"So, how that its? Its work yes?"
Gavin hanya terdiam menanggapi kalimat Michelle yang terdengar sangat percaya diri dan penuh kemenangan. Gavin sibuk membolak balik kertas dokumen yang harus ia tanda tangani.
"Ayolah Gavin, jangan terlalu gengsi mengakuinya. Itu hal yang umum dan memang kau bukan lelaki pada umumnya. Aku tahu kau tidak terlalu peka dengan hal itu" cerocos Michelle yang memang semuanya benar itu. "Jadi, hubungan kalian membaik dan semuanya berjalan lancar?" Yang ditanya hanya melirik sekilas dan kembali tenggelam dalam berkasnya.
Senyum lebar terkembang di wajah Michelle. "Jadi, apa yang membuatmu menggugurkan calon anakmu Gavin?" Suara Michelle melirih lembut.
Gavin mendengus. Lalu mengabaikan Michelle yang mencerocos entah tak tentu arah.
Sudah satu bulan sejak adegan panas di balkon. Dan ya, Arion selalu menatapnya hangat. Bukan seperti sebelumnya, menatapnya datar meski bibirnya menyunggingkan senyum.
Berkat saran Michelle, Gavin dapat mencairkan gumpalan es di wajah istrinya. Dengan perhatian kecil yang berlebihan, buket-buket mawar, dan sedikit merubah kebiasaan kaku Gavin. Bayangkan, Gavin harus menahan egonya untuk membawa sepiring pancake yang dia buat sejak subuh untuk surprise di atas kasur di hari liburnya. Jangan tanya lagi bagaimana kondisi dapur setelah Gavin membuat puluhan pancake dan hanya dua yang lumayan sukses.
Arion harus mengeraskan perutnya agar tak tertawa keras begitu melihat keadaan dapurnya. Sukses hancur bagai perahu terbelah seperti Titanic. Sedangkan Gavin hanya menggaruk kepala belakangnya dengan cengiran masam. "Im so sorry. Susah sekali membuat sebuah pancake.."
"Its okay Gavinn.. surprisenya sungguh.. luar biasa.."
"Kau senang?"
"Aku sangat.. bahagia... Tumben Gavinn.. membawa makanan.. ke kamar..?"
"Yah.. itu, hanya.. m.. tidak masalah kan aku sedikit romantis?"
"Aku mencintai Gavinn.. bukan Gavinn yang lain.." jawab Arion.
"I love you much more.." bisik Gavin di telinga istrinya sambil memeluknya yang sedang mencuci bekas kekacauannya.
Yah.. semua berjalan sangat lancar. Terlalu lancar. Gavin hanya perlu sedikit merobek kebiasaannya, sedikit mentolerir waktunya, sedikit melebihkan mulut buayanya, sedikit bertingkah flamboyan. Dan sedikit-sedikit yang lainnya. Yang membuat istrinya terkesan dan semakin memujanya. Sebanding dengan apa yang dia dapatkan.
"Ajaklah sekali-sekali istrimu makan malam di luar. Sebuah surprise!!" oh ya, Michelle masih duduk di hadapannya, yang menekuri berkas-berkas hasil kerja anak buahnya.
"Dia ingin menemui orang tuanya.." lirih Gavin.
"Off course!! Itu akan jadi kejutan termanis Gavin. Dan kau akan jadi pahlawan selamanya dalam hidupnya!!" Michelle mengutarakannya dengan riang gembira.
"Sebegitunya?" Akhirnya Gavin menatap Michelle agak serius.
Michelle memutar bola matanya malas. "Gavin, kejutan apalagi yang paling manis selain itu? Kau bilang istrimu anak rumahan. Setelah sekian lama dia tinggal dengan orang tuanya dan tiba-tiba kau datang dan memisahkan mereka. Apalagi kau ajak dia menginap di rumah orang tuanya. Pasti kebahagiaannya melambung" terang Michelle.
"Kau yakin sekali" cibir Gavin. Meski begitu Gavin mulai memikirkan omongan Michelle. Arion memang sempat mengatakannya beberapa waktu lalu. Jadi hal itu benar? Apa Michelle sedalam itu memahami posisi Arion?
"Hmm..! Apalagi yang di harapkan seorang gadis yang telah menikah? Dia istri yang baik jika tidak pernah membicarakan hal itu. Percayalah padaku Gavin. Coba saja. Kau tak akan menyesal"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Wife (END)
RomanceDia masih sangat muda dan menerima perjodohan konyol ini dengan senyuman. Gavin dalam kondisi finansial yang baik, dia juga sehat secara jasmani dan rohani. Tapi kenapa dia masih betah melajang? Berbagai kalangan wanita banyak yang menginginkannya...