hot 10

79.1K 1.9K 11
                                    

"Bagaimana dokter?"

Dokter itu melepas kaca matanya dan mendesah. Lalu memakai kaca matanya kembali. "Apa Anda tahu jika istri Anda sedang hamil?"

"Aku memang sudah menduganya. Jadi benar dia hamil?" Gavin memang sudah menduga istrinya hamil. Dia menggosok dagunya beberapa kali dengan pandangan menerawang.

Porsi makannya bertambah, lebih cepat lelah, gampang menangis dan gerakannya makin lamban. Lalu kenapa? Bukankah ini berita bagus? Kenapa muka dokter ini malah kecut?

"Usia kehamilannya sudah memasuki 5 minggu tuan," ucap dokter menggantung. Wajahnya seperti masih terselimut awan mendung.

"Berarti ini kabar baik bukan? Tapi kenapa wajah Anda seperti,"

Dokter mendengus lemah. "Pembuluh kecil menuju otaknya pecah"

Gavin yang awalnya ingin meneruskan kalimatnya terdiam seketika.

"Akan saya buatkan surat pengantar untuk melakukan MRI. Lalu akan saya buatkan pula rujukan ke bangsal bedah" ucap dokter yang mungkin seumuran dengannya itu.

"Apakah separah itu dokter? Harus di rujuk ke bedah? Maksud dokter harus operasi?" Gavin tak mengerti. Mengapa harus ke bagian bedah. Apa yang terjadi dengan istrinya? Dan apa tadi, MRI? Memangnya ada apa dengan kepala Arion sehingga harus scan tubuh bagian kepala.

"Bukan koridor saya menjelaskan ini. Nanti akan dijelaskan oleh dokter bedah sekaligus hasil laboratnya" ucap dokter datar.

"Tapi dokter, sebenarnya apa yang sedang terjadi?"

"Apakah istri Anda sering pingsan? Atau sering mimisan seperti tadi?" Tanya sang dokter. Dia seperti enggan menjelaskan keganjilan yang dirasakan oleh Gavin.

"Tidak dokter, dia baik-..baik.. saja.." Gavin terdiam seketika. Dia tak tahu. Dia tak tahu apa-apa. Dia meninggalkan istrinya sepanjang siang. Istrinya memang terlihat agak lemah akhir-akhir ini. Oh ya, dia juga pernah melihat banyak tissu berlumuran darah di tong sampah beberapa kali sebelum ini. Dia memang tidak menanyakan hal itu pada istrinya karena Arion tidak mengeluhkan apapun. Tunggu, berarti...

"Dari ekspresi Anda, Anda tidak cukup tahu keadaan istri Anda tuan" dokter itu dengan mantap menuliskan entah apa di beberapa lembar kertas yang berbeda. "Setelah istri Anda sadar, Anda bisa langsung ke bangsal bedah tuan" ucap dokter itu seketika.

Gavin hanya terdiam. Dia masih syok, dia tidak tahu keadaan istrinya.

Gavin hanya duduk termenung pada kursi di dekat brankar IGD.

"Gavinn.." hingga sentuhan Arion pada lengannya yang menyadarkannya kembali.

"Ah! Sayang, kau sudah sadar? Masih pusing?" Gavin berdiri untuk memberikan perhatian lebih. "Aku akan memanggil perawat"

"Untuk apa?" Arion bingung. Kenapa dia terbangun di rumah sakit? Lagi pula mengapa tidak mengajaknya pulang, malah memanggil perawat?

Perawat datang membawa kursi roda.

Gavin meraih tubuh istrinya dan membantunya turun dari brankar lalu duduk di kursi roda.

"Ngg.. Gavinn.. kenapa?.. mau kemana?" Arion mendongak menatap suaminya di atas kepalanya.

Gavin hanya diam mengatupkan kedua rahangnya kuat-kuat menatap lurus ke depan.

Oh..mungkin saja Gavin terlalu cemas membiarkannya berjalan menuju parkir mobil. Who knows? Gavin memang terkadang romantis. Seperti ucapannya.

Gavin mendorong kursi roda yang ditumpangi istrinya melewati lorong exit begitu saja dan berbelok ke bagian laboratorium. Lhoh? Apa Gavin sudah rabun? Perawat itupun terdiam.

Hot Wife (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang