"Welcome home!" Bisik Gavin di telinga istrinya dengan sebelah tangan membawa koper kecil perlengkapan istrinya selama di rumah sakit dan sebelah lagi membuka pintu.
Arion menoleh ke belakang dan tersenyum. "Wangi sekali. Gavinn.. yang melakukan semua ini..?"
Gavin tersenyum agak geli. "Tentu saja," bukan! Aku tak bisa melakukan pekerjaan rumah serapi ini!! Aku memanggil room service.
Gavin menuntun istrinya masuk dan duduk di ruang tengah.
"Oh ya? Aku tak percaya. Mana mungkin.. Gavinn.. bisa melakukan.. ini semua" Arion masih mengerdarkan pandangannya. Perabotan begitu rapi, teramat rapi bahkan. Ada beberapa benda yang berpindah untuk merubah suasana mungkin? Beberapa vas kaca bening berisi tanaman terpajang pada kisi-kisi jendela. Korden yang baru dan wangi. Bahkan, bantal sofa yang kini dia duduki juga sangat wangi. Arion mulai curiga.
"Kenapa memandangiku begitu? Curiga benar padaku" kekeh Gavin. Dia melepas blazer dan menyampirkannya pada punggung sofa, padahal gantungan coat ada di sisi jendela. See? Gavin bukan tipe orang yang sempurna dalam beres-beres rumah meskipun dia termasuk disiplin tingkat tinggi.
Arion tersenyum penuh curiga ke arah suaminya bahkan hingga pria itu duduk di sampingnya setelah memasukkan koper ke dalam kamar.
"Hei," Gavin mencubit hidung kecil istrinya. Tentu saja wanita itu kian tersenyum dan masih tak melunturkan curiganya.
"Jangan sampai.. aku dengar dari orang lain, bahwa Gavinn.. mengundang mantan pacarnya ke rumah.. untuk membereskan rumah.. hemm?"
Gavin tentu saja tergelak beberapa lama. "Tapi kau senang kan?"
"Senang sih, tapi.. lebih baik aku.. tidak tahu fakta dibaliknya ya..?" Arion menerima uluran kue manis di atas piring kecil dari suaminya.
Gavin masih terkekeh.
Istrinya baru saja bisa pulang setelah berisitirahat selama dua hari di rumah sakit karena melakukan prosedur curret yang dia paksakan. Dokter bilang masih harus istirahat total, mungkin sekitar satu minggu.
"Masih sakit sayang?" Gavin menyugar rambut di sisi wajahnya dan menyelipkan beberapa di belakang telinganya.
"Tidak Gavinn.." jawab Arion tanpa menoleh.
"Jangan bohong!" Desis Gavin dingin di telinganya.
Tentu saja Arion sedikit tercengang. Mengapa mendadak pria di hadapannya bisa berubah-ubah seketika? Atau dia saja yang baru menyadarinya. Memang benar perutnya masih sangat sakit. Melilit dan terasa pedih. Dia juga merasa agak perih di kewanitaannya saat berjalan. Tapi semua ini tidak sebanding dengan rasa sakit suaminya ketika dia melihatnya histeris sendirian di ruang kerjanya.
Mengingat itu, dadanya kembali sesak. Kedua bola matanya serasa penuh oleh air yang hendak menyembul keluar. Buru-buru dia hirup udara untuk menghalau tangisannya yang hampir pecah. Bukan hanya dia yang terluka, Rachell mengatakan padanya bahwa Gavin sering menangis sendirian saat dia terbaring di rumah sakit.
Jangan, dia tak mau membuat suaminya yang sangat rapuh itu lebih sakit melihatnya menangis.
"Gavinn.. mengapa kita.. tidak jalan-jalan? Libur kantor kan?" Usul Arion tiba-tiba memandang wajah suaminya dengan senyum.
Gavin mendesah. "Kayaknya aku habis ini bakal potong gaji deh.." keluhnya lesu.
"Lho kenapa? Bagaimana bisa?" Arion terkejut. Bukannya pria ini bosnya?
"Bulan ini aku kebanyakan cuti. Dan sekarang kau malah minta jalan-jalan.." keluhnya lebih lesu. Tapi tubuhnya sudah berdiri dan meraih tangan istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Wife (END)
Любовные романыDia masih sangat muda dan menerima perjodohan konyol ini dengan senyuman. Gavin dalam kondisi finansial yang baik, dia juga sehat secara jasmani dan rohani. Tapi kenapa dia masih betah melajang? Berbagai kalangan wanita banyak yang menginginkannya...