncak. Mereka telah melewati pembarian materi dan lainnya. Sekarang mereka sedang tertidur. Tidak semua, para pengurus kelas 12 baru selesai mempersiapkan tempat pelantikan puncak.
Dimana para calon harus mendatangi setiap pos yang mereka sendiri tidak tahu itu pos berapa. Mereka diberi sebuah lilin yang hanya sebesar jari tengah dan senter, dengan syarat senter digunakan setelah lilin dan korek yang diberikan benar benar habis.
Mereka juga harus menjaga sebuah nyawa. Sebuah telur yang memang belum di masak. Lisa sempat protes, "kenapa gak di rebus aja. Anak anak gak bakalan tau." Tapi memang itu aturan yang diberikan pembina.
Ada 4 pos dan masing masing pos berisi satu pembina dan lima orang pengurus kelas 12. Masih ada waktu 30 menit dan para pengurus kelas 12 gunakan untuk tidur sebentar atau sekedar ngemil dan becanda. Menghabiskan sisa tawa dan humor mereka.
Kanania terlelap tepat di samping Arkan dengan menggunakan tas Fino sebagai bantal. Suara gemuruh petir di luar terdengar.
"Wah mau hujan! Bakalan seru nih," kata Lisa tersenyum menyeringai.
Semua yang ada disana setuju dan tertawa senang. Tapi tidak dengan Arkan. Ia menatap gadis yang tertidur kelelahan di sampingnya. Wajahnya teduh penuh ketenangan.
"Ya Allah, jangan kau turunkan hujan sekarang, nanti saja saat kami akan pulang." Racau batin Arkan dan tanpa semua orang sadari, tanganya mengusap pelipis Kanania lembut.
Sekarang sudah tepat pukul 00.00. Tengah malam. Semua senior keluar untuk mengejutkan junior. Yang di tugaskan berjaga di setiap pos sudah siap dengan para pembina tentunya.
Arkan berada di pos pertama dengan rasa cemas. Pasalnya, langit gelap bersamaan dengan mendung. Sangat gelap, sangat mencekam. Seperti biasa, Kanania tak menyadari itu semua.
Kanania di tugaskan Arkan menjadi pos bayangan. Pos bayangan berarti ia hanya memberi sebuah tanda khusus yang menunjukan dimana pos sebenarnya.
"Kak, mau tanya," kata seorang calon dengan anggota kelompoknya menghampiri Kanania.
Dengan wajah datar dan tatapan tajam dari Kanania, ditambah dengan cahaya ramang lilin yang sebagian menyinari wajah Kanania membuat aura disekeliling menjadi sangat mencekam. "Tanya apa?" Tanyanya datar.
"Pos pertama dimana, kak?"
Kanania menatap semua anggota kelompok anak yang bertanya padanya, yang ia ketahui bernama Johan.
"Saya tidak akan memberi tahu dimana pos itu."
Johan kehabisan kata kata. Wajahnya menunjukkan raut tegang dan bingung. "Kalau begitu, saya meminta petunjuk saja, Kak."
Kanania menyeringai. "Baiklah," ia membuka sebuah gulungan kertas. Lalu menutupnya kembali seraya berkata, "cari sebuah pohon tua dengan pita merah muda. Disana, kalian akan menemukan sebuah pita merah darah dan kalian tinggal berjalan beberapa langkah ke depan."
Kanania menatap semua anggota Johan dengan tajam. Semua langsung menundukan kepala.
"Terima kasih, Kak."
Kanania mengangguk lalu mengisyaratkan agar mereka segera pergi.
"Gue juga takut sama diri gue sendiri kalo gini," Batinnya cekikik-an.
Di sisi lain, Arkan merasa khawatir dengan Kanania. Ia tadi merasakan tetesan air mengenai pipi dan hidungnya. Ada Bu Laila di sampingnya. Ya, Bu Laila diizinkan Pak Bambang untuk mengikuti kegiatan ini karena kebetulan anaknya juga sedang mengikuti pelantikan ini.
Setelah satu kelompok tadi selesai, Arkan menatap Bu Laila. Tiba-tiba hujan turun langsung lebat. Arkan panik.
"Bu, hujan!" Pekik Arkan. "Kanania!" Sambungnya.
"Tenang Arkan," kata Pak Bambang. "Kamu cari Kanania diantar Mang Asep," titah Pak Bambang.
"Tapi ini bagaimana?" Tanya Arkan bingung.
"Bapak akan meminta anggotamu yang lain."
"Baiklah," Arkan membukuk sedikit tanda hormat. Lalu berlari pergi dengan senter di tangannya tanpa meminta bantuan Mang Asep, penjaga sekolah yang sengaja di minta ikut. Semua guru disini tahu, Kanania pengidap ombriphobia dan trauma akut.
Arkan berlari menuju tempat Kanania yang ia tentukan. Ya, Arkan menentukannya agar tak kewalahan mencarinya jika terjadi seperti ini. Dan benar saja terjadi, namun Kanania tak ada disana. Hanya ada topi yang ia kenakan tergeletak disana.
"Liat Kanania?" Tanya Arkan pada seorang calon yang tak sengaja lewat.
"Tidak, tapi tadi saya lihat ada seorang Kakak lari masuk ke sana," tunjuk tangan anak itu menuju bagian Puntang yang masih alami, alias rimbun dengan pohon.
Arkan segera masuk kedalam sana. Tak peduli teriakkan siapa yang tak ia ketahui memanggilnya meminta ikut.
Kaki Kanania membawanya lari entah kemana. Bayangan hitam itu mengejarnya. Tanpa henti dan tanpa lelah terus berlari seperti ingin menyentuh tubuhnya.
"Pergi!" Pekik Kanania sambil menangis.
Ia tak tahu ia dimana sekarang, semua gelap dan ia juga tak tahu akan tersandung, menginjak, atau menabrak sesuatu yang ada di hadapannya.
Rinai hujan yang mengenai tubuhnya seperti pukulan pukulan orang yang membencinya. Menderita sekali menjadi Kanania, Sang Wanita Ombrophobia.
"Berhenti! Jangan mengikutiku!" Teriak Kanania lagi. Bayangan hitam yang ada di belakangnya, ia tak tahu itu halusinasinya atau nyata adanya.
Sekujur tubuhnya menghantam sesuatu dengan cukup bahkan sangat kecang sampai dirinya terhuyung kebelakang lalu terbaring di atas tanah basah. Kanania menatap langit gelap di atas matanya. Seperti akan ambruk menimpa dirinya. Apa yang ia tabrak tadi? Itu lah ia pikirkan sebelum kesadarannya sepenuhnya hilang.
*****
Jum'at, 8 Mei 2020.
Double part lagi dong iya hihi.
Pokoknya jangan bosen-bosen buat baca MOG ini, oke?
Aku tu mengisi kegabutan selama #quarantineday dan kalian semua pokoknya harus tetep sehat ya.. Baca MOG ini biar kalian #stayathome #staysave.See you in next part guys!
Luv u all!❤
-Thank you! :)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ombrophobia Girl [✓]
Teen Fiction7 April 2020 - 22 Agustus 2020.✨ Cerita ke-2 setelah 'The Last Hope.' <><><><> Tidak ada yang mau memiliki kekurangan. Bahkan memiliki phobia terhadap sesuatu tidak ada yang mau. Semua orang ingin hidup normal seperti hal nya manusia biasa. Kanania...