hot 24

28K 1K 44
                                    

Arion membuka matanya perlahan. Kelopak matanya begitu berat tapi kedua telinganya mendengar suara berisik yang tak juga enyah. Mengganggu tidurnya.

Langit-langit yang asing. Ruangan yang asing. Bau kamar yang asing pula. Arion hanya mampu mengedarkan pandangan tanpa bisa menoleh, kepalanya begitu berat. Sekujur tubuhnya nyeri hebat apalagi kepalanya, berdentum luar biasa. Dia melihat Gavin memandangnya dengan seksama, kedua matanya membulat bersinar menyilaukan.

"Gavinn..??" Oh.. mengapa mengeluarkan suara kecio begitu saja terasa begitu melelahkan? Padahal bahkan telinganya sendiri hampir tak mendengarnya. Kebingungan mulai dia alami. Cemas kini melandanya.

Gavin tersenyum kepadanya. Senyum yang telah lama dia rindukan. Begitu hangat dan lembut. Kapan terakhir kali pria itu tersenyum memandangnya? Pria itu membelai puncak kepalanya hingga sisi wajahnya. Tangannya begitu hangat. Meskipun dia masih bingung tapi kini rasa cemasnya memudar.

"Apa tubuhmu sakit? Kepalamu masih sakit kan? Dokter sebentar lagi datang.." ucapnya lembut. Gavin tak berhenti menciumi punggung tangannya yang lemah.

Terasa ada yang menggelitik saat mulut pria itu menyusuri punggung tangannya. Oh ya, rambut-rambut mulai tumbuh di sepanjang rahang Gavin. Kenapa? Bisakah rambut-rambut itu tumbuh dalam semalam?

"Gavinn..?"

"Ssttt... Tenanglah" Gavin menempelkan jari telunjuknya pada bibirnya yang terasa kering. "Dokter akan segera memeriksamu. Nanti akan kuberi tahu apapun yang kau ingin tahu"

Arionpun terdiam. Selama ini menuruti semua ucapan Gavin selalu benar. Maka diapun diam sambil menerka, ada di mana dirinya? Yang sepertinya bukan kamarnya. Di tangannya yang lain tertancap jarum infus dan selang oksigen masih menempel dihidungnya. Tunggu sebentar, apa yang terjadi dengannya?

Dokter datang. Memeriksa kedua matanya, detak jantungnya dengan stetoskop, suhu tubuhnya dengan termometer digital, aliran infusnya. Dan melontarkan beberapa pertanyaan seputar apa yang dia rasakan. Kemudian Gavin mengikuti dokter dan asistennya agak menjauh. Gavin mengangguk sesekali. Kemudian dokter dan asistennya pergi setelah melempar senyum padanya.

Gavin kembali mendekatinya di ranjang. Dia tersenyum dan mengusap kedua pipinya bergantian. Kemudian dia menyentuh lembut tangannya yang lemah.

"Gavinn..?" Arion menggenggam tangan suaminya lemah, menuntut sebuah penjelasan. Kedua matanya bersorot tajam dan bertanya-tanya.

"Kau lelah sayang. Istirahatlah.." lirih Gavin. Mengelus tangan yang erat memegangi tangannya.

"Gavinn.." kedua alis Arion bertaut sedih.

"Semuanya baik-baik saja. Kondisimu berangsur membaik dengan cepat. Cepat sembuh dan kita pulang, okay?"

Namun kedua matanya tetap lurus memandang suaminya, meminta sebuah penjelasan.

"Kau hanya pingsan. Tubuhmu kurang nutrisi dan kau terlalu stres. Istirahatlah.." jelas Gavin. Penjelasan yang jelas semakin membuatnya bertanya-tanya. Jelas Gavin menyembunyikan hal besar darinya. Memang belum lama dia mengenal suaminya tapi senyum yang tergambar di wajahnya, dia memahaminya, jelas ada hal besar yang suaminya tak ingin dia tahu.

"Jangan menangis. Kau akan semakin lelah sayang.." Gavin mengusap linangan di kedua sisi wajahnya. Kedua mata Gavin bersorot pedih dan dahinya berkerut. Tersirat kelelahan luar biasa di sana. "Aku tidak bohong. Aku tidak pernah berbohong padamu. Kau hanya terlalu tertekan dan kau sangat lelah sayang.. percayalah. Beristirahatlah dan tenanglah. Hmm?"

Bukan reda, linangan itu kian deras. Isakan lirih mulai terdengar. Bukan dirinya tak percaya dengan ucapan pria itu. Tapi ada suatu hal besar dibalik kalimatnya. Dia tahu. Entah apa itu dia tak tahu. Tapi nada suara pria itu sangat berat. Ditambah lagi penampakan wajah suaminya kini. Sangat berantakan, lelah, dan begitu kalut. Kenapa Gavin tak mau memberitahunya?

Hot Wife (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang